Mohon tunggu...
Salsabilla Meidista
Salsabilla Meidista Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Film

Memahami Literasi Media dalam Film "Budi Pekerti"

6 Januari 2024   18:05 Diperbarui: 6 Januari 2024   18:14 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan teknologi informasi di era digital membuat masyarakat dengan sangat mudah mengakses informasi yang tersebar di media sosial. Saat ini media sosial merupakan salah satu tempat bagi masyarakat untuk bersosialisasi. Semakin banyak pengguna di media sosial maka semakin banyak pula informasi yang dapat disebarkan melalui berbagai macam platform medsos. Saat ini media sosial memiliki dua fungsi penting yaitu sebagai sarana untuk menyebarkan informasi dan sarana untuk menerima informasi. Melihat betapa mudahnya mengakses sosial media saat ini tentu menimbulkan dampak positif dan negatif sekaligus. Kita dapat dengan cepat mengakses berita apapun yang ingin kita ketahui dengan sangat mudah adalah salah satu dampak positif adanya sosial media di zaman sekarang. Seperti yang sudah dijelaskan mengenai dampak positif dari kemudahan mengakses berita di media sosial pada saat ini tentu saja terdapat banyak dampak negatif yang akan masyarakat dapatkan. Tanpa kita sadari terpaan dari mudahnya mengakses berita saat ini menimbulkan adanya tsunami informasi yang belum jelas kebenarannya. Terpaan dari media juga dapat mempengaruhi pendapat ataupun persepsi dari masyarakat yang menerima informasi tersebut. 

Tidak jarang masyarakat awam menelan serta mengolah informasi tersebut dengan mentah tanpa mencari faktanya terlebih dahulu. Jika masyarakat tidak menyaring informasi tersebut dengan baik maka akan berdampak buruk bagi masyarakat itu sendiri karena secara tidak langsung masyarakat telah mempercayai informasi yang kurang valid. Banyaknya kasus bulliying di sosial media hanya karena potongan video yang tersebar juga merupakan salah satu dampak yang timbul akibat minimnya literasi media. Masyarakat seolah menjadi pasif dalam menerima informasi tersebut. Jika melihat dari dampak negatif yang akan timbul maka penting adanya literasi media. Masyarakat atau khalayak perlu diberikan literasi media mengenai pentingnya menganalisis pesan dan informasi yang tersebar di media sosial pada saat ini. Pada masa serba online seperti saat ini, banyak sekali kasus mengenai dampak dari kurangnya literasi media. Maraknya kasus tersebut memotivasi Wregas yang merupakan seorang sutradara untuk mengangkat isu ini menjadi sebuah film yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas. 

Pada mulanya, dalam proses riset untuk mencari ide cerita filmBudi Pekerti ini, Wregas yang merupakan sutradara dalam film ini menemukan fenomena cyberbullying yang mengkhawatirkan. Terinspirasi oleh banyaknya kasus merugikan di mana seseorang menjadi target intimidasi setelah video kontroversialnya menjadi viral di dunia maya, Wregas memutuskan untuk mengeksplorasi tema ini dalam film "Budi Pekerti". Maka muncullah kisah Bu Prani, seorang guru Bimbingan Konseling (BK), yang tak disangka-sangka terlibat dalam sebuah insiden di pasar dan menjadi sasaran hujatan netizen sampai kehidupannya terancam. Dalam perjalanan mengatasi tekanan media sosial dan penghakiman masyarakat, keluarga Bu Prani harus bersatu untuk mendapatkan kembali martabat mereka dan membuktikan bahwa mereka bukan seperti yang digambarkan dalam dunia maya. Film ini, melalui kisah Bu Prani, bukan hanya menggambarkan dampak pribadi dari cyberbullying, tetapi juga menyampaikan pesan mendalam tentang perlunya empati, pemahaman konteks, dan kebijaksanaan dalam berinteraksi di dunia maya yang penuh tekanan ini. 

Kisah dimulai dengan Bu Prani, seorang guru Bimbingan Konseling (BK) yang tanpa diduga terlibat dalam sebuah insiden di pasar. Kejadian itu terekam dan viral di media sosial, memicu gelombang komentar tajam dan kebijakan netizen yang tak terkendali. Sikap Bu Prani menjadi sasaran kritik dan komentar negatif, menciptakan badai di dunia maya. Insiden tersebut tidak hanya menghantam Bu Prani secara pribadi, tetapi juga menimpa keluarganya. Momen-momen keluarga mereka menjadi sorotan, dan kehidupan mereka dipenuhi dengan kritik yang tak berkesudahan. Kondisi ini mengancam harmoni keluarga, bahkan pekerjaan Bu Prani terancam hilang. Dalam perjalanan penuh tekanan ini, keluarga Bu Prani berjuang untuk mendapatkan kembali martabat mereka, membuktikan bahwa mereka bukan seperti yang digambarkan di media sosial. Konflik tak hanya melibatkan masyarakat, tetapi juga pertarungan internal untuk bertahan dan tumbuh dari pengalaman sulit ini. 

Film "Budi Pekerti" menyoroti dampak mendalam media sosial pada kehidupan seseorang dan keluarganya. Isu-isu moralitas, persepsi publik, dan kecepatan kita dalam menghakimi tanpa memahami konteks yang sebenarnya diangkat dalam kisah ini. Apakah keluarga Bu Prani mampu mengatasi kesulitan dan mendapatkan kembali martabat mereka? Film ini memberikan pandangan mendalam tentang nilai-nilai kebaikan dan kekuatan dalam menghadapi cobaan. "Budi Pekerti" adalah kisah yang menginspirasi, mencerahkan, dan mengajarkan pentingnya berempati serta merenung sebelum menghakimi. 

Saat menghadapi tekanan, keluarga Bu Prani menemukan kekuatan dalam kebersamaan dan saling mendukung satu sama lain. Walaupun mereka dikritik dan dihakimi dengan keras, mereka tetap bersatu untuk menunjukkan bahwa integritas dan moralitas mereka tidak tergoyahkan. Tak hanya harus menghadapi tantangan dari luar, keluarga ini juga mengalami perubahan internal yang signifikan. Mereka belajar untuk tidak hanya bertahan dari tekanan masyarakat, tetapi juga tumbuh dan berkembang melalui kesulitan. Pada saat yang sama, "Budi Pekerti" tidak hanya menceritakan kisah perjuangan keluarga Bu Prani, tetapi juga menyampaikan pesan yang dalam tentang bahaya dan potensi kerusakan media sosial jika digunakan dengan tidak bijaksana. Pada akhirnya, film ini menyampaikan harapan bahwa dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan dan kesabaran, seseorang dapat mengatasi kesulitan dan menunjukkan bahwa di balik setiap kritik pedas, ada peluang untuk tumbuh menjadi individu yang lebih kuat dan bijaksana. 

Selain menyoroti dampak negatif media sosial, "Budi Pekerti" juga memperlihatkan peran penting pendidikan dan komunikasi dalam meredakan konflik. Dalam upaya keluarga Bu Prani untuk mendobrak stereotip negatif yang melekat pada mereka, film ini menggambarkan bagaimana pendidikan dan dialog dapat menjadi jembatan untuk pemahaman yang lebih baik antara individu dan masyarakat. Di tengah riuhnya dunia maya, film ini membangun narasi yang merangsang pertanyaan tentang peran sekolah dan keluarga dalam membentuk karakter dan moralitas individu. 

Dengan penuh kebijaksanaan, "Budi Pekerti" tidak hanya mengungkapkan ketidakadilan cyberbullying, tetapi juga mengajak penonton untuk mengevaluasi bagaimana pendidikan dan komunikasi yang bijaksana dapat menjadi pilar penting dalam membangun masyarakat yang lebih empatik dan beradab. Dengan begitu, film ini tidak hanya menyajikan kisah yang memotivasi, tetapi juga memberikan pesan tentang pentingnya pendidikan sebagai kekuatan transformasional yang dapat membimbing kita melewati tantangan-tantangan modern. 

Mengambil contoh dari kasus didalam film Budi Pekerti dimana penyebaran short video dapat berdampak sangat buruk bagi seseorang yang ada didalam video tersebut. Masyarakat di film tersebut digambarkan sangat pasif dalam mengolah informasi. Mereka hanya memperoleh konten dari sosial media tanpa mencari informasi lebih lanjut terkait konten yang beredar. Misinformation yang terjadi dalam film ini sangat berdampak pada korban, dimana didalam film tersebut korban sampai kehilangan pekerjaannya sebagai seorang guru BK. Disini menunjukan bahwa literasi media sangat diperlukan supaya hal serupa tidak terjadi di dunia nyata. 

Bagaimana cara mengatasi misinformation karena banyaknya potongan konten yang tersebar di sosial media saat ini? Literasi media dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif dari apa yang tersebar di sosial media. Sebagai generasi muda yang hidup di era digital, kita harus lebih kritis dalam mencerna informasi. Informasi yang tersebar di media sosial hendaknya kita saring dulu kebenarannya. Jangan mudah percaya dengan apa yang kita dapatkan di media sosial. 

Menurut Kirwan dalam solusi sehat bermedia oleh Yudisian mengatakan bahwa ada beberapa alasan pentingnya literasi media, yaitu : • Perlunya informasi yang cukup mengenai media. Masyarakat perlu memiliki kemampuan untuk menilai informasi yang dapat dipercaya 

• Media massa merupakan bagian penting bagi pengalaman banyak orang sehingga kita perlu mengkaji media massa selain bentuk-bentuk informasi dan hiburan lainnya seperti buku. 

• Media sosial merupakan sumber informasi, dan generasi muda hendanya memahami bagaimana media sosial akan membentuk makna dan persepsi. 

Menjadikan masyarakat lebih aktif dalam menerima informasi juga merupakan tujuan pentingnya literasi media. Menghindari semua informasi yang belum jelas kebenarannya dan mempercayai potongan-potongan video yang beredar di media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun