Mohon tunggu...
Salsabila Jayanti
Salsabila Jayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Salsabila Jayanti Putri NIM : 33222010006 UNIVERSITAS MERCU BUANA Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik Dosen : Prof Dr Apollo M.si AK

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis - Diskursus Edwin Sutherland dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

14 Desember 2023   18:09 Diperbarui: 14 Desember 2023   19:12 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

    Peningkatan kesadaran dan akses informasi yang semakin meluas di era globalisasi membuka peluang baru dalam upaya memerangi korupsi di Indonesia. Masyarakat yang lebih terinformasi memiliki kemampuan untuk mengawasi dan mengevaluasi tindakan pemerintah serta institusi bisnis dengan lebih cermat. Melalui media sosial dan teknologi informasi, informasi dapat dengan cepat disebarkan, dan transparansi menjadi lebih mungkin. Peningkatan kesadaran ini juga menciptakan tekanan moral pada pemerintah dan lembaga bisnis untuk beroperasi dengan lebih terbuka dan bertanggung jawab.

    Namun, tantangan yang dihadapi dalam memanfaatkan potensi kesadaran dan akses informasi ini di Indonesia tetap besar. Kompleksitas struktur sosial dan politik di dalam negara menciptakan rintangan bagi pemahaman yang seragam dan respons yang efektif terhadap masalah korupsi. Budaya yang bervariasi dan keberagaman sosial politik memerlukan pendekatan yang sangat cermat dan disesuaikan untuk memahami dan mengatasi akar masalah korupsi yang mungkin bervariasi di setiap daerah.

    Lebih lanjut, sumber daya yang terbatas dan kurangnya independensi dalam sistem peradilan di beberapa kasus dapat menghambat efektivitas penegakan hukum terhadap praktik korupsi. Oleh karena itu, sementara peningkatan kesadaran dan akses informasi memberikan dasar yang kuat, diperlukan pula upaya serius untuk mengatasi hambatan-hambatan struktural dan sistemik yang dapat merugikan perjuangan melawan korupsi. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan lembaga internasional menjadi kunci untuk menciptakan langkah-langkah yang holistik dan efektif dalam memerangi korupsi dan membangun masyarakat yang lebih adil dan berintegritas (Dirdjosisworo, 1994)

dok. pribadi
dok. pribadi

    

    Pemahaman terhadap diskursus Edwin Sutherland tentang white-collar crime dan penerapannya dalam konteks lokal Indonesia memberikan landasan yang berharga dalam merancang kebijakan anti-korupsi yang lebih efektif. Sutherland menyoroti bahwa pelaku kejahatan korupsi sering berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi, dan keberhasilan pemberantasan korupsi memerlukan pendekatan holistik yang memperhitungkan faktor-faktor budaya, sosial, dan politik. Dalam konteks Indonesia, mengadaptasi konsep white-collar crime memungkinkan pemerintah untuk lebih memahami karakteristik khusus yang mendasari praktik korupsi di berbagai tingkatan masyarakat.

    Penerapan pemikiran Sutherland dapat memberikan wawasan yang mendalam tentang mekanisme korupsi yang mungkin sulit diidentifikasi dengan pendekatan konvensional. Sebagai contoh, memahami bagaimana hubungan antara kekuasaan politik dan ekonomi dapat membentuk pola korupsi di berbagai sektor. Dengan mempertimbangkan aspek-aspek ini, kebijakan anti-korupsi dapat dirancang untuk menargetkan akar masalah dan menciptakan sistem yang lebih tangguh dalam mencegah dan menindak tindakan korupsi (Dirdjosisworo, 1994).

    Selain itu, pemahaman terhadap konteks lokal Indonesia menjadi kunci dalam mengembangkan kebijakan yang sesuai dan dapat diterapkan dengan efektif. Setiap negara memiliki dinamika sosial, politik, dan ekonomi yang unik, sehingga pendekatan standar mungkin tidak selalu efektif. Dengan memahami konteks spesifik Indonesia, pemerintah dapat merancang kebijakan anti-korupsi yang lebih tepat sasaran, melibatkan aktor-aktor lokal, dan memperhitungkan nilai-nilai budaya yang dapat mendukung perubahan positif.

    Pentingnya menggabungkan pemahaman atas teori Sutherland dan konteks lokal Indonesia adalah untuk menciptakan pendekatan yang komprehensif dan relevan. Dengan demikian, kebijakan anti-korupsi dapat menjadi instrumen yang lebih efektif dalam menciptakan perubahan menuju masyarakat yang lebih adil, transparan, dan berintegritas di Indonesia (Friedman, 2009).

    Diperlukan upaya bersama dari pemerintah, lembaga penegak hukum, dan masyarakat sipil untuk menciptakan sistem anti-korupsi yang lebih transparan dan bertanggung jawab di Indonesia. Pemerintah memegang peran sentral dalam merumuskan kebijakan dan menciptakan lingkungan yang mendukung tata kelola yang baik. Ini melibatkan perancangan kebijakan anti-korupsi yang kuat, penegakan aturan hukum yang tegas, serta investasi dalam memperkuat lembaga-lembaga pengawas dan penegak hukum. Langkah-langkah ini mencakup peningkatan kapasitas aparat penegak hukum, penguatan independensi lembaga-lembaga pengawas, dan pemberian dukungan finansial yang memadai.

    Selain itu, lembaga penegak hukum perlu bekerja sama secara efektif untuk menindak pelaku korupsi. Koordinasi antara kepolisian, jaksa, dan lembaga anti-korupsi dapat menciptakan sinergi yang lebih kuat dalam menangani kasus-kasus korupsi secara menyeluruh. Dibutuhkan pendekatan yang berbasis pada bukti, transparansi dalam proses hukum, dan ketegasan dalam menjatuhkan hukuman bagi pelaku korupsi. Reformasi di sektor kehakiman, termasuk pengurangan potensi intervensi politik, juga menjadi langkah penting untuk menciptakan sistem peradilan yang independen dan andal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun