a. Hukum Perdata Islam
Hukum perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingan kebutuhannya, terutama berkaitan dengan kepentingan perseorangan. Hukum perdata berdasarkan ilmunya dibagi menjadi empat yaitu a) hukum tentang diri seseorang, b) hukum kekeluargaan, c) hukum kekayaan, d) hukum warisan. Latar belakan lahirnya hukum perdata Islam di Indonesia karena pertama peruntukan hukum perdata berlainan untuk setiap golongan warga negara, kedua hukum perdata untuk golongan  warga negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropa berlaku Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata).
Sedangkan sejarah lahirnya hukum perdata Islam di Indonesia disebabkan oleh masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam yang mempunyai kehidupan dalam berbagai masalah yang menyangkut kehidupan perseorangan dan lingkungan sosialnya banyak berpedoman pada ajaran Islam yang secara kultural terus dibudayakan.Â
Dalam mengatur kehidupan masyarakat  di wilayah setiap daerah berpedoman pada kebiasaan sosial yang telah menjadi adat atau norma sosial. Undang-undang yang telah berlaku dan aturan pelaksanaan undang-undang berkaitan dengan keperdataan  tidak berbeda jauh dengan adat  yang diambil dari ajaran Islam sehingga memudahkan pelaksanaannya.
Sepanjang kelahirannya hukum perdata Islam telah menjadi undang-undang yang mengatur tentang perkawinan, perwakafan, masalah-masalah kewarisan, hibah dan zakat yang mempunyai kekuatan hukum pasti. Perundang-undangan merupakan hukum tertulis yang memjamin kepastian hukumnya tetapi tidak semua perundang-undangan yang memberikan rasa keadilan bagi masyarakat sebagai objek hukum.Â
Hukum perdata Islam di Indonesia belum lama berlaku dibandingan dengan B.W. yang berasal dari kolonial Belanda. Adanya hukum perdata Islam tidak lepas dari perjuangn umat Islam Indonesia yang berjuang untuk memasukkan syariat Islam yang berkaitan dengan keperdataan menjadi sebuah undang-undang. Misalnya pada Undang-Undang No 1/1974 tentang perkawinan dan Undang-Undang No 41/2004 tentang perwakafan.
b. Prinsip - Prinsip Perkawinan
Pernikahan adalah pertalian yang teguh dan kuat dalam hidup dan kehidupan manusia bukan saja antara suami istri melainkan juga antara kedua belah pihak keluarga. Pernikahan dilakukan dengan adanya ijab kabul yang harus dilakukan oleh calon suami. Sehingga pernikahan mempunyai prinsip yang harus ditaati karena tertera dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) :
Prinsip perkawinan dapat dipahami dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974:
1. Prinsip kesucian akad, sahnya perkawinan tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan calon mempelai.
2. Prinsip keabadian rumah tangga, dengan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
3. Prisip monogami, perkawinan hanya dilaksankan satu kali saja yaitu dengan seorang laki-laki menikahi seorang perempuan saja.
4. Calon suami dan istri harus telah cukup umur dengan usia laki-laki 19 tahun dan perempuan 18 tahun.
5. Putusnya perkawinan hanya dengan adanya putusan dari pengadilan.
6. Kedudukan suami dan istri seimbang.
        Prinsip perkawinan juga dapat dipahami dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI):
1. Kebebasan memilih jodoh atau adanya sukarela dan persetujuan antara kedua belah pihak.
2. Larangan pernikahan pertalian darah dan sepersusuan.
3. Terpenuhnya rukun dan syarat perkawinan.
4. Tujuan dari pernikahan adalah mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan wa rahmah yang berlandaskan pada Qs. Ar-Ruum ayat 21.
5. Hak dan kewajiaban suami isteri seimbang.
c. Latar Belakang Mengapa Pernikahan Tidak  Dicatatkan di PPN
Alasan mengapa pernikahan tidak dicatatkan di PPN bisa jadi karena pasangan suami isteri tersebut melakukan pernikahan secara sirri. Pernikahan sirri adalah pernikahan yang dilakukan tanpa adanya wali sehingga kedudukan hukumnya tidak sah dalam pernikahan tersebut.Â
Meskipun ada kalangan ulama yang menyatakan bahwa pernikahan tersebut sah, tapi dalam undang-undang pernikahan tersebut tidak sah karena tidak dicatat oleh petugas pencatatan nikah (PPN). Pernikahan sirri ini hanya dilakukan oleh warga negara yang beragama Islam, sudah mempunyai KTP, hal yang penting dalam pelaksanaan nikah sirri adalah memenuhi rukun nikah dalam Islam yaitu ada lima.
Faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pernikahan secara siri adalah biaya nikah sirri ini lebih ringan karena biasanya pernikahan sirri dilakukan secara sembunyi- sembunyi tanpa diketahui oleh pihak keluarga masing-masing mempelai. Setelah itu ada keinginan laki-laki untuk melakukan poligami tanpa memberitahu istrinya karena syarat poligami harus ada izin istri.Â
Calon pengantin masih berusia di bawah umur biasanya terjadi karena calon istri sedang hamil, serta kebutuhan ekonomi yang mendesak. Pernikahan sirri ini juga tidak mempunyai kekuatan hukum yang kekal karena tidak sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Solusi yang tepat agar pernikahan tersebut dapat sah diakui oleh negara adalah dengan dilaksanakan sidang itsbat nikah. Sidang itsbat nikah adalah permohonan pengesahan pernikahan yang dilakukan secara sirri dan diajukan ke pengadilan agama. Yang dapat mengajukannya adalah pasangan suami istri, anak, orang tua/wali nikah. Jika permohonan tersebut dikabulkan bisa meminta KUA setempat untuk mencatatan pernikan sirri itu dengan menunjukkan bukti putusan hasil sidang itsbat nikah. Sehingga pernikahan tersebut telah dianggap sah sesuai undang-undang yang berlaku dan mempunyai kuatan hukum tetap.
d. Hikmah Pencatatan Perkawinan
Perkawinan yang telah di catatatkan dan sesuai dengan undang-undang yaitu pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Mempunyai tujuan yaitu sebagai berikut :
1. Sebagai bentuk ketertiban administrasi.
2. Jaminan memperoleh hak-hak tertentu seperti mendapatkan akta kelahiran, buku nikah, KTP, dan kartu keluarga.
3. Memberikan perlindungan terhadap status perkawinan.
4. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak yang timbul sebagai akibat dari adanya perkawinan.
5. Untuk memberikan kepastian hukum bagi suami, isteri, dan anak.
e. Pendapat Ulama dan KHI Tentang Pernikahan Wanita Hamil
Menurut pedapat empat ulama mazhab tentang pernikahan wanita hamil mempunyai sudut pandang yang berbeda yaitu :
1. Ulama Hanafiyah, berpendapat bahwa pernikahan wanita yang sedang hamil sah apabila yang menikahi adalah laki-laki yang menghamilinya.
2. Ulama Syafi'iyyah, berpendapat bahwa pernikahan wanita yang sedang hamil sah dilakukan dengan laki-laki yang menghamilinya dan yang bukan menghamilinya.
3. Ulama malikiyyah, berpendapat bahwa pernikahan wanita yang sedang hamil terutama akibat zina tidak sah dilakukan meski yang akan menikahinya adalah laki-laki yang menghamilinya dan itu juga berlaku untuk laki-laki yang tidak menghamilinya.
4. Ulama hanabilah, berpendapat bahwa pernikaha wanita hamil terutama akibat dari zina tidak sah dilakukan meskipun yang akan menikahinya adalah laki-laki yang menghamilinya dan yang bukan menghamilinya kecuali wanita tersebut telah bertaubat kepada Allah dan telah selesai masa iddahnya.
Menurut KHI pernikahan wanita hamil yang diatur sesuai dengan keputusan Meteri Agama RI Nomor 154 tahun 1991 menyebutkan bahwa :
1. Seorang wanita hamil diluar nikah dapat dinikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya.
2. Perkawinan yang disebutkan dalam ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu kelahiran anaknya.
3. Dengan dilangsungkan pernikahan wanita hamil, tidak diperlukan kembali pernikahan ulang setelah anaknya lahir.
f. Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengindari Perceraian
Perceraian adalah satu perbuatan yang halal tetapi sangat dibenci oleh Allah Swt. Perceraian dapat dilakukan apabila mengandung unsur  perdamian yang dilakukan oleh suami isteri tidak menghsilkan. Langkah yang dapat diambil agar tidak terjadi perceraian yaitu :
1. Menjaga komunikasi antara suami dan isteri.
2. Menghargai pasangan dan memperlakukannya dengan baik.
3. Hindari kekerasan dalam rumah tangga.
4. Jangan melakukan perselingkuhan, zina, dan menjadi seorang pemabuk.
5. Terbuka atau saling bertukar pikiran apabila sedang dalam masalah keuangan yang sangat rumit.
g. Â Book Review
Judul        :  Hukum Perdata Islam di Indonesia
Penulis      : Dr. Beni Ahmad Saebani, M.Si. dan Drs H. Syamsul Falah, M.Ag.
Buku "Hukum Perdata Islam di Indonesia" karya Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah memaparkan materi penting dalam ruang lingkup hukum perdata di Indonesia. Buku ini menguraikan garis besar tentang perkawinan ditinjau dari segi hukum positif yaitu UU No. 1 tahun 1974 dan perspektif hukum Islam termasuk ke dalam masalah poligami dan talak. Selain itu ada perwakafan, hibah, dan warisan juga dijelaskan dalam buku ini dengan menggunakan perspektif Islam dan hukum positifnya. Isi di dalam buku karya Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah ini juga menjelaskan tentang latar belakang lahirnya hukum perdata Islam di Indonesia dari waktu ke waktu.
Pada kesimpulannya buku ini menarik untuk dibaca dan cocok dipelajari oleh mahasiswa - mahasiswi jurusan hukum. Karena dalam penyampaian materi tentang hukum perdata Islam di Indonesia penulis memaparkan materi dengan jelas dan terperinci. Hal ini dapat dilihat dari daftar isi dan bab-bab yang ada didalamnya sehingga mempunyai  halaman yang tebal yaitu 310 halaman. Dengan demikian maka para pembaca buku ini akan mempunyai banyak informasi yang didapatkan secara jelas.
Tetapi para pembaca dipaksa untuk membaca buku ini dengan rutin agar dapat menyelesaika bacaannya. Penggunaan kata secara berulang juga menandai bahwa penjelasan yang sudah dijelaskan diawal pasti akan di muat lagi di akhir sehingga menimbulkan ketidak efektifan waktu dalam membaca. Maka kami harap penulis untuk bisa membenahi kembali isi bukunya agar bisa dinikmati oleh pembaca yang bukan dari kalangan hukum dan agar menghemat waktu untuk membaca buku ini sehingga akan lebih menarik lagi.
Inspirasi yang saya dapat setelah membaca buku "Hukum Perdata Islam di Indonesia" saya bisa menambah wawasan dan pengetahuan saya tentang topik yang tergabung dalam hukum perdata Islam di Indonesia. Sebab buku ini telah menjelaskan secara rinci tentang perkawinan, perceraian, kewarisan, hibah, wasiat, dan perwakafan yang disusun secara sistematis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H