Karbon dioksida (CO2) merupakan sejenis senyawa kimia yang terbentuk dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan satu atom karbon. Pada kondisi temperatur dan tekanan standar, karbon dioksida berwujud gas dan hadir di atmosfer bumi. Emisi karbon dioksida menjadi potensi bahaya ketika terjadi pelepasan gas dengan kandungan CO2 yang tinggi. Emisi ini umumnya berasal dari pembakaran bahan-bahan yang mengandung karbon, seperti asap dari pembakaran bensin, solar, kayu, daun, gas LPG, dan bahan bakar lain yang mengandung hidrokarbon. Emisi karbon dioksida yang berlebih akan membuat pemanasan global meningkat dan perubahan iklim terjadi saat ini.Â
Beberapa tahun terakhir, bumi tampaknya tidak pernah absen dari berbagai bencana di seluruh dunia. Menurut laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada tahun 2018 menyebutkan bahwa 90 persen dari bencana yang terjadi termasuk dalam kategori hidrometereologi, yakni bencana yang dipengaruhi oleh faktor cuaca. Pada tahun berikutnya, World Economic Forum pada 2019 menyatakan bahwa perubahan iklim menduduki posisi puncak sebagai penyebab utama musibah global, seperti bencana alam, cuaca esktrem, krisis pangan dan air besih, hilangnya keanekaragaman hayati, dan runtuhnya ekosistem. Laporan Nem York Times, 50 persen dari seluruh spesies di bumi diprediksi akan mengalami kepunahan pada abad ini.Â
Tingkat emisi karbon terus meningkat setiap tahunnya, dengan kontribusi terbesar berasal dari sektor transportasi, industri, pembangkit listrik, dan kebakaran hutan. Sektor transportasi merupakan faktor utama yang menyebabkan tingginya emisi karbon, berkontribusi sekitar 14% setiap tahun. Industri dan pembangkit listrik juga memberikan kontribusi sebesar 34% setiap tahun, sementara kebakaran hutan berkontribusi sebesar 17% setiap tahunnya.Â
Jika kita tidak berhasil mengendalikan peningkatan suhu global hingga tahun 2025, kondisi bumi akan semakin sulit untuk dihuni dan menjadi prihatin bagi manusia. Diperkirakan sekitar dua miliar orang akan menghadapi suhu ekstrem yang bisa mencapai 60 derajat Celsius, yang tidak dapat ditoleransi oleh tubuh manusia selama lebih dari 6 jam. Kondisi ini mendorong pemimpin dunia untuk berkumpul dalam Konferensi  Iklim ke-26 (COP 26), sebuah forum tingkat tinggi yang diikuti oleh 197 negara, untuk membahas masa depan dan merencanakan langkah-langkah dalam mencegah skenario yang buruk tersebut.Â
Menurut saya, perubahani klim tidak hanya menjadi ancaman serius bagi lingkungan tetapi perubahan ini juga akan berdampak serius bagi banyak sektor, diantaranya pendidikan, perekonomian, kesehatan, bahkan dapat berujung dengan ketidakstabilan sosial dan politik karena banyaknya migrasi secara terpaksa. Dalam menghadapi ancaman perubahan iklim, sangat penting bagi kita untuk menyadari kegentingan masalah ini dan mengambil tindakan nyata untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Salah satu langkah yang dapat kita lakukan adalah mengadopsi gaya hidup rendah karbon. Pertama-tama, kita perlu memperhatikan penggunaan transportasi yang ramah lingkungan. Saat ini, sektor transportasi merupakan salah satu penyumbang terbesar emisi karbon.Â
Oleh karena itu, penting untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi umum. Selanjutnya, dalam pengurangan emisi di sektor industri dan pembangkit listrik, penting untuk mengganti bahan bakar fosil beralih mengadopsi sumber energi terbarukan seperti energi surya, energi angin, energi hidro, dan biomassa. Selain itu, dalam upaya mengurangi emisi karbon, perlu juga mencegah terjadinya kebakaran hutan dengan mengawasi dan mengendalikan aktivitas manusia.Â
Hal ini penting meliputi pengawasan yang ketat terhadap pembukaan lahan dengan metode pembakaran terbuka dan kebijakan yang mendukung pengelolaan hutan yang baik. Pemerintah dan Masyarakat perlu menyadari ancaman serius terkait perubahan iklim dengan salah satu solusi nya mengadopsi gaya hidup rendah karbon. Keterlibatan semua pihak pemerintah dan non pemerintah sangat dibutuhkan, karena permasalahan perubahan iklim ini merupakan permasalahan setiap orang di bumi, maka setiap orang perlu bertindak.Â
Perguruan tinggi memegang kunci untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset di Indonesia terkait perbuhahan iklim dan Pembangunan yang berkalanjutan. Perguruan tinggi menjadi faktor penting dan tempat yang strategis untuk menempa mental penerus bangsa agar sadar dan mampu memahami dan berani menyarakan kepedualian terhadap perubahan iklim. Â
Oleh karena itu, melalui langkah-langkah tersebut, diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengatasi masalah perubahan iklim yang semakin serius. Kita semua memiliki peran dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan menyelamatkan bumi dari dampak yang semakin parah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H