Etika hanya memikirkan kepentingan umum dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat untuk menegakkan keadilan. Dalam menjalankan tugas dan kekuasaannya, MK diselenggarakan oleh Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh presiden. Untuk menjadi hakim konstitusi, seorang politikus harus jujur, memahami konstitusi, dan tidak berperilaku tercela. Menyadari hal tersebut, akan adanya pembatasan terhadap perilaku hakim sebagaimana diatur dalam Kode Etik untuk mencegah terjadinya pelanggaran yang dapat mempengaruhi kredibilitas dan integritas Mahkamah Konstitusi sebagai benteng terakhir penegakan hukum dan keadilan di Indonesia dalam memantau pelaksanaan dan pengelolaannya.
Oleh karena itu, Untuk mengantisipasi terjadinya hal tersebut alangkah baiknya dilakukan perbaikan manajemen etika diperlukan untuk memperkuat penegakan kode etik dan pemantauan perilaku hakim serta memulihkan kepercayaan masyarakat. Hal ini dapat dicapai melalui dua pendekatan yaitu pendekatan integratif dan pendekatan kepatuhan (Lawton, 2013). Pendekatan integratif didasarkan pada kebajikan atau sifat dalam etika organisasi. Pendekatan ini bertujuan untuk menumbuhkan komitmen anggota organisasi untuk menginternalisasikan nilai-nilai atau moral organisasi dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai inti dan aspirasi etika.
Untuk mendorong perilaku etis di kalangan karyawan, hal ini dilakukan melalui alat pengendalian internal seperti Penguatan melalui pelatihan mengenai dilema etika, pertukaran informasi dan pengalaman, dan menawarkan penghargaan atas perilaku yang patut dicontoh. Saat ini, dasar dari Pendekatan Kepatuhan terhadap Manajemen Etika adalah untuk mencegah perilaku tidak etis dengan mengidentifikasi pelanggaran integritas dan memberikan sanksi kepada karyawan yang melanggar hukum, aturan organisasi, dan standar. Dalam hal ini, dengan memberikan landasan hukum yang jelas bagi penerapan pengendalian internal berupa Dewan Etik dan MKMK, pengelolaan etika dapat dioptimalkan dengan menggunakan kedua pendekatan tersebut.
Para penegak hukum harus senantiasa menjaga harkat dan martabat diri sebagai hakim dan menjunjung tinggi kode etik sebagai landasan utama penegakan keadilan. Oleh karna itu, Mahkamah Konstitusi melakukan pembentukan badan pengawas internal yang bersifat permanen untuk menjamin kewenangan yang lebih luas untuk mengubah putusan kontroversial tersebut.
Hal ini akan memaksimalkan penegakan Kode Etik dan pengawasan perilaku hakim. Lembaga pengawas internal harus lebih proaktif dalam mencegah pelanggaran Kode Etik dengan melakukan investigasi rutin untuk memastikan kepatuhan terhadap Kode Etik dan menerapkan sanksi yang lebih keras. Sebagai alternatif, pemulihan peran Komisi Yudisial (KY) sebagai badan pengawas eksternal Mahkamah Konstitusi sedang dipertimbangkan, dengan harapan dapat memperbaiki kelemahan pengendalian internal seperti evaluasi yang kurang obyektif dan sangat diperlukan juga perbaikan manajemen etika agar penegakan kode etik dan pengawasan terhadap perilaku hakim dapat lebih optimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H