Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk anak-anak atau pun orang dewasa. Pendidikan menjadi salah satu modal bagi seseorang agar dapat berhasil dan mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya.
Pendidikan di Indonesia belum mencerdaskan, terlalu bertitik berat pada pendayagunaan kecerdasan linguistik, dan kecerdasan logika matematik. Pelaksanaa umumnya dilakukan dengan cara yang tidak sesuai. Akibatnya, insan dan bangsa Indonesia tidak mampu menjalani kehidupan dengan kecerdasan yang menyeluruh. Perilaku insan dan bangsa Indonesia yang tidak didukung pengembangan kecerdasan yang menyeluruh berakibat ketidakadilan, ketidakjujuran, ketertutupan, dan kekerasan.
Kecerdasan merupakan ungkapan diri menjadikan modalitas belajar kita ber-manfaat dalam masyarakat. Kita cenderung hanya menghargai orang-orang yang memang ahli di dalam kemampuan  akademik seperti logika (matematika) dan bahasa. Padahali seharusnya kita harus memberikan perhatian yang seimbang terhadap orang-orang yang memiliki talenta di dalam kecerdasan yang lainnya (non akademik) seperti arsitek, musikus, ahli alam, desainer, penari, terapis, pengusaha, dan lain-lain.
Banyak anak-anak memiliki talenta yang tidak mendapatkan reinforcement di sekolah. Banyak siswa yang pada kenyataannya dianggap sebagai anak  learning disabled, attention deficit disorder, atau underachiever. Pada saat pola pemikiran mereka yang unik tidak dapat diakomodasi oleh sekolah.
Tidak sedikit orang tua yang frustasi ketika melihat nilai-nilai buruk pada rapor anaknya. Rasa frustasi itu muncul umumnya karena mindset bahwa nilai akademis adalah satu-satunya tolak ukur kecerdasan anak. Anak yang memiliki nilai akademis buruk dianggap sebagai anak yang tidak cerdas. Benarkah demikian?
Howard Gardner, seorang tokoh pendidikan berkebangsaan Amerika, menulis sebuah buku berjudul, "Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences." Pemikiran Gardner dalam buku ini telah sukses mendobrak mindset kaku dunia pendidikan pada waktu itu.
Melalui buku itu Gardner memberikan pandangan bahwa tidak ada anak yang tidak cerdas. Setiap anak memiliki kelebihannya sendiri-sendiri dan kecerdasan logika bukanlah satu-satunya kecerdasan yang dimiliki oleh manusia. Implikasi pandangan Gardner bagi dunia pendidikan adalah munculnya sebuah pandangan baru bahwa setiap anak adalah individu yang unik. Guru dan tenaga kependidikan harus melihat berbagai variasi dalam belajar, di mana setiap variasi memberikan konsekuensi dalam cara pandang dan evaluasi dari pendidik.
Menurut Gardner, setiap manusia memiliki delapan kecerdasan berbeda yang mencerminkan berbagai caranya berinteraksi dengan dunia. Delapan kecerdasan inilah yang dimaksud dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligences). Berikut delapan kecerdasan majemuk yang digagas Gardner.
Pertama, Kecerdasan Verbal-Linguistik. Anak yang memiliki kecerdasan ini kuat dalam bidang bahasa, mudah mengingat informasi lisan dan tertulis, suka menulis dan membaca, jago debat dan berpidato, suka melontarkan humor, dan bisa menjelaskan sesuatu dengan baik.
Kedua, Kecerdasan Logis-Matematis. Kecerdasan dalam mengolah angka, matematika, dan logika untuk menemukan dan memahami berbagai pola, seperti pola pikir, pola visual, pola jumlah, atau pola warna.
Ketiga, Kecerdasan Spasial-Visual. Anak dengan kecerdasan ini mengandalkan imajinasi dan senang dengan bentuk, gambar, pola, desain, serta tekstur. Kemampuan spasial-visual dimiliki oleh arsitek, pelukis, seniman, dan desainer.
Keempat, Kecerdasan Kinestetik-Jasmani. Kecerdasan ini melibatkan kemampuan dalam koordinasi anggota tubuh dan keseimbangan. Anak yang memiliki kecerdasan ini senang melakukan berbagai aktivitas fisik.
 Kelima, Kecerdasan Musikal. Anak yang memiliki kecerdasan ini dapat memainkan alat musik, mampu memahami dan membuat melodi, irama, nada, vibrasi, suara, dan ketukan menjadi sebuah musik.
Keenam, Kecerdasan Intrapersonal. Anak dengan kecerdasan intrapersonal mampu memahami diri sendiri. Jika kecerdasan ini menonjol pada diri anak, maka dia bijaksana dan bisa mengendalikan keinginan serta perilakunya. Ia juga piawai dalam membuat rencana dan mengambil keputusan.Â
 Ketujuh, Kecerdasan Interpersonal. Kecerdasan ini merupakan kemampuan memahami dan berinteraksi dengan orang lain. Beberapa hal yang termasuk kecerdasan interpersonal meliputi kemampuan menjalin hubungan baru dengan orang lain, menjalin kerjasama dengan orang lain, kemampuan berkolaborasi, empati, kemampuan menginterpretasikan perasaan orang lain melalui bahasa tubuhnya, kecakapan komunikasi, serta kemampuan bergotong royong.
 Kedelapan, Kecerdasan Naturalis. Ini adalah kemampuan untuk mengenali dan mengkategorikan tanaman, hewan, dan benda-benda lain di alam, serta tertarik mempelajari spesies makhluk hidup. Anak yang memiliki kecerdasan naturalis biasanya memiliki persepsi yang baik untuk melihat perubahan yang terjadi di lingkungannya. Jika anak suka membaca dan mengkoleksi bebatuan, kerang, serangga, dan lain-lain maka ia memiliki kecerdasan naturalis.
Teori Multiple Intelligences menyatakan bahwa kecerdasan meliputi sepuluh kemampuan intelektual. Teori tersebut didasarkan pemikiran bahwa kemampuan intelektual yang diukur melalui tes IQ sangatlah terbatas karena tes IQ hanya menekan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Padahal, setiap orang mempunyai cara yang unik untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
Kecerdasan bukan hanya dilihat dari nilai yang diperoleh seseorang. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau membuat produk yang dapat berguna bagi orang lain. Multiple Intelligences tidak melabeli siswa dengan hanya memiliki satu jenis kecerdasan, tetapi memberi gambaran bahwa setiap individu memiliki kecerdasan dengan komposisi dan dominasi yang berbeda.
Tugas guru menciptakan lingkungan yang menyenangkan dan membantu siswa menggunakan pancainderanya untuk menumbuhkan semua kecerdasan tersebut. Jika guru telah mengusahakan dengan optimal, hasil yang didapat yaitu seluruh jenis kecerdasan siswa akan tumbuh mencapai tingkat yang tinggi. Apabila dipelajari dengan seksama model kecerdasan majemuk tersebut akan sangat membantu dalam memetakan hubungan macam kecerdasan yang dimiliki siswa. Masing-masing jenis kecerdasan tersebut perlu dikembangkan seoptimal mungkin.
Multiple Intelligences dapat mempengaruhi pembelajaran melalui kurikulum. Pendekatan pembelajaran Multiple Intelligences pada praktiknya adalah memacu kecerdasan yang menonjol pada diri siswa seoptimal mungkin dan berupaya mempertahankan kecerdasan lainnya pada standar minimal yang ditentukan oleh lembaga atau sekolah. Dengan demikian penggunaan pendekatan pembelajaran Multiple Intelligences tetap berada pada posisi yang selalu menguntungkan bagi siswa yang menggunakannya. Satu hal yang pasti, siswa akan keluar sebagai individu yang memiliki jati diri, yang potensial pada salah satu atau lebih dari sepuluh jenis kecerdasan yang dimilikinya.
Pendekatan pembelajaran Multiple Intelligences mendorong para guru melakukan inovasi dalam cara-cara mengajarnya. Oleh karena itu, guru dituntut agar lebih kreatif mencari terobosan untuk mengoptimalkan semua jenis kecerdasan yang ada. Melakukan pembelajaran yang menyenangkan adalah satu syarat utama yang harus selalu diupayakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H