Judul : Hukum Perdata Islam di Indonesia
Penulis : Dr. Beni Ahmad Saebani, M.Si. dan Drs H. Syamsul Falah, M.Ag.
Penerbit : Pustaka Setia Bandung
Tahun Terbit : Cetakan 1, 2011
ISBN : 978-979-076-049-3
Ukuran Buku : 16 24 cm
Halaman : 310 Halaman
Buku " Hukum Perdata Islam di Indonesia karya Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah memaparkan materi penting dalam ruang lingkup hukum perdata di Indonesia. Buku ini menguraikan garis besar tentang perkawinan ditinjau dari segi hukum positif yaitu UU No. 1 tahun 1974 dan perspektif hukum Islam termasuk ke dalam masalah poligami dan talak. Selain itu ada perwakafan, hibah, dan warisan juga dijelaskan dalam buku ini dengan menggunakan perspektif Islam dan hukum positifnya. Isi di dalam buku karya Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah ini juga menjelaskan tentang latar belakang lahirnya hukum perdata Islam di Indonesia dari waktu ke waktu.
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami materi yang ada didalam buku ini penulis menuangkan isi buku ke dalam tujuh bab. Kalau dilihat memang cukup banyak dan mempunyai 310 halaman. Tetapi bertujuan agar memberikan informasi yang lengkap dan runtut sehubungan dengan hukum perdata Islam di Indonesia.
Alasan lahirnya hukum perdata karena manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan antara satu sama lain. Hukum perdata mengatur hubungan keluarga yaitu pada perkawinan, hukum kekayaan antara suami istri (harta benda), hubungan orang tua dan anak, serta perwalian. Hukum perdata Islam tidak berlaku untuk non mushlim seperti hukum perkawinan, hukum waris Islam, hibah, wakaf, zakat, dan infaq karena bersifat khusus dan diikuti oleh warga negara yang beragama Islam.
Talak atau perceraian artinya melepaskan atau meninggalkan, dalam agama talak berarti melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan. Walaupun perceraian halal dilakukan tetapi harus ada batas yang dapat dipertanggung jawabkan dari segi kekeluargaan. Talak memiliki 3 hukum yaitu wajib, sunah, dan haram.
- Wajib, ketika terjadi perselisihan antara suami istri dan hakim berpendapat bahwa perkara keduanya tidak dapat diselesaikan dan harus ada upaya bercerai.
- Sunah, ketika suami tidak mampu lagi menafkahi istri atau istri tidak menjaga kehormatannya.
- Haram, ketika dalam keadaan istri sedang haid dan ketika menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah dicampurinya dalam waktu suci itu.
Perceraian dapat dilakukan dengan segala cara baik dengan kata-kata atau dengan surat yang diberikat kepada istrinya atau dengan isyarat bahkan juga bisa dengan mengirimkan seorang utusan. Dasar hukum perceraian atau talak ada di dalam Al- Qur'an surat At- Talaq ayat 6, Al- Qur'an surat Al- Ahzab ayat 49, Al- Qur'an surat Al- Baqarah ayat 227. Dalam undang-undang nomor 1/1974 bab VIII tentang putusnya perkawinan serta akibatnya dijelaskan pada pasal 38 bahwa perkawinan putus karena kematian, perceraian,dan atas putusnya pengadilan.
Waris disebut dengan fara'idh artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam. Tirkah adalah sesuatu yang ditinggalkan pewaris, baik berupa harta benda dan hak kebendaan atau yang bukan kebendaan. Di Indonesia berlaku tiga macam hukum waris yaitu hukum adat, hukum waris Islam, dan hukum waris dari burgerlijk wetboek (B.W.) dalam hukum kewarisan juga mengandung asas- asas sebagai berikut : a) asas ketauhidan, b) asas keadilan, c) asas persamaan, d) asas bilateral. Golongan ahli waris menurut Hazairi ada 3 yaitu a) golongan dzawil furudh, b) golongan dzawil qarabat, c) golongan mawali. Sebab-sebab orang tidak mendapatkan harta waris yang pertama karena seorang hamba sahaya, yang kedua karena membunuh, yang ketiga karena perbedaan agama.
Hibah artinya pemberian, dalam hukum Islam hibah berarti pemberian harta milik seseorang kepada orang lain ketika dia masih hidup tanpa adanya imbalan. Dasar hukum hibah dalam Islam terdapat pada al- Qur'an surat Al- Baqarah ayat 177 dan 195. Hibah dalam kompilasi hukum Islam tertera dalam KHI pasal 210. Rukun hibah ada 4 yaitu : a) Adanya kedua belah pihak yang bertindak sebagai penghibah dan yang diberi hibah, b) Adanya harta yang di hibahkan, c) Adanya akad hibah, d) Adanya manfaat harta yang dihibahkan.
Wasiat artinya pesan yang disampaikan oleh seseorang, dalam hukum Islam wasiat adalah pemberian hak milik secara suka rela yang dilaksanakan setelah pemberinya mati. Dasar hukum wasiat dalam Islam yaitu Al- Qur'an surat Al- Baqarah ayat 180, An- Nisa ayat 11, Al- Maidah ayat 106. Menurut pendapat empat imam mazhab menyatakan bahwa wasiat itu bukanlah kewajiban atas setiap orang yang meninggalkan harta dan bukan pula kewajiban terhadap kedua orang tua dan karib kerabat yang tidak mewarisi tetapi wasiat itu berbeda-beda hukumnya menurut keadaan. Rukun wasiat adalah ada pewasiat, ada yang diberi wasiat, ada sesuatu yang diwasiatkan (harta/ manfaat dari sesuatu), ada akad/ ijab kabul wasiat secara lisan/ tulisan. Imam hanafi berpendapat bahwa bila pewasiat mempunyai ahli waris dan ahli waris tidak menyetujui wasiatnya maka wasiat itu hanya dilaksanakan terhadap sepertiga hartanya saja.
Wakaf menurut Syekh Muhammad bin Muhammad Syaukani artinya menahan milik di jalan Allah, untuk orang-orang fakir dan Ibnu Sabil yang mengetahui bagi mereka untuk memanfaatkannya, dan tetap asalnya pada pemiliknya. Dasar hukum perwakafan yaitu QS. Ali- Imran ayat 92. Di Indonesia perwakafan diatur oleh Udang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Wakaf dibagi menjadi 2 yaitu wakaf ahli dan wakaf khairi. Wakaf ahli adalah wakaf diberikan kepada perseorangan sedangkan wakaf khairi adalah wakaf yang diikrarkannya diperuntukan bagi kepentingan umum.
Pada kesimpulannya buku ini menarik untuk dibaca dan cocok dipelajari oleh mahasiswa mahasiswi jurusan hukum. Karena dalam penyampaian materi tentang hukum perdata Islam di Indonesia penulis memaparkan materi dengan jelas dan terperinci. Hal ini dapat dilihat dari daftar isi dan bab-bab yang ada didalamnya sehingga mempunyai  halaman yang tebal. Dengan demikian maka para pembaca buku ini akan mempunyai banyak informasi yang didapatkan secara jelas.
Tetapi para pembaca dipaksa untuk membaca buku ini dengan rutin agar dapat menyelesaika bacaannya. Penggunaan kata secara berulang juga menandai bahwa penjelasan yang sudah dijelaskan diawal pasti akan di muat lagi di akhir sehingga menimbulkan ketidak efisiensi waktu untuk membaca. Sehubungan dengan hal tersebut pembaca yang bukan dari kalangan hukum akan sulit untuk memahami isi yang ada di buku ini karena penggunaan kata yang hanya bisa dicermati oleh anak hukum Islam saja. Maka kami harap penulis untuk bisa membenahi kembali isi bukunya agar bisa dinikmati oleh pembaca yang bukan dari kalangan hukum dan agar menghemat waktu untuk membaca buku ini sehingga akan lebih menarik lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H