Suasana pedesaan yang asri, sawah hijau yang membentang luas dan angin berhembus sepoi-sepoi. Sungguh menyejukkan bukan?. Terlihat bangunan masjid yang megah, dengan sekeliling asrama dan sekolah. Ya, Pondok Pesantren Bina Umat Namanya.
Pondok yang menampung ratusan santri dan santriwati dari penjuru Indonesia. Berbagai suku dari jawa maupun luar jawa semua ada. Hidup sendiri tanpa orang tua, dilatih untuk hidup mandiri dan disiplin. Tentunya, pastinya ada peraturan.
Peraturan yang ketat, membuat santri dan santriwati terjera. Tetapi berbeda dengan salah satu santri berbadan besar dan tinggi. Dia tidak merasa terjera, dirinya sudah merasa besar, sedangkan orang tua nya masih mengganggap dia seperti anak kecil.
Kemal begitu ia menyebut namanya, tampak sedang duduk santai di serambi masjid. Santri yang cukup terkenal dengan ulahnya yang usil. Tidak bosan-bosannya ia dipanggil untuk menemui ustadz di riayah. Dengan muka polos tanpa dosa, sembari ia menuju kantor riayah.
Tibanya kemal membawa rompi orange selepas keluar dari riayah. Rompi orange yang kadang dijuluki "narapidana", hanya orang-orang istimewa yang memakai. kemal memakai karena ketauan melanggar peraturan. Tidak hanya memakai rompi, hukuman berat pun juga diberikan.
Sekali dua kali kemal melanggar pelaturan, kemal pun tidak akan jera. Sosok santri yang dibilang belum nalar tetapi ingin keliatan dewasa. Guru dan orang tua pun selalu menasihati, tetapi ia tetap bandel (tak acuh apa yang disampaikan). Menjengkelkan bukan?
Pesan yang terbesit dan menyentuh hati kemal. "jadi anak baik-baik, jangan suka melanggar-melanggar gitu. Abi umi enggak pernah mengajarkan mas kemal buat melanggar peraturan. Pokoknya sekolah yang bener, jangan aneh-aneh", ujar orang tua.
Dibalik kebandelannya dengan muka polos tanpa dosa. Diam-diam Kemal mendaftar untuk mengikuti program takhasus. Hari demi hari, bulan demi bulan, Kemal menjalani program takhasus dengan senang hati.
Hafalannya pun juga semakin bertambah. Bagaimana tidak bangga orang tua yang mempunyai anak seperti Kemal ini. Walaupun kemal bandel, kemal bisa membuat orang tua bangga dengan pencapaian yang sedang dia usahakan.
Sesuatu pencapaian tidak ada yang instan, semua butuh proses. Seperti kata pepatah, "berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian". Jika ingin mendapatkan keberhasilan, harus berani bersusah payah. Usaha tidak akan mengkhianati hasil.
Sebelum mengakhiri perbincangan, ada secercah pesan yang di ucapkan Kemal. Ia menyampaikan bahwa santri bandel itu sebuah kewajaran. Dengan seperti itu bisa punya pengalaman menarik yang bisa diceritakan ke orang lain. Walaupun bandel, setidaknya membanggakan orang tua. Intinya tidak mengecewakan orang tua yang sudah susah payah bekerja demi menyekolahkan kita. Pesan tersebut sangat menyentuh hati saya, teringat saat masih menjadi santri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI