Mohon tunggu...
Salsabila Evania Maharani
Salsabila Evania Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Program Studi Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta

Menonton

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Partisipasi Perempuan di Lembaga Pemerintahan Masih Rendah?

27 Juni 2023   19:30 Diperbarui: 27 Juni 2023   19:35 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Partisipasi perempuan di parlemen masih rendah di banyak negara di seluruh dunia. Meskipun telah ada peningkatan dalam beberapa dekade terakhir, perempuan masih diwakili secara tidak proporsional dalam lembaga pemerintahan. 

Perempuan sering di pandang rendah oleh masyarakat terlebih pada kaum laki-laki. Kesempatan perempuan untuk berpolitik dibatasi sebatas memasak di dapur dan mengurus rumah. Walaupun sekarang zaman berkembang semakin modern, Budaya patriarki masih ada di dalam kehidupan masyarakat dimana laki-laki lebih mendominasi dibandingkan perempuan yang membuat perempuan tidak percaya diri dalam berpolitik. Kesetaraan gender merupakan masalah utama yang dihadapi perempuan.  

Isu politik yang cukup hangat menjadi pembicaraan di masyarakat ialah isu kesetaraan gender terutama terkait persyaratan 30% kuota perempuan bagi partai politik yang mau ikut dalam pemilu. Jika partai politik tidak melibatkan 30% perempuan maka partai politik tersebut tidak boleh ikut pemilu.  Kebijakan ini bersifat sementara untuk meningkatkan partisipasi perempuan di bidang politik. Tetapi meskipun berbagai upaya telah di lakukan oleh pemerintah untuk mengatasai permasalahan gender dan pemberdayaan perempuan di bidang lain maupun politik ketimpangan sosial masih ada sampai saat ini.

Partisipasi perempuan di bidang politik sangat rendah, meskipun dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984, jelas bahwa Indonesia telah menetapkan tentang penghapusan Diskriminasi terhadap perempuan. Kemudian UU No 8 tahun 2012 tentang PEMILU, DPR, DPD, dan DPRD  memberikan jaminan kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam pemilu. Banyak aturan dan UU yang di buat oleh pemerintah dan partai politik, Diskriminasi terhadap perempuan masih ada sampai saat ini dan menjadi masalah yang telah ada dalam berbagai bentuk dan tingkat keparahan. Meskipun begitu, pengalaman diskriminasi dapat bervariasi dari satu lembaga pemerintahan ke lembaga pemerintahan lainnya. 

Kendala yang di alami oleh perempuan untuk berpartisipasi di bidang politik  yaitu modal sosial, modal budaya, dan modal ekonomi. Perempuan minim modal sosial karna banyak perempuan memiliki peran utama di bidang kosmetik sehingga relasi sosial perempuan lebih minim di bandingkan laki-laki secara ideologi gender. Perempuan minim modal budaya karena budaya lebih mengutamakan laki-laki dalam pendidikan di masyarakat yang di pengaruhi oleh budaya patriatik. Perempuan minim modal ekonomi karena perempuan lebih identik sebagai ibu rumah tangga yang tidak menghasilkan uang, sedangkan laki-laki identik sebagai kepala keluarga yang mencari nafkah dan menghasilkan uang. 

Rendahnya partisipasi perempuan di parlemen di pengaruhi beberapa faktor;

  • Stereotipe  gender dan prasangka. Beberapa masyarakat mengasumsikan perempuan lebih cocok untuk peran rumah tangga dan tidak kompeten dalam berpolitik.
  • Hambatan struktural dan budaya. Kurangnya dukungan sosial, kekerasan politik terhadap perempuan, kurangnya akses ke pendidikan dan pelatihan politik.
  • Ketidakseimbangan dalam pengambilan keputusan. Kurangnya partisipasi perempuan di lembaga pemerintahan dapat menghasilkan kebijakan yang memperhatinkan kepentingan dan perspektif perempuan secara memadai. Ketidakseimbangan ini mempengaruhi pengambilan keputusan yang berhubungan dengan isu-isu penting seperti pendidikan, kesehatan, kebijakan keluarga, dan kekerasan gender.

Meskipun  tantangan ini ada, banyak negara telah memberikan langkah-langkah untuk meningkatkan partisipasi perempuan di lembaga pemerintahan. Seperti dengan pengenalan kuota gender dalam sistem pemilihan, program pelatihan dan dukungan finansial untuk kandidat perempuan, dan upaya untuk memperjuangkan kesetaraan gender di tingkat politik dan sosial.

Perubahan ini membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, partai politik, masyarakat sipil, dan individu untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung partisipasi perempuan dalam politik. Dengan meningkatkan partisipasi perempuan di parlemen, kita dapat memperjuangkan representasi yang lebih adil dan menghadapi isu-isu yang berkaitan dengan perspektif gender dengan lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun