Mohon tunggu...
Salsabila Lailatul Fitriya
Salsabila Lailatul Fitriya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Manajemen - Universitas Airlangga

Saya merupakan mahasiswa aktif dari Universitas Airlangga yang sedang menempuh pendidikan S1 di Program Studi Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Strategi Cerdas Gen Z Manfaatkan Tren FOMO Dengan Masuk ke Dunia Crypto di Tengah Quarter Life Crisis

29 Desember 2024   06:49 Diperbarui: 29 Desember 2024   06:49 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gen Z FOMO Investasi (Sumber: RTT News)

Menurut Badan Pusat statistik (BPS), jumlah generasi Z di Indonesia saat ini mencapai 74,93 juta jiwa, atau 27,94% dari total populasi. Generasi Z sering dikenal sebagai information generation (I-Generation), lahir dan tumbuh di tengah arus perkembangan teknologi digital. Kebiasaan mereka menggunakan teknologi tanpa batas telah membentuk pola pikir konsumtif dan adaptif. Di tengah hilirisasi digital dan tantangan perekonomian Indonesia, mereka dihadapkan dengan tantangan Quarter Life Crisis. Masalah psikologis yang rawan kehilangan tujuan hidup, kebingungan karier, dan masalah keuangan. Namun, alih-alih terjebak dalam ketidakpastian, generasi Z berusaha memanfaatkan tren Fear of Missing Out (FOMO) untuk masuk ke dunia investasi cryptocurrency sebagai cara memperbaiki kondisi keuangan mereka.

Crypto sebagai Pelarian atau Solusi?

Gambar Demografi Investor Kripto Indonesia Berdasarkan Usia (Sumber: BAPPEBTI, 2022)
Gambar Demografi Investor Kripto Indonesia Berdasarkan Usia (Sumber: BAPPEBTI, 2022)

Pada awal tahun 2024, dunia maya dikejutkan dengan viralnya industri crypto yang menawarkan potensi keuntungan ratusan hingga milyaran uang dalam waktu singkat. Menurut data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), investor crypto di Indonesia di dominasi oleh generasi Z berusia 18-24 tahun dengan presentase 32%. Pada bulan April, jumlah investor crypto di Indonesia berhasil menembus angka 20,16 juta orang, meningkat 2,07% atau bertambah 422.258 investor dari bulan sebelumnya yang hanya mencapai 19,75 juta orang.

Wakil Presiden Indonesia menekankan bahwa Indonesia tidak cukup fokus pada pembangunan infrastruktur semata, tetapi juga perlu perhatian serius pada pemberdayaan generasi muda di bidang teknologi. "Hilirisasi digital akan kami genjot. Kita akan siapkan anak-anak muda ahli Artificial Intelligence, blockchain, robotik, perbankan syariah, dan kripto," ujar Gibran dalam debat cawapres, Jumat, 22 September 2023.

Cryptocurrency merupakan jenis investasi mata uang digital yang digunakan sebagai alat tukar di internet. Dengan banyaknya peminat dari generasi Z, tidak sedikit di antara mereka yang berhasil meraih keuntungan, sementara di sisi lain hanya menghambur-hamburkan uang semata. Namun, Sebagian besar dari mereka sering tidak menyadari bahwa mereka masih minim pengetahuan mengenai literasi digital. Hal ini dibuktikan dengan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 yang menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia masih rendah, sekitar 65,43%.

Kurangnya pemahaman literasi keuangan pada generasi Z seringkali dikaitkan dengan tren FOMO. Dalam konteks investasi, FOMO (Fear of Missing Out) terjadi jika seseorang melihat temannya mendapatkan keuntungan besar dari investasi, dan mereka khawatir bahwa mereka akan melewatkan kesempatan yang sama. Namun, rasa tidak ingin tertinggal tersebut dapat mengakibatkan mereka mengambil keputusan yang tidak rasional dalam mengatur strategi investasi, sehingga dapat timbul kerugian yang besar.

Mengapa Gen Z FOMO Masuk Dunia Crypto?

1. Menjadi Sumber Pemasukan Tambahan

Generasi Z percaya bahwa dengan memulai investasi crypto, mereka bisa menghemat pengeluaran dan lebih bijak dalam menggunakan uang, karena secara tidak sadar mereka menjadi fokus pada skala prioritas.

2. Kemudahan Akses Teknologi

Dengan banyaknya sumber informasi media sosial, generasi Z merasa lebih mudah untuk belajar secara otodidak. Mereka cenderung mengandalkan platform seperti YouTube dan Instagram sebagai sumber utama untuk mencari pengetahuan dan keterampilan baru.

3. Ketidakpercayaan dengan Lembaga Institusi Keuangan

Berbeda dengan bank sentral yang memerlukan transaksi perantara, di crypto transaksi dilakukan secara Peer-to-Peer atau disebut dengan pengiriman langsung ke penerima tanpa melalui perantara yang mengatur transaksi, sehingga pengiriman lebih privat dan bebas dari campur tangan pihak ketiga.

4. Keamanan Terjamin

Blockchain yang mendasari crypto memberikan rasa aman karena transaksi tidak bisa dipalsukan. Contohnya, Bitcoin saat ini berpatok pada harga 6.000 per keping dan sampai saat ini belum ada kejahatan cybercrime yang mampu meretas kemanan dari teknologi Blockchain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun