Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Program Studi Akuntansi
Garuda 06 Ksatria 08
Isu: Kesehatan
Sub Isu:Â "Pemanfaatan Pajak Rokok dan Bea Cukai untuk Penambahan
Pembiayaan Kesehatan (SDG 3)"
Peran: Pro
Rokok merupakan salah satu penyebab kematian yang cukup tinggi di dunia. hal ini disebabkan banyaknya peminat rokok di dunia, termasuk di Indonesia (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2017). Untuk menangani hal tersebut, pemerintah melakukan regulasi terhadap rokok, yakni dengan cara mengadakan pajak rokok. Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dikumpulkan pemerintah pusat dan akan disetor ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Provinsi berdasarkan jumlah penduduk di daerah tersebut.
Pungutan ini diharapkan dapat mengurangi konsumsi rokok dalam masyarakat sekaligus menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). pajak rokok akan dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2009 pasal 31. Pemerintah pusat menaikkan tarif cukai rokok selama 2 tahun atau multiyears, yakni pada tahun 2023 dan 2024. Kenaikan ini dilakukan untuk mengendalikan produksi dan konsumsi rokok di masyarakat.Â
Kenaikan ini dinilai tidak hanya untuk menekan jumlah konsumsi rokok, namun juga akan menguntungkan dari segi ekonomi. Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10% pada tahun 2023 dan 2024. Hanya saja, untuk tarif cukai rokok di tahun depan, pemerintah masih menunggu restu dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan, kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10% di tahun depan akan dibahas kembali bersama DPR RI sejalan dengan pembahasan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.Â