Mohon tunggu...
Salsa Alicia Saputra
Salsa Alicia Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Political Science Student

Political Science Student

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Subordinasi Perempuan di Tengah Masyarakat

25 Mei 2022   04:37 Diperbarui: 31 Mei 2022   21:24 3418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Subordinasi perempuan merupakan sebuah tindakan penomorduaan perempuan dalam segi kedudukan, fungsi, dan peran yang berada di bawah laki-laki. Hal tersebut nyatanya terbentuk dari konstruksi sosial-budaya pada masyarakat yang sudah ada sejak dulu. Proses dari pembentukan tersebut juga dapat dilihat dari penurunan antar generasi yang pada akhirnya melekat pada pikiran dan tak jarang terinternalisasi dalam diri perempuan. Tentunya, hal seperti itu dapat menimbulkan anggapan bahwa perempuan benar-benar ada di bawah laki-laki hingga bisa diremehkan keberadaannya di tengah masyarakat. 

Isu tersebut juga melekat kepada budaya patriarki yang masih sulit untuk dihilangkan di Indonesia. Patriarki sendiri merupakan sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral. Seperti contoh, seorang ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak, serta harta benda. Dan secara tersirat sistem ini mengistimewakan hak-hak laki-laki serta turut menjadi faktor utama dari adanya subordinasi terhadap perempuan (Bressler, 2007).

Tanpa kita sadari, sebenarnya kasus subordinasi perempuan masih seringkali terjadi di sekitar kita. Namun, karena pelabelan tertentu terhadap wanita yang sudah ada sedari dulu, hal tersebut tidak terlalu dipikirkan dan bahkan tidak disadari oleh masyarakat. Dan di bawah ini merupakan beberapa contoh subordinasi perempuan di tengah masyarakat.

1. Subordinasi Perempuan dalam Rumah Tangga

Subordinasi perempuan dapat menimbulkan berbagai macam dampak negatif bagi perempuan itu sendiri yang salah satunya adalah kekerasan. Hasil dari anggapan bahwa perempuan itu lemah dan berada di bawah laki-laki juga ternyata marak terjadi di rumah tangga. Menurut  Undang-Undang No. 23 Tahun 2004, tindak kekerasan yang didapati oleh istri dalam rumah tangga dibedakan menjadi empat macam, yakni 1) Kekerasan fisik; 2) Kekerasan psikologis; dan emosional; 3) Kekerasan seksual; 4) Kekerasan ekonomi.

Komnas Perempuan mencatat bahwa dalam kurun waktu 17 tahun, yakni 2004-2021 terdapat 544.452 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang banyak memakan korban pada kalangan istri dan anak perempuan. Berdasarkan data yang disebarkan oleh Kemenpppa (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), pada tahun 2022 pun tak kalah mengenaskan di mana persentase kekerasan dalam rumah tangga menunjukkan angka 57.5%. Hal ini tentunya sangat meresahkan mengingat dampak yang dapat ditimbulkan di kemudian hari, seperti trauma psikologis maupun fisik. Selain itu, kasus seperti ini yang didampingi oleh data dan fakta mengenai kekerasan yang terjadi di rumah tangga juga ditakutkan malah dapat menimbulkan dan bahkan memperburuk anggapan bahwa perempuan itu lemah yang berujung kepada subordinasi yang lebih parah.

2. Subordinasi Perempuan dalam Lingkungan Kerja

Sudah bukan rahasia bahwa perempuan sering dinomorduakan di dalam pekerjaannya. Meskipun akses perempuan terhadap lapangan pekerjaan sudah semakin luas, namun masih banyak dari mereka yang mendapatkan tindakan diskriminatif. Hal-hal merugikan yang tak jarang ditemui di tempat kerja beberapa di antaranya adalah ketimpangan gaji perempuan yang lebih rendah dibandingkan gaji laki-laki, didominasinya posisi strategis oleh laki-laki yang membuat perempuan sulit untuk berkembang di tempat kerjanya sendiri, hingga kasus kekerasan seksual terhadap pekerja perempuan. Oleh karena itu terkadang perempuan harus bekerja dua kali lipat lebih keras daripada laki-laki guna mencapai apa yang seharusnya mampu didapatkan jika subordinasi dikesampingkan.

Pada data yang tertera dalam laman SIMFONI-PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) di awalan tahun 2022, disebutkan bahwa kekerasan yang dialami perempuan dalam lingkungan kerja menduduki persentase kedua tertinggi setelah rumah tangga, yakni 25.3%. Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah pun menyatakan bahwa perempuan masih banyak mengalami hambatan di tempat kerja yang membuatnya sulit untuk berkembang. Salah satu yang mendasari hal ini adalah gender shaming di mana stereotip dan seksisme masih mengakar di masyarakat. Fauziyah menyebutkan bahwa perempuan diperlakukan seperti seseorang yang tidak memiliki produktivitas tinggi serta hanya menjadi penghambat di dunia kerja. Selain itu, data ketenagakerjaan juga melampirkan bahwa dari 140 juta orang pekerja di Indonesia, perempuan hanya mengambil 40% dari bagian tersebut. Dapat dilihat bahwa subordinasi perempuan di Indonesia masih menjadi masalah yang serius dan membutuhkan penanggulangan secepatnya agar perempuan dapat meraih kedudukan yang adil serta sepantasnya.

3. Subordinasi Perempuan dalam Politik

Di negara yang demokratis seharusnya hak seluruh warganegara tanpa memandang gender dapat diterapkan tanpa harus melalui rintangan yang memberatkan sebelah pihak. Namun nyatanya, perempuan seringkali dicap sebagai warga kelas dua yang posisinya tidak setara dengan laki-laki. Dengan anggapan seperti itu, tentunya sulit bagi perempuan untuk berkecimpung di dunia politik praktis. Terlebih, politik praktis biasa ditekuni dan dipenuhi oleh laki-laki. Hal ini juga turut memberi dampak kepada partisipasi  perempuan yang rendah pada politik praktis yang berakibat kepada kurang tersalurkannya pendapat serta keputusan mereka dalam ruang politik. Dan tak jarang kebijakan politik yang diambil malah mengesampingkan sudut pandang perempuan serta minim akan perspektif gender.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun