Mohon tunggu...
Salsabila Rahmanita Mashuri
Salsabila Rahmanita Mashuri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1-Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga

Adolescere

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Dunia dalam Dunia: Metaverse, Siapkah Indonesia Menerimanya?

11 Januari 2022   11:33 Diperbarui: 11 Januari 2022   11:41 1939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teknologi dibuat untuk memudahkan segala aktivitas manusia. Teknologi akan terus berkembang tanpa henti. Metaverse salah satunya, sebuah teknologi yang tengah digembor-gemborkan oleh pendiri facebook, yaitu Mark Zuckeberg. 

Metaverse merupakan evolusi berikutnya dari teknologi yang sudah ada saat ini. Metaverse merupakan sebuah ekosistem hasil gabungan dari virtual reality, augmented reality, dan aritificial intelligence. 

Metaverse menawarkan dunia baru yang sangat menarik, yaitu dunia virtual dengan lebih nyata yang dapat disebut juga sebagai masa depan bagi internet.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammet Damar (2021), menyatakan bahwa konsep dasar yang digunakan pada metaverse bukanlah hal yang pertama kali muncul, melainkan sudah ada dalam novel fiksi ilmiah pada tahun 1992 karya Neal Stephenson yang berjudul Snow Crash. 

Dalam novel ini, penulis menggambarkan metaverse sebagai dunia virtual bersama yang menggabungkan virtual reality, augmented reality, dan internet. Selain itu, metaverse juga sudah digambarkan dalam beberapa game seperti "Roblox" dan film "Ready Player One" pada tahun 2018.

Dalam dunia metaverse, kita dapat melakukan apapun, kapanpun, dan dimanapun sesuai dengan keinginan kita. Seperti tidak ada batasan bagi kita untuk mengekspresikan diri. 

Hal ini tentunya akan sangat membantu kita dalam segala bidang kehidupan, seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, olahraga, politik, hingga hiburan.

Semua keunggulan tersebut membuat banyak perusahaan teknologi turut serta mulai membangun metaverse. Termasuk WIR Group, perusahaan teknologi asal Indonesia yang memiliki pengalaman dalam dunia augmented reality. Saat ini WIR Group tengah fokus membangun metaverse mewakili Indonesia.

Namun, dari sekian banyak keuntungan yang ditawarkan oleh metaverse, setelah dianalisis terdapat juga sekian hambatan dan risiko tengah menanti. Perangkat yang tidak murah membuat beberapa kelompok masyarakat tidak dapat memilikinya sehingga dapat memperbesar terjadinya ketimpangan. 

Kebebasan yang ditawarkan oleh metaverse juga dapat menjadi boomerang kepada penggunanya. Pasalnya jika sistem keamanan yang dibangun kurang kuat maka berbagai macam kejahatan yang dilakukan di dunia nyata juga semakin mudah dilakukan di dunia virtual dan dapat menyerang siapapun, kapanpun, dan dimanapun. 

Menurut Fani Fadilah dalam kompasiana.com, Sabtu (4/9/2021) menyatakan bahwa dapat diperkirakan dalam jangka panjang device metaverse akan kian menurun sebagaimana dulu android adalah hal yang hanya dimiliki oleh pemegang otoritas dan kekuasaan dunia ekonomi. Namun, saat ini android menjadi hal yang murah dan menjadi salahsatu kebutuhan primer oleh sebagian besar masyarakat di dunia.

Lalu, apakah Indonesia siap menerima perubahan tersebut?

Metaverse akan menjadi tantangan baru bagi Indonesia sebab akan dibutuhkan banyak persiapan untuk melaksanakan hal ini. "Ini menjadi tantangan serius, apakah negara punya cukup regulasi untuk mengatur metaverse nantinya. Karena ini kan seperti tanah wilayah tapi di wilayah siber. 

Bagaimana regulasinya, apakah kita siap atau tidak, masih ada waktu 1-2 tahun untuk negara siap menghadapi ini," ujar Pratama pada CNNIndonesia.com, Kamis (16/12/2021).

"Metaverse akan datang bersamaan dengan 5G yang semakin masif. Jelas metaverse membutuhkan lebih banyak data dan kecepatan dari 5G akan sangat menunjang. Jadi ini akan sangat banyak sekali hal baru. Termasuk transaksi di metaverse bagaimana teknisnya dan bagaimana skema pajaknya. Jangan sampai kita kesulitan seperti saat ini menarik pajak dari Google dan FB " imbuhnya.

Pratama juga menjelaskan bahwa sejumlah otoritas pemerintah seperti dalam bidang keuangan, bidang pertahanan dan keamanan akan memiliki tugas tambahan untuk menghadapi tantangan tersebut. 

Jika negara ini tidak siap menerima hal baru tersebut, maka kemungkinan masyarakat akan menerima dan mempelajari ini secara otodidak tanpa bekal apapun.

 Justru hal ini akan menjadi lebih berbahaya karena banyak kemungkinan kejahatan akan terjadi dengan mudah di sana dan tentunya negara akan semakin sulit dalam melakukan pengawasan dan perlindungan warganya apabila menjadi korbannya.

 Oleh karena itu, kita semua sebagai warga dunia harus bijak dalam menggunakan teknologi baru ini agar lebih banyak manfaat yang dirasakan daripada kerugian dan bahaya yang tengah mengintai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun