Dalam era globalisasi dan interkoneksi ekonomi saat ini, sengketa bisnis internasional menjadi fenomena yang semakin umum dan kompleks. Bisnis-bisnis internasional berhadapan dengan berbagai tantangan hukum yang melibatkan negara-negara dengan sistem hukum dan regulasi yang berbeda, perbedaan budaya, serta keragaman bahasa. Sengketa semacam ini dapat timbul dari kontrak bisnis yang bermasalah, pelanggaran hak kekayaan intelektual, perselisihan investasi asing, atau masalah-masalah lain yang terkait dengan aktivitas lintas batas. Oleh karena itu, menavigasi sengketa bisnis internasional dengan efektif merupakan keahlian yang sangat penting bagi pelaku bisnis global guna melindungi kepentingan dan reputasi perusahaan serta mencapai penyelesaian yang adil dan efisien.
Arbitrase telah menjadi salah satu mekanisme yang paling diminati dalam menyelesaikan sengketa bisnis internasional. Peran penting arbitrase terletak pada kemampuannya untuk memberikan alternatif yang efisien dan netral dalam menyelesaikan perselisihan antara pelaku bisnis dari berbagai negara dengan sistem hukum yang berbeda. Dalam arbitrase internasional, para pihak yang terlibat dapat menunjuk arbiter yang berpengalaman dan ahli di bidangnya, sehingga dapat dipastikan bahwa kasus akan ditangani oleh individu yang memiliki pemahaman mendalam tentang hukum dan praktik bisnis internasional. Selain itu, sifat rahasia dari proses arbitrase juga menjadi nilai tambah, karena memungkinkan para pihak untuk menjaga kerahasiaan informasi sensitif dan mencegah potensi kerugian reputasi yang bisa timbul dari sengketa yang diproses di pengadilan publik.
Salah satu keunggulan utama arbitrase internasional adalah fleksibilitas dalam memilih hukum yang akan diterapkan dalam penyelesaian sengketa. Para pihak dapat sepakat untuk menggunakan hukum dari negara tertentu atau memilih sistem hukum netral yang diakui secara internasional. Kemampuan ini membantu menciptakan kesetaraan dan keadilan bagi para pihak yang berasal dari berbagai budaya dan sistem hukum yang berbeda. Selain itu, proses arbitrase biasanya lebih cepat dibandingkan litigasi di pengadilan, karena arbiter dapat mengatur jadwal secara lebih fleksibel dan memprioritaskan penyelesaian yang efisien. Keterampilan negosiasi dan kemampuan berbicara bahasa asing juga menjadi nilai tambah bagi para pihak yang terlibat dalam arbitrase internasional, karena mereka dapat berkomunikasi secara efektif dan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
Namun demikian, arbitrase internasional juga tidak luput dari tantangan. Salah satu tantangan utamanya adalah keberatan dengan penegakan putusan arbitrase di negara tertentu. Meskipun hampir seluruh negara telah mengadopsi Konvensi New York tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, implementasi dan penegakan putusan arbitrase tidak selalu berjalan mulus di semua yurisdiksi. Beberapa negara mungkin memiliki hambatan hukum, administratif, atau politik yang menghambat pelaksanaan putusan arbitrase. Selain itu, biaya arbitrase dapat menjadi faktor penting, terutama jika sengketa tersebut melibatkan perusahaan kecil atau menengah yang mungkin memiliki keterbatasan anggaran. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk mengajukan arbitrase internasional, para pihak perlu mempertimbangkan secara cermat aspek-aspek tersebut dan mencari keseimbangan antara keuntungan dan tantangan yang terkait dengan menggunakan arbitrase sebagai mekanisme penyelesaian sengketa bisnis internasional.
Salah satu contoh sengketa bisnis internasional yang diselesaikan melalui arbitrase adalah kasus Chevron Corporation melawan Republik Ecuador. Sengketa ini bermula ketika Chevron dituduh bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di wilayah Amazon oleh Texaco, sebuah perusahaan minyak yang kemudian diakuisisi oleh Chevron. Ecuador menuduh bahwa praktik eksplorasi minyak yang tidak bertanggung jawab oleh Texaco menyebabkan kerusakan lingkungan serius, termasuk kontaminasi air dan tanah serta dampak buruk bagi masyarakat adat. Chevron membantah tudingan tersebut dan menyatakan bahwa mereka telah membersihkan area tersebut sesuai dengan kesepakatan dengan pemerintah Ecuador pada tahun 1998. Ketika sengketa ini mencapai pengadilan di Ecuador, Chevron menuduh bahwa proses pengadilan di negara tersebut tidak adil dan transparan. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk mengajukan arbitrase internasional di bawah hukum internasional dan Perjanjian Investasi Bilateral antara Amerika Serikat dan Ekuador. Kasus ini akhirnya diselesaikan dengan Chevron setuju membayar sekitar 112 juta dolar AS kepada pemerintah Ecuador sebagai ganti rugi untuk proyek-proyek lingkungan.
Selain arbitrase, litigasi adalah cara tradisional untuk menyelesaikan sengketa bisnis internasional. Sengketa bisnis internasional dengan litigasi adalah proses penyelesaian perselisihan antara pihak-pihak yang berasal dari negara yang berbeda melalui pengadilan di negara tertentu. Ketika perusahaan atau individu dari negara yang berbeda terlibat dalam konflik atau pelanggaran kontrak, mereka dapat memilih untuk membawa perselisihan tersebut ke pengadilan negara tempat salah satu pihak berada atau di negara netral yang disepakati bersama. Litigasi melibatkan pengajuan tuntutan, persidangan, dan putusan pengadilan berdasarkan hukum dan yurisdiksi negara tempat persidangan berlangsung. Proses litigasi ini sering kali didasarkan pada hukum nasional negara tempat persidangan dan dapat melibatkan penggunaan penerjemah atau ahli hukum yang mengerti sistem hukum yang berbeda.
Salah satu contoh sengketa bisnis internasional yang diselesaikan melalui litigasi adalah kasus Microsoft melawan Komisi Eropa. Pada tahun 2004, Komisi Eropa menuduh Microsoft melanggar hukum persaingan dengan mengintegrasikan perangkat lunak Windows Media Player ke dalam sistem operasi Windows, yang dianggap menghambat pesaing dalam pasar perangkat lunak multimedia. Microsoft membantah tuduhan tersebut dan berpendapat bahwa integrasi tersebut memberikan manfaat bagi konsumen dan merupakan bagian dari inovasi perusahaan. Perselisihan ini berlanjut selama beberapa tahun dengan Komisi Eropa mengenakan denda sekitar 497 juta euro pada Microsoft. Perusahaan tersebut kemudian mengajukan banding ke Mahkamah Eropa, yang memutuskan untuk membatalkan sebagian besar denda tersebut. Kasus ini menunjukkan kompleksitas dan kontroversi yang terkadang terlibat dalam litigasi sengketa bisnis internasional, terutama ketika melibatkan masalah hukum persaingan.
Keuntungan utama dari litigasi dalam penyelesaian sengketa bisnis internasional adalah kepastian dan penegakan hukum yang kuat. Putusan pengadilan memiliki legitimasi yang tinggi dan diakui oleh hukum nasional negara tempat persidangan. Dalam beberapa kasus, pengadilan juga dapat memberikan hukuman atau denda bagi pihak yang terbukti bersalah, yang bertujuan untuk memulihkan kerugian atau memberikan insentif bagi pihak lain untuk mematuhi hukum. Namun, litigasi juga dapat memiliki beberapa kelemahan, seperti biaya yang tinggi dan proses yang lambat, terutama jika melibatkan berbagai bahasa atau hukum yang kompleks. Selain itu, keputusan pengadilan dapat bervariasi di berbagai yurisdiksi, sehingga ada potensi ketidaksesuaian dalam penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak dari negara yang berbeda. Oleh karena itu, para pihak yang terlibat dalam sengketa bisnis internasional perlu mempertimbangkan secara cermat pendekatan mana yang paling sesuai dengan kasus mereka dan mencari cara-cara inovatif untuk mencapai penyelesaian yang saling menguntungkan dan meminimalkan potensi konflik lebih lanjut.
"Artikel ini sebagai salah satu syarat Tugas II Mata kuliah Hukum Bisnis Internasional dengan Dosen Pengampu: Fadlan Muzakki, S.IP., M.Phil., LLM."
Sumber:
Multazam, M. T. (2006). Arbitrase Sebagai Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.Â
Tampongangoy, G. H. (2015). Arbitrase Merupakan Upaya Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Dagang Internasioanal. Lex Et Societatis, 3(1).Â
Prinanda, D. (2019). Analisis Kekuatan Hukum dan Politik Chevron dalam Kasus Tuduhan Perusakan Lingkungan di Ekuador. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, 15(1), 13–26.Â
Rosita, R. (2017). Alternatif Dalam Penyelesaian Sengketa (Litigasi dan Non Litigasi). Al-Bayyinah, 1(2), 99-113.Â
PONGKAPADANG, OPNIEL HARSANA B. (2016) PENGHAPUSAN MEDIASI DALAM PROSES PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DI PENGADILAN NIAGA. S2 thesis, UAJY.
Kompas. (2008) Komisi Eropa Denda Microsoft 1,4 miliar dolar AS. https://nasional.kompas.com/read/2008/02/28/03352794/komisi.eropa.denda.microsoft.14.miliar.dolar.as?source=autonext
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H