Menurut BPS, angka pernikahan pada 2023 menurun 128.093 atau 7,51% dibandingkan tahun 2022. Adapun angka pernikahan pada tahun 2023 sebanyak 1.577.255 sedangkan tahun 2022 sebanyak 1.705.348 yang membuat angka ini menjadi angka terendah selama satu dekade terakhir. Dalam 10 tahun terakhir ini, Indonesia mengalami penurunan angka pernikahan yang signifikan, hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sosial, ekonomi dan budaya. Adapun stigma yang mulai beredar menambah kekhawatiran orang terkait pernikahan itu.Â
Salah satu stigma yang sedang ramai dibicarakan yakni 'Married is Scary’. Trend ini beredar di berbagai platform media sosial, khususnya platform berbagi video pendek seperti TikTok. Stigma ‘Married is Scary’ atau anggapan bahwa pernikahan merupakan hal yang menakutkan dapat memberikan dampak yang cukup besar terhadap penurunan angka pernikahan. Mengapa demikian? Trend ini secara tidak langsung mempengaruhi pola pikir dan membuat orang-orang misalnya yang belum menikah menjadi takut dengan banyaknya keburukan yang akan terjadi jika mereka menikah. Berikut ini merupakan beberapa pengaruh utama dari stigma tersebut:Â
Ketakutan Akan Tanggung Jawab dan Komitmen Jangka Panjang
Pernikahan sering kali dianggap sebagai komitmen yang sangat besar, baik dari segi emosional, sosial maupun finansial. Banyak yang beranggapan bahwa pernikahan merenggut kebebasan mereka, kesulitan mengelola konflik yang akan muncul berkepanjangan, bahkan tekanan sosial yang akan muncul. Hal ini membuat kebanyakan orang menunda ataupun memilih untuk tidak menikah.Â
Kekhawatiran Mengenai Perceraian
Stigma ini diperkuat dengan meningkatnya perceraian yang terjadi di suatu negara. Orang banyak yang skeptis dan takut pernikahan mereka berujung dengan perceraian. Banyak anggapan bahwa ‘menikah dengan orang yang tidak tepat itu sengsara’ atau ‘seumur hidup itu terlalu lama, apalagi dengan orang yang salah sungguh menyiksa’. Beberapa orang juga beranggapan bahwa pernikahan menjadi hal yang menakutkan karena pernikahan tidak selalu memberikan kebahagiaan jangka panjang.Â
Perubahan Nilai-Nilai Sosial
Masyarakat jaman sekarang semakin menghargai kebebasan pribadi, pendidikan, karier, dan pencapaian individu. Banyak orang lebih memilih menunda pernikahan atau bahkan memilih untuk tidak menikah demi fokus pada aspek lain dalam hidup, seperti karier atau pengembangan diri. Adapun anggapan lain seperti ‘kalau saya menikah saya takut suami saya melarang saya bekerja, saya tidak mau hanya dirumah’. Hal ini juga bersamaan dengan naiknya feminisme dimana wanita pun dapat berkarir dan menikah hanya menambah beban pikiran mereka. Sehingga pernikahan bukanlah menjadi garis finish lagi untuk orang-orang dalam kehidupan ini.
Biaya Pernikahan dan Kehidupan Rumah Tangga
Persoalan finansial menjadi hal yang sering di garis bawahi dalam stigma ‘Married is Scary’ ini. Biaya pernikahan yang tinggi dan kekhawatiran tentang kestabilan keuangan setelah menikah sering kali menjadi pertimbangan besar, terutama bagi generasi muda yang berjuang dengan ketidakpastian ekonomi. Biaya perumahan, pendidikan anak, dan gaya hidup keluarga yang semakin meningkat menciptakan tekanan yang lebih besar dan memperkuat ketakutan akan pernikahan. Kesenjangan antara Pasangan seringkali menjadi masalah dalam rumah tangga, contohnya suaminya di PHK dan Istrinya yang hanya bekerja pasti akan menimbulkan pertikaian akan pergantian peran dalam keluarga. Banyak kasus KDRT akibat masalah ekonomi keluarga, perselisihan dan masalah lainnya membuat pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang mengerikan.Â
Representasi Pernikahan di Media
Seperti yang kita ketahui media sosial menjadi jembatan informasi yang sangat cepat. Berita atau anggapan dapat diceritakan kapan saja dan dimana saja. Seringkali kita temui di media menggambarkan pernikahan dengan sorotan pada sisi negatifnya, seperti konflik, perselingkuhan, atau perceraian. Gambaran seperti ini bisa memperburuk stigma tentang pernikahan, membuatnya terlihat sebagai hubungan yang sulit dan penuh risiko. Hal ini dapat mempengaruhi pandangan generasi muda tentang pernikahan.
Prioritas Kehidupan yang BerbedaÂ
Banyak orang saat ini memiliki prioritas hidup yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Karier, pendidikan, kebebasan pribadi, ingin membahagiakan orangtua, mengimpikan sesuatu hal dan pengalaman hidup seperti perjalanan atau hobi sering kali menjadi prioritas dibandingkan membangun keluarga. Beberapa orang percaya bahwa pernikahan dapat membatasi pencapaian-pencapaian ini sehingga membuat banyak orang ragu untuk melangkah ke jenjang pernikahan.
Stigma ‘Married is Scary’ memiliki pengaruh nyata terhadap penurunan angka pernikahan. Ketakutan terhadap komitmen, perceraian, tanggung jawab finansial, serta perubahan nilai-nilai sosial dan prioritas individu membuat banyak orang menunda atau bahkan memilih untuk tidak menikah. Stigma ini dapat menjadi salah satu faktor menurunnya angka pernikahan karena bagi kebanyakan orang pernikahan tidak lagi menjadi tujuan hidup utama bagi semua orang.Â
Berdasarkan fakta yang telah dipaparkan, saya berpendapat bahwa pernikahan memang menjadi suatu hal yang menakutkan, banyak pertimbangan matang yang perlu diperhatikan, mulai dari finansial, mental, kesiapan, calonnya, bahkan cara pengelolaan konflik yang mungkin muncul. Akan tetapi, faktor yang membuat pernikahan langgeng adalah komunikasi. Menurut saya, komunikasi merupakan kunci paling penting dalam membina suatu hubungan. Dengan komunikasi yang baik, diharapkan pesan yang ingin disampaikan kedua belah pihak dapat dipahami sehingga meminimalkan konflik atau kesalahpahaman yang mungkin terjadi. Dengan komunikasi yang baik juga kita dapat memilah orang-orang yang pantas dijadikan sebagai pasangan hidup kita nantinya, karena pernikahan merupakan kerjasama tim dimana saling melengkapi kekurangan dan kelebihan pasangannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H