Melihat ekspresi wajah Elang, Lintang menghentikan kegiatannya yang hendak mengeluarkan laptop dari tasnya. Ia menghela napas pelan, lantas memilih duduk di kursinya dengan gerakan tenang.
“Akan lebih baik jika kamu duduk terlebih dulu. Penjaga sekolah masih suka berkeliling, jika beliau melihat kita bicara dengan posisi seperti ini, beliau mungkin salah paham,” ujar Lintang seraya tersenyum tipis.
Elang menghela napas kasar, samar-samar terlihat raut jengkel di wajahnya. Namun ia tak mempersulit apapun, memilih duduk seperti apa yang Lintang minta.
“Jadi keperluan apa yang membawamu datang menemui saya sepagi ini Elang?” tanya Lintang dengan raut serius, namun senyum tipis belum menghilang dari wajahnya.
“Soal ‘kesepakatan menguntungkan’ yang Bapak bahas kemarin. Apa saya bisa melakukan negosiasi?”
“Sebutkan penawaranmu,” titah Lintang.
“Selain surat rekomendasi guru, saya membutuhkan satu hal lagi,” Elang menyahut, membuat lawan bicaranya itu mengerutkan dahi dengan raut bingung.
“Apa itu?” tanya Lintang.
“Surat rekomendasi kepala sekolah. Jika saya bisa mendapatkannya, saya akan melakukan lebih dari yang Bapak minta kemarin.”
“Seperti?”
Elang mengambil napas panjang sebelum menjelaskan, “Soal nilainya, saya tidak memiliki banyak waktu untuk membantunya memperbaiki semuanya. Tapi tugas-tugas yang harus Dirga kerjakan, saya menjamin bahwa dia akan berusaha keras melakukan yang terbaik.” Elang mengucapkan kalimatnya itu dengan penuh keyakinan.