Nama : Salsabila Khoiriyah
NIM : 222111186
Kelas : HES 5 E
Kasus Nenek Minah dan Analisis Filsafat Hukum Positivisme
Kasus Nenek Minah merupakan contoh yang sering digunakan untuk menerapkan paradigma hukum positivisme. Nenek Minah, seorang petani, mengambil 3 biji buah kakao milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) saat sedang memanen kedelai. Meskipun Nenek Minah telah mengembalikan biji kakao dan meminta maaf, pihak perusahaan melaporkan kasus tersebut ke polisi. Nenek Minah akhirnya harus menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto dan diputus bersalah berdasarkan Pasal 362 KUHP.
Analisis filsafat hukum positivisme
Filsafat hukum positivisme menjelaskan bahwa tidak ada hukum di luar undang-undang. Hukum identik dengan undang-undang. Dalam kasus ini, hakim tidak dapat memutuskan berdasarkan nilai-nilai moral atau etis, melainkan harus mengikuti peraturan yang ada dalam Pasal 362 KUHP.
Filsafat hukum positivisme memisahkan antara hukum dan moral. Hukum harus dipisahkan dari nilai kemanusiaan dan moral demi kepastian hukum. Dalam kasus ini, meskipun Nenek Minah telah meminta maaf dan mengembalikan benda yang diambil, hakim tidak dapat mempertimbangkan nilai moral tersebut karena harus mengikuti peraturan yang berlaku.
Mazhab hukum positivisme
mazhab positivisme hukum memandang hukum sebagai perintah yang berdaulat yang tidak ada kaitannya dengan moral, etika dan keadilan. Cicero menyatakan bahwa “ubi societas ibi ius”. Artinya bahwa eksistensi masyarakat selalu diikuti dengan eksistensi hukum.
Mazhab hukum positivisme memiliki pengaruh yang signifikan dalam sistem hukum Indonesia. Dalam positivisme, hukum dianggap sebagai seperangkat aturan yang ditetapkan oleh otoritas berdaulat dan harus tertulis. Di Indonesia, hal ini tercermin dalam sistem hukum yang mengutamakan undang-undang sebagai sumber utama hukum. Setiap kali hakim menghadapi masalah hukum, mereka dapat merujuk langsung pada peraturan yang ada, sehingga menciptakan kepastian hukum.
Argumen tentang Mazhab Hukum Positivisme dalam Hukum di Indonesia
Positivisme mempengaruhi pembentukan hukum di Indonesia dengan menekankan pentingnya norma-norma yang ditetapkan secara formal. Hal ini menciptakan tantangan dalam mengintegrasikan nilai-nilai lokal dan norma-norma sosial ke dalam sistem hukum formal, sehingga sering kali menghasilkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat.
Meskipun positivisme memberikan kerangka kerja yang jelas untuk penegakan hukum, banyak kritik menyatakan bahwa pendekatan ini sulit mencapai keadilan sosial. Dalam masyarakat yang tidak merata dari segi ekonomi dan pendidikan, penerapan hukum positif sering kali tidak mencerminkan keadilan yang sesungguhnya. Hal ini menimbulkan tantangan bagi sistem hukum Indonesia untuk beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat yang beragam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H