Oleh Salsabila-Mahasiswi Magister Teknologi Pangan IPB-
Kasus stunting menjadi salah satu kasus urgenitas dikalangan ibu dan bayi masa ini. Perkembangan kasus stunting menurun seiring dengan berjalannya waktu namun belum sesuai dengan standar WHO (World Health Organization). Pada Hari Kesehatan Nasional ke-55, Menteri Kesehatan menyampaikan bahwa kasus stunting pada balita masih menjadi masalah kesehatan yang perlu diwaspadai di Indonesia.Â
WHO menyatakan bahwa Indonesia masuk urutan ketiga dalam masalah stunting yaitu sebesar 27,67% sedangkan standar yang WHO tetapkan adalah dibawah 20%. Â Menciptakan bangsa yang unggul menjadi harapan besar Presiden Joko Widodo, poin yang mendapat penekanan adalah masalah kesehatan anak bangsa.Â
Kementerian Kesehatan, Eni Gustina menegaskan, stunting menjadi prioritas di bidang kesehatan karena menyangkut produktivitas bangsa ke depannya.  Eni menegaskan, stunting harus segera di atasi. Apalagi, pada 2030 Indonesia akan menghadapi bonus demografi. Jika anak-anak Indonesia semakin banyak yang terlahir stunting, maka Indonesia tidak bisa menggunakan kesempatan bonus demografi ini untuk mengejar ketertinggalan di segala aspek. Karenanya kita harapkan agar anak-anak tumbuh berkualitas. Â
Masalah kurang gizi dan stunting merupakan dua masalah yang saling berhubungan. Stunting pada anak merupakan dampak dari defisiensi nutrien selama seribu hari pertama kehidupan. Dikarenakan perkembangan dan pertumbuhan bayi dimulai sejak 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) mulai saat dikandungan (270 hari) hingga bayi 2 tahun (730 hari).Â
Hal ini menimbulkan gangguan perkembangan fisik anak yang irreversible, sehingga menyebabkan penurunan kemampuan kognitif dan motorik serta penurunan performa kerja. Anak stunting memiliki rerata skor Intelligence Quotient (IQ) sebelas poin lebih rendah dibandingkan rerata skor IQ pada anak normal. Gangguan tumbuh kembang pada anak akibat kekurangan gizi bila tidak mendapatkan intervensi sejak dini akan berlanjut hingga dewasa.Â
Maka dari itu stunting  menjadi ancaman besar bagi bonus demografi mendatang kalau tidak segera ditekan. Saat ini Indonesia telah memiliki UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, undang-undang ini menjamin atas hak-haknya untuk hidup hidup dan berkembang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Serta merupakan bagian dari upaya pemerintah memberikan perlindungan kepada anak.
Stunting atau gagal tumbuh merupakan kondisi yang menggambarkan status gizi kurang dan dapat menyebabkan sifat kronis pada pertumbuhan dan perkembangan anak sejak awal masa kehidupan.Â
Stunting merupakan kondisi yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi seimbang pada periode emas, bukan disebabkan oleh kelainan hormon pertumbuhan maupun penyakit tertentu. Stunting mulai terlihat saat balita berumur 2 tahun, faktor yang mempengaruhi stunting antara lain kemiskinan/ekonomi, sosial, pendidikan dan pengetahuan gizi yang rendah, lingkungan dan sanitasi yang rendah. Â
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN STUNTING
Di tahun 2019 angka prevalensi stunting nasional turun menjadi 27,67%. Meski terlihat ada penurunan angka prevelensi, tetapi stunting dinilai masih menjadi permasalahan serius di Indonesia karena angka prevalensi masih di atas 20%. Hal ini dikatakan oleh Menteri Kesehatan periode lalu, dan menitipkan pekerjaan berat kepada menteri yang sekarang untuk terus menurunkan angka stunting menjadi 20% atas anjuran WHO (Teja, 2019).Â
Pengetahuan gizi dan kesehatan diperlukan untuk ibu hamil dan pasca melahirkan dalam memenuhi asupan gizi yang cukup dan bervariasi. Kasus stunting merupakan kasus multidimensi yang tidak hanya terjadi pada anak dari keluarga miskin, tetapi juga ada keluarga yang berada di atas 40% tingkat kesejahteraannya.Â
Hal ini diperkuat oleh penelitian Rahma yang berkesimpulan bahwa ibu muda yang balitanya mengalami stunting memiliki pengetahuan yang rendah tentang gizi (Rahma, 2016). Keterbatasan pengetahuan ibu akan beresiko pada kesehatan dan pertumbuhan anak, baik dalam kandungan dan perkembangannya. Â
Pencegahan bayi stunting untuk calon ibu prekonsepsi dan ibu hamil dapat dimulai dari membaca dan mempelajari akan pengetahuan gizi dan kesehatan 1000 HPK, mengonsumsi pangan bergizi dan bervariasi, menjaga kesehatan, mengikuti penyuluhan ibu hamil yang diadakan pemerintah. Penyuluhan ini dapat memberikan nasihat, perhatian dan mendiskusikan pengetahuan serta solusi terhadap permasalahan stunting dan akses pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Aridiyah, Farah O, Ninna R, Mury. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, Vol. 3, No. 1, 2015.
Kusumawati E, Setiyowati R, Hesti PS. 2015. Model Pengendalian Faktor Risiko Stunting Pada Anak Usia di Bawah Tiga Tahun. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 9, No. 3, hal. 249-256, 2015.
Rahma, Amelinda C, dan Siti R N. 2016. Perbedaan Sosial Ekonomi dan Pengetahuan Gizi Ibu Balita Gizi Kurang dan Gizi Normal. Media Gizi Indonesia, Vol. 11, No. 1, hal. 55–60, 2016.
Sekretariat Wakil Presiden Indonesia. 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Ringkasan. Jakarta : Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Teja M. 2019. Stunting Balita Indonesia Dan Penanggulangannya. Info Singkat, Vol XI, No. 22, hal. 13-18, 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H