Mr. Syafruddin Prawiranegara adalah seorang tokoh pahlawan nasional yang turut memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Beliau pernah menjabat sebagai menteri Indonesia, gubernur pertama Bank Indonesia, wakil perdana menteri dan pernah menjabat sebagai pemimpin pemerintahan. Perannya dalam PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) berhasil menjadi satu kekuatan besar untuk menyambung nafas Indonesia meraih kemerdekaan. Â
Banyak yang tidak tahu kalau Mr. Syafruddin Prawiranegara pernah menjabat sebagai kepala pemerintahan Indonesia. Banyak juga yang tidak tahu kisah dibalik penetapan tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela Negara. Peristiwa apa yang melatarbelakangi penetapan Hari Bela Negara tersebut dan apa teladan yang dapat diambil?
Sebelum mengambil teladan dari seseorang, kita harus terlebih dahulu mengenal dan mengerti alasan kenapa kita harus meneladani orang tersebut. Ketokohan Mr.Syafruddin bisa dirunut dari posisinya sebagai gubernur pertama dalam sejarah Bank Indonesia. Lebih dari itu, dapat dilihat jasanya sebelumnya dalam memimpin PDRI yang mampu menyelamatkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Lahir dengan nama Sjafruddin Prawiranegara pada 28 Februari 1911, beliau menempuh pendidikan ELS tahun 1925, dilanjutkan ke MULO pada tahun 1928, dan AMS di Bandung pada tahun 1931. Mengikuti bidang ayahnya, pada tahun 1939 Mr.Syafruddin berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (setara dengan Magister Hukum) di Rechtachoogeschool atau Sekolah Tinggi Hukum (sekarang Fakultas Hukum Universtitas Indonesia).
Sejumlah sejarawan menyebut beliau sebagai "presiden yang terlupakan". Tentu ada alasan dibalik sebutan itu. Terbentuk setelah adanya Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948, PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) memiliki peranan penting dalam era perjuangan kemerdekaan. PDRI dipimpin oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara pada periode 22 Desember 1948 -- 13 Juli 1949.
Agresi Militer Belanda II merupakan peristiwa penyerbuan secara militer yang dilakukan oleh pasukan militer Belanda terhadap wilayah Republik Indonesia dan Ibu Kota Yogyakarta. Setelah Ibu Kota Yogyakarta diambil alih oleh Belanda, di saat yang bersamaan para pemimpin negara dan pemimpin pemerintahan saat itu, Sukarno, Moh. Hatta, Sutan Syahrir, serta Agus Salim ditangkap dan diasingkan oleh Belanda ke Bangka. Â Mendengar kabar tersebut, pada tanggal 19 Desember, Syafruddin Prawiranegara bersama Kol. Hidayat, panglima tentara dan teritorium Sumatera segera mengunjungi Teuku Mohammad Hasan untuk berunding. 22 Desember 1948 terbentuklah PDRI atau Kabinet Darurat di perkebunan teh, selatan Kota Payakumbuh.
Di Yogyakarta, sebelum Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M.Hatta yang ditangkap Belanda, bersama dengan kabinet pemerintahan berdaulat saat itu, Kabinet Hatta I melakukan rapat kilat memutuskan mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara berisikan mandat membentuk Pemerintahan Republik Darurat di Sumatera. Mandat tersebut dikeluarkan karena Pemerintahan Indonesia semakin didesak Belanda hingga mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsinya. Namun ternyata, Mr.Syafruddin tidak pernah menerima kawat tersebut dan baru mengethuinya beberapa bulan kemudian. Sulit dibayangkan jika Mr.Syafruddin tidak berinisiatif mendirikan PDRI, dan tidak berjuang mempertahankan eksistensi Negara Republik Indonesia di mata dunia saat itu.
Menjadi musuh nomor satu Belanda saat itu, tokoh PDRI harus bergerak sambil menyamar, menghindar, dan menyelamatkan diri dari kejaran dan serangan Belanda sampai harus keluar masuk hutan. Karena itu, lewat siaran radio, PDRI diejek menjadi Pemerintah Dalam Rimba Indonesia. Mr. Syafruddin tak tinggal diam, ia membalas Belanda,
"Kami meski dalam rimba, kami masih tetap di wilayah RI, karena itu kami adalah pemerintah yang sah. Tapi, Belanda waktu negerinya diduduki Jerman, pemerintahnya mengungsi ke Inggris. Padahal, menurut UUD-nya sendiri kedudukan pemerintah harus di wilayah kekuasaannya. Apakah Inggris jadi wilayah kekuasaan Belanda? Yang jelas, Pemerintah Belanda tidak sah!".Â
PDRI juga melakukan perlawanan pertama di beberapa daerah oleh Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) di Jawa, Sumatera, dan daerah lain. PDRI berhasil menjadi pusat komunikasi Indonesia dan luar negeri dengan mewakili Pemerintah Indonesia di pertemuan PBB, yang mana jika saat itu Indonesia tidak menghadirinya, eksistensi Indonesia bisa berakhir dan posisi legal perwakilan RI di PBB bisa dipertanyakan.
Berkat peran PDRI di PBB, pada pertengahan tahun 1949 Belanda terdesar karena dunia mengecam agresi militernya. Belanda memilih berunding dengan Sukarno-Hatta yang saat itu berstatus tawanan, dan disetujui oleh pemimpim pemerintah saat itu yaitu Mr.Syafruddin. Lalu dihasilkanlah Perjanjian Roem-Royen. Selesai perjanjian, Muh Natsir meminta Mr.Syafruddin untuk ke Jakarta menyelesaikan dualisme pemerintahan RI, yaitu Kabinet Hatta I dan Kabinet Darurat.
13 Juli 1949, dilakukan sidang PDRI dan Kabinet Hatta I, Mr.Syafruddin dengan ikhlas mengembalikan mandat PDRI kepada Soekarno-Hatta di Yogyakarta. Penyerahan ini dilematis karena sejarah mencatat mandat yang dikirim melalui kawat tersebut tidak pernah sampai kepadanya. Beliau merasa sudah saatnya pemerintah berdaulat kembali memimpin Indonesia. Ia tidak pernah mempersoalkan tentang dirinya sebagai Ketua ataupun Presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Baginya PDRI telah berkontribusi, berjuang dan berkorban bagi bangsa ini. Juga Mr.Syafruddin tidak pernah takut pada hidup, berapapun besar tantangan dan godaan itu.
Pernah dipecat dari salah satu jabatannya setelah dituding menjadi penanggungjawab pemberontakan walau ternyata terbukti tidak salah, Mr.Syafruddin diberi gelar Pahlawan Nasional atas jasanya dalam mempertahankan eksistensi NKRI pada 7 November 2011. Banyak teladan dan nilai-nilai yang dapat diambil dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kita dari kisah hidup beliau:
- Belajar setinggi-tingginya untuk menggapai cita-cita.
- Mulititalenta, kritis, tegas, terbuka, berwawasan luas, dan pandai mengambil keputusan.
- Berperan aktif dalam organisasi dan kegiatan bela negara.
- Mengutamakan musyawarah bersama.
- Pantang menyerah dalam memperjuangkan sesuatu yang baik.
- Berintegritas dan rela berkorban demi bangsa dan negara.
- Niat baik, jujur, dan ikhlas.
- Menghormati dan menjaga semangat perjuangan yang telah dilakukan oleh para pejuang.
Ada banyak pahlawan-pahlawan nasional Indonesia dari era perjuangan kemerdekaan hingga masa reformasi. Banyak pula perjuangan-perjuangan yang telah diberikan kepada bangsa ini. Banyak hal yang sudah dilalui bangsa Indonesia, kian banyak pula teladan yang dapat kita ambil dan jadikan inspirasi hidup. Bersama kita mewujudkan cita-cita para pejuang bangsa. Saatnya bangkit dari keterpurukan, bangkit dari segala halangan yang menghadang. Jadilah pahlawan bagi diri sendiri, orang di sekitar, serta bangsa dan negara. Kita jaga keutuhan negara kita. Kita majukan negara kita. Di masa kini hingga masa yang akan datang.
Tulisan ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bela Negara,
Nama              : Salsabila Nurul Izzah
NPT Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : 21.21.0030
Prodi              : Klimatologi
Dosen Pengampu     : Fendy Arifianto, M.Si.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H