Berpegang pada prinsip-prinsip moral serta berlandaskan nilai nilai luhur, bangsa Indonesia dapat tumbuh dan maju sebagai masyarakat yang memiliki etika yang mulia.Untuk mencapai hal ini, pendidikan dan pembentukan moral sejak usia dini sangatlah penting. Pendidikan serta penanaman moral sejak usia dini memberi landasan kuat untuk memahami nilai nilai etika, menanamkan sikap yang baik, serta pengembangan karakter yang kuat.Â
Golden Age merujuk pada periode keemasan yang dialami oleh anak usia dini, yang dimulai dari usia 0 hingga 8 tahun. Pada fase ini, anak mengalami perkembangan yang sangat pesat dan aktif dalam menerima dan mempelajari hal-hal di sekitarnya. Puncak usia dalam periode ini terjadi pada usia 3 tahun, di mana anak secara terus-menerus mencari pengetahuan, bertanya, dan mengamati hal-hal yang menarik minatnya. Orang tua dan pendidik memiliki perhatian ekstra pada anak anak, sebab pada masa ini memiliki pengaruh signifikan untuk masa depan. Terutama pendidikan karakter perlu ditanamkan sejak dini untuk membentuk dasar dasar yang kuat dalam diri anak.
Pendidikan karakter adalah proses magis yang mengilhami dan membentuk anak-anak menjadi pribadi yang baik. Dalam pendidikan karakter, kita merangkul hikmah dan benih kebaikan yang tumbuh menjadi kebiasaan yang tak terpisahkan dalam dunia pendidikan anak usia dini. Pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang melibatkan pemberian pengetahuan, menciptakan rasa cinta, dan menanamkan perilaku yang baik sebagai pola kebiasaan dalam pendidikan anak usia dini. Pendidikan karakter merupakan upaya penting untuk mengenalkan dan memperkuat nilai-nilai yang dianggap fundamental dalam kehidupan anak-anak. Nilai-nilai tersebut mencakup berbagai aspek, seperti kecintaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; kejujuran; disiplin; toleransi; cinta damai; percaya diri; Â mandiri; tolong-menolong; kerjasama; gotong royong; hormat; sopan-santun; tanggung jawab; kerja keras; kepemimpinan; keadilan; kreativitas; rendah hati; kepedulian terhadap lingkungan; serta rasa cinta terhadap bangsa dan Tanah Air (Maghfiroh, 2020). Dalam pendidikan anak usia dini, nilai-nilai ini harus diperkenalkan dan diinternalisasikan ke dalam perilaku mereka secara menarik dan menginspirasi, agar anak-anak dapat tumbuh menjadi individu yang berintegritas dan berkontribusi positif dalam masyarakat.
Untuk menamankan nilai karakter pada anak usia dini, metode bermain menjadi cara yang efektif dan menyenangkan dalam mengintegrasikan nilai pendidikan karakter dalam pendidikan anak usia dini. Karakter, menurut Tim Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan Nasional, dapat diartikan sebagai kesatuan kepribadian yang mencerminkan harmoni dan keseimbangan antara integritas emosional (kejujuran, tanggung jawab), pemikiran (kecerdasan), fisik (kesehatan dan kebersihan), serta perasaan dan imajinasi (kepedulian dan kreativitas). (Kemdiknas, 2010). Sebagai alternatif yang efektif untuk mengembalikan esensi pelayanan PAUD, penggunaan model permainan tradisional dapat dijadikan sebagai sarana untuk memperkuat kearifan lokal dalam membentuk berbagai aspek karakter pada anak-anak usia dini. Seperti yang ditegaskan oleh Andriani (2012), dalam pendidikan anak usia dini, terdapat slogan yang menyatakan "Belajar sambil bermain, bermain seraya belajar". Oleh karena itu, permainan tradisional dapat dijadikan salah satu alat bermain yang efektif dalam mencapai tujuan tersebut.Â
Menurut Andriyani (2012), permainan tradisional merupakan simbolisasi pengetahuan yang diwariskan dari generasi ke generasi dengan berbagai fungsi dan pesan yang terkandung di dalamnya. Selain itu, permainan tradisional juga memiliki nilai budaya yang besar bagi anak-anak, karena melalui permainan tersebut mereka dapat berfantasi, berekreasi, berkreasi, berolahraga, serta mengasah keterampilan sosial, kesopanan, dan ketangkasan. Oleh karena itu, permainan tradisional dapat digunakan sebagai sarana pendidikan karakter pada anak-anak.Â
Menurut Cahyono (2011), permainan tradisional memiliki sejumlah karakteristik yang dapat membentuk karakter positif pada anak-anak, yaitu:
1. Pertama, permainan tradisional membutuhkan daya imajinasi dan kreativitas yang tinggi karena menggunakan fasilitas yang ada di sekitar mereka.
2. Kedua, permainan tradisional melibatkan banyak pemain. Hal ini bertujuan untuk memperdalam kemampuan interaksi antarpemain, sehingga mengembangkan potensi interpersonal.
3. Ketiga, permainan tradisional mengandung nilai-nilai luhur dan pesan moral seperti kebersamaan, kejujuran, tanggung jawab, sikap lapang dada, dorongan berprestasi, dan ketaatan pada aturan.
Menurut Dharmamulya (2008), ada tiga jenis permainan tradisional yang dapat dikelompokkan berdasarkan pola permainannya. Pertama adalah permainan yang melibatkan bermain sambil bernyanyi atau berdialog. Kedua adalah permainan yang melibatkan bermain sambil mengolah pikiran. Ketiga adalah permainan yang melibatkan bermain sambil beradu ketangkasan. Dharmamulya juga menekankan beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari permainan-permainan ini. Manfaat-manfaat tersebut antara lain:
1. Melatih keterampilan berhitung dengan cakap.
2. Mengembangkan kecakapan berfikir.
3. Membantu mengatasi rasa takut dan melatih keberanian.
4. Mendorong sikap jujur dan sportif.
Aspek-aspek perkembangan anak yang dapat distimulasi melalui permainan tradisional, seperti yang disebutkan oleh Misbach (2006), mencakup:
1. Aspek motorik, yang melibatkan melatih kekuatan fisik, fleksibilitas, sensorimotorik, motorik kasar, dan motorik halus.
2. Aspek kognitif, yang mengembangkan imajinasi, kreativitas, pemecahan masalah, strategi, kemampuan berantisipasi, dan pemahaman kontekstual.
3. Aspek emosional, yang melibatkan katarsis emosional, pengembangan empati, dan pengendalian diri.
4. Aspek bahasa, yang melibatkan pemahaman konsep, nilai-nilai, dan penggunaan bahasa.
5. Aspek sosial, yang melibatkan membangun hubungan, kerjasama, melatih kematangan sosial dengan teman sebaya, serta membentuk dasar untuk berinteraksi dengan orang dewasa atau masyarakat.
6. Aspek spiritual, yang melibatkan kesadaran akan keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat agung.
7. Aspek ekologis, yang melibatkan pemahaman dan pemanfaatan bijaksana terhadap elemen-elemen alam sekitar.
8. Aspek nilai atau moral, yang melibatkan penghayatan nilai-nilai moral yang diwariskan dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya.
Indonesia kaya akan ragam permainan tradisional yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga memiliki potensi untuk mengembangkan karakter anak-anak. Permainan-permainan tradisional ini dapat berperan sebagai sarana untuk mengajarkan nilai-nilai positif dan membentuk kepribadian yang baik. Terapat beberapa contoh permainan tradisionalyang bisa dimainkan untuk mengembangkan karakter anak;
1. Petak Umpet
Petak Umpet merupakan permainan yang mudah dilakukan dengan prinsip untuk menemukan orang yang bersembunyi. Orang yang pertama kali ditemukan akan menjadi pencari berikutnya atau sering disebut sebagai penjaga pos. Permainan Petak Umpet mengajarkan anak-anak untuk berperilaku jujur, seperti saat menjadi penjaga pos, mereka harus jujur dan tidak membuka mata ketika teman-teman atau pemain lain berlari untuk bersembunyi. Selain itu, permainan ini juga mendorong sportivitas secara tidak langsung. Misalnya, ketika seorang penjaga pos menemukan tempat persembunyian, mereka harus bersedia menjadi penjaga pos selanjutnya.
2. Engklek
Aturan bermain Angkling atau Engklek adalah pemain melempar koin atau benda penting ke kotak-kotak yang telah digambar di atas tanah secara berurutan, mulai dari kotak yang paling dekat dengan pelempar. Pada kotak yang ditandai dengan koin atau benda penting, pemain tidak boleh menginjaknya dan harus melewati petak tersebut. Permainan ini juga mengajarkan untuk menghargai perbedaan dan kesetaraan gender karena dapat dimainkan oleh anak laki-laki dan perempuan. Selain itu, permainan ini juga mendorong sportivitas dan kejujuran. Dalam permainan ini, pemain tidak diperkenankan menyentuh garis pembatas saat bermain. Jika mereka menyentuh garis tersebut, mereka dengan jujur mengakui dan harus berhenti bermain.
3. Gobak Sodor
Dalam permainan ini, pemain dibagi menjadi dua tim dengan setidaknya tiga anggota dalam setiap tim. Satu tim bertugas menjaga daerahnya, sementara tim lainnya berusaha untuk menembus daerah yang dijaga oleh tim lawan. Tim yang mendapat tugas menyerang harus bisa melewati daerah berupa kotak-kotak yang telah dibuat tanpa tersentuh oleh anggota tim yang berjaga. Selain meningkatkan keterampilan fisik seperti ketangkasan dan kecepatan, permainan Gobak Sodor juga secara tidak langsung mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak-anak, seperti sportivitas, kejujuran, menghormati orang lain, kerjasama tim, tanggung jawab, dan menghargai perbedaan.
Selain itu, mengenalkan permainan tradisional kepada anak usia dini adalah langkah awal dalam memperkenalkan budaya Indonesia. Hal ini akan mendorong motivasi anak untuk tetap mencintai, menghargai, dan melestarikan warisan budaya Indonesia yang merupakan budaya nenek moyang kita. Melalui permainan tradisional yang dimainkan secara kolektif, anak-anak akan dapat mengembangkan keterampilan sosial mereka sendiri melalui pengalaman bermain bersama (Maghfiroh, 2020). Melalui permainan tradisional, anak-anak akan berinteraksi dan berkomunikasi secara alami yang dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dan memperluas kosa katanya. Nah, jadi kesimpulannya dengan permainan tradisional tidah hanya mengembangkan pendidikan karakter saja melainkan menjaga warisan budaya juga.
Oleh : Salsabilla Kirana Annisa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H