Mohon tunggu...
Salsabila Dwi Septiani
Salsabila Dwi Septiani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Teknologi Sains Data Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin Universitas Airlangga

Saya sangat tertarik dengan hal yang berbau Teknologi dan Data Science

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memang Salah Ya Jadi People Pleaser?

16 Juni 2022   00:14 Diperbarui: 16 Juni 2022   00:33 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Artikel ini mengandung pengalaman pribadi yang cukup panjang. 

Istilah people-pleaser sudah booming sejak 2019 yang lalu. Siapa yang tidak mengenal "si paling baik",  "si paling gak enakan", "si paling bisa", ataupun "si paling ayo". Orang-orang yang memiliki sifat itu biasanya memiliki banyak teman. Tetapi kebanyakan teman tersebut hanya memanfaatkan kebaikan itu. 

"People pleaser selalu berusaha menyenangkan hati orang lain, kalau gak ngebantuin itu rasanya gak enak, dan merasa takut jika ditolak," kata Irma Afriyanti Bakhtiary, M.Psi., Psikolog Klinis di PION Clinician saat dihubungi PARAPUAN, Kamis (25/11/2021).

Menjadi seorang people-pleaser sudah seperti keseharianku. Mengapa? Karena sejak kecil, aku dididik oleh orang tua untuk selalu menolong sesama teman dan jangan pernah menolak ataupun membantah perkataan orang yang lebih tua dari diriku. 

Aku merupakan anak kedua dari empat bersaudara. 9 tahun sebelum adikku lahir, aku terbiasa menjadi adik kecil yang mendengarkan dan menirukan segala perlakuan kakakku. Aku terbiasa untuk tidak berkata "tidak" kepada orang tua dan kakakku.

Memang itu hal wajar dan bahkan wajib dilakukan untuk setiap anak. Akan tetapi, hal itu membawaku ke kehidupan sehari-hari. Tidak hanya kepada orang yang lebih tua, aku juga cenderung berkata "ya" kepada siapa pun meminta bantuanku. Kepada guru, teman, sahabat, dan orang lain yang aku temui di jalan. Yang ada di pikiranku saat itu hanya membantu atau menolong orang sama dengan jasa yang mulia. 

Menjadi seorang yang "baik" sudah menjadi identitasku, aku takut jika aku menolak pertolongan mereka maka aku tidak memiliki teman. Aku tidak ingin orang lain marah atau benci kepadaku, jika mereka marah aku akan berusaha keras untuk membujuk mereka agar memaafkanku. 

Oleh karena itu, aku menjadi salah satu orang yang  mudah memaafkan jika orang lain sengaja atau tidak sengaja berbuat jahat kepadaku. Aku juga akan memberi tahu orang-orang "tidak apa-apa" dan menghibur mereka setelah mereka menyakitiku, meskipun sebenarnya tidak. 

Se-takut itu aku untuk dijauhi orang lain, meskipun hal tersebut tidak terlalu penting. Aku merasa memiliki bertanggung jawab atas perasaan orang lain, dan akan melakukan apa saja untuk tidak menimbulkan rasa sakit bahkan jika itu berarti tidak membela diri sendiri. Aku juga memiliki sejarah menjadi "baik" untuk menghindari bahaya, dan ini telah menjadi keterampilan bertahan hidupku. 

Menolong sesama manusia merupakan hal yang baik. Tetapi, seperti kata pepatah sesuatu yang berlebihan menjadi tidak baik. Aku sendiri sering berdebat dengan diriku sendiri. Dan tanpa sadar, sisi diriku yang selalu ingin menolong akan sering menang daripada sisi diriku yang lelah dan menginginkan istirahat. 

3 Alasan Mengapa Kamu Terus Kembali ke People-Pleasing

  1. People-Pleasing adalah mekanisme koping

Ketika kita mencoba untuk mengganti kebiasaan buruk, penting untuk memahami mengapa kita memulai perilaku yang tidak diinginkan itu. Aku sering menemukan bahwa kebiasaan "buruk" yang dengan putus asa kita coba hentikan adalah memenuhi kebutuhan kita. 

Hanya ketika kita menemukan kebutuhan yang terpenuhi dan kita memilih kebiasaan yang lebih sehat untuk menggantikannya, untuk memenuhi kebutuhan yang sama kita dapat membuat perubahan yang dapat bertahan lama.

  1. People-Pleasing telah menjadi sifat pertamamu

Sebagian besar dari kita telah berjuang dengan menyenangkan orang untuk waktu yang lama. Kita tidak ingat bagaimana rasanya tidak menyenangkan orang. Kita memiliki orang yang senang secara konsisten sehingga itu adalah perilaku otomatis kita. Sekarang kita perlu melatih kesadaran untuk menciptakan ruang mental di mana kita dapat memutuskan bagaimana kita ingin bertindak, alih-alih bertindak secara otomatis.

  1. Terputus dari diri kamu yang sebenarnya

Menyenangkan orang menyebabkan kita mengabaikan diri kita yang sebenarnya dengan mengabaikan kebutuhan, perasaan, keinginan, dan naluri kita. Seiring waktu kita tidak bisa lagi mengatakan apa yang kita butuhkan, rasakan, inginkan, atau apa naluri itu. Ini membuat sulit untuk menghentikan kesenangan orang karena kita tidak tahu bagaimana harus bertindak tanpanya lagi.

Trying to fix what you didn't break at the expense of your own needs and wellbeing is codependency. - Brittany Days

Menjadi People Pleaser memang ada baiknya, namun jika berlebihan hingga melupakan kebahagiaan diri sendiri maka akan menjadi sesuatu yang buruk dan merugikan. Sangat sulit untuk melepaskan sifat people pleaser ini. Oleh karena itu buat siapa pun yang merasa dirinya menjadi people pleaser sama sepertiku, 

ayo mulai dengan hal-hal kecil. Selalu tanyakan pada diri sendiri apakah ini yang ingin dilakukan atau apa yang seseorang/mereka ingin aku lakukan? Lakukan jika itu yang ingin kamu lakukan. Maka kebiasaan akan menjadi karakter. Sayangi dirimu sendiri terlebih dahulu ^^ 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun