Mohon tunggu...
Salsa Alicia Saputra
Salsa Alicia Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Political Science Student

Political Science Student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Trigger Warning: Pengangkatan Isu Kekerasan Seksual melalui Karya Seni

25 Mei 2022   03:28 Diperbarui: 28 Mei 2022   18:26 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Angka kekerasan seksual di dunia masih terbilang sangat tinggi. Bahkan dari jumlah yang dilaporkan, ternyata masih banyak lagi kasus-kasus yang belum terdeteksi sehingga menyerupai fenomena gunung es. Menurut RUU TPKS (Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual), kekerasan seksual sendiri meliputi beberapa tindakan, seperti perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi yang bertentangan dengan kehendak seseorang tersebut yang mampu menyebabkan kesengsaraan seksual, fisik, psikis, hingga kerugian sosial, ekonomi, budaya, dan politik.

Di zaman yang semakin maju dan berpikiran terbuka ini, tentunya banyak sekali bermunculan bentuk-bentuk pengangkatan isu kekerasan seksual hingga perlawanan di seluruh dunia. Salah satu contohnya adalah penyuaraan isu kekerasan serta perlawanan melalui karya seni. Pembawaan isu dengan pendekatan kreatif ini menjadi salah satu upaya para seniman dalam menyadarkan publik akan dampak negatif dari tindak kekerasan seksual yang masih merajalela. Dan di bawah ini telah dilampirkan contoh karya seni bertemakan isu terkait.

1. Lagu “Tubuhku, Otoritasku” - Tika & Dissidents

tubuh-6292058353e2c32f5d34ee32.jpeg
tubuh-6292058353e2c32f5d34ee32.jpeg
Dengan adanya normalisasi budaya seksisme yang mengobjektifikasi tubuh perempuan, musisi bernama Kartika Jahja yang merupakan bagian dari band  Tika & Dissidents memutuskan untuk merilis sebuah lagu yang diharapkan dapat menyentuh kesadaran pendengarnya akan isu kekerasan seksual. Liriknya yang begitu gamblang dan tegas menyuarakan perihal otoritas tubuh perempuan. 

Lagu ini dibuat juga sebagai pengingat bahwa masih banyak perempuan Indonesia yang dipermalukan secara seksual dan diperlakukan dengan kekerasan yang hanya karena mereka terlahir sebagai perempuan sehingga kebanyakan orang berpikir tidak apa bagi mereka untuk menjadikan perempuan sebagai objek. Hal ini juga diperjelas dengan fakta yang dinyatakan oleh Komnas Perempuan bahwa setiap dua jam terdapat 3 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. 

“Ini suaraku, tubuhku otoritasku // Yang kuteriakkan kenakan pilihanku // Ini untukmu, sahabatku laki-laki // Tanpa izinku, kau tak masuk ke wilayahku // Hormatku lahir dari hormatku // Kokoh kakiku menopang kekuatanku // Gelap kulitku dicumbu matahari // Ini milikku // Tubuh buka atau tutupi // Bukan parameter moralitas dan harga diri”.

2. Lagu “Greasy Spoon” - Sam Fender

grease-629205b9bb44866c982dea22.jpeg
grease-629205b9bb44866c982dea22.jpeg
Sam Fender di dalam lagunya yang berjudul “Greasy Spoon” ini berusaha menilik perilaku kebanyakan orang yang tak acuh serta meremehkan pelecehan seksual terhadap perempuan dan menganggapnya seperti hal biasa tanpa memikirkan dampak berkelanjutannya bagi sang perempuan.

Di Indonesia sendiri catcalling termasuk ke dalam perbuatan pidana sebab telah memenuhi unsur-unsur pidana menurut Prof Simons, antara lain:  adanya sesuatu yang dilakukan manusia, diancam pidana di mana catcalling merupakan tindak pelecehan verbal yang dapat diancam pidana tentang kejahatan terhadap kesusilaan, melawan hukum karena catcalling mengganggu dan melecehkan hak asasi manusia untuk merasa aman, dilakukan dengan kesalahan, serta oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Meskipun demikian, hukum Indonesia belum memiliki kejelasan dan ketegasan atas perbuatan catcalling (Putri,2021).

“Cat calling white van patrolling // The streets as she walks from work // Rip hard and jeer from a far // As he sits with a drooling smirk // She hardly sleeps // She hardly eats // She hardly breathes // When you’re in her breathing space”.

3. Lagu “You Don’t Own Me” - Pale Waves

you-dont-629205fb53e2c326841d3673.jpeg
you-dont-629205fb53e2c326841d3673.jpeg
Tembang yang sudah tidak asing di telinga kebanyakan orang ini menjadi sebuah karya seni yang berusaha untuk menyampaikan pesan mengenai perlawanan terhadap budaya seksis di mana perempuan harus mengikuti kebiasaan terdahulu yang belum tentu sesuai dengan keinginan dan tidak adil bagi mereka. Terlebih hingga saat ini masih banyak penilaian serta suruhan negatif terhadap seseorang hanya karena seseorang tersebut adalah perempuan.

Lagu ini juga menjadi karya seni yang mampu menepis stereotip terhadap perempuan yang biasa dianggap lebih rendah dan berusaha memenuhi standar masyarakat yang sebenarnya tak jarang pula telah terinternalisasi dalam diri perempuan. 

“Just learn to bite your tongue, were you not taught when you were young? // Don't show too much skin, don't even start to speak your mind // I’d rather pull out my teeth // Than be what you want me to do // I know it’s hard to believe // You don’t own me”.

4. Film "Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak"

marlina-6292064a53e2c341a6156b82.jpg
marlina-6292064a53e2c341a6156b82.jpg
Film yang disutradarai oleh Mouly Surya ini menceritakan sebuah kisah kekerasan seksual yang menimpah Marlina. Ia menjadi korban perampokan serta pemerkosaan. Para perampok yang datang ke kediaman Marlina pun turut mengancam nyawanya dan yang lebih ironisnya adalah Marlina juga diperkosa di depan mayat suaminya. Namun pada akhirnya Marlina berhasil melakukan perlawanan dengan memenggal kepada salah satu perampok.

Namun, dengan tereprentasikannya tindak perlawanan perempuan terhadap kekerasan seksual yang dialaminya, nyatanya dalam kehidupan nyata justru ada saja kasus perlawanan yang malah berbuah hasil kepada korban yang ditetapkan sebagai tersangka. Contohnya, seorang remaja putri dengan inisial MS berumur 15 tahun asal Nusa Tenggara Timur, malah menjadi tersangka setelah membunuh pria dengan inisial NB yang berumur 48 tahun karena telah melakukan ancaman pemerkosaan. Dan dalam hal ini Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani meminta agar pihak kepolisian bertindak adil dalam penyidikan dengan mengedepankan perspektif perlindungan anak dan perlindungan perempuan.

5. Film "The Hunting Ground"

hunting-ground-6292067e53e2c322953cc973.jpg
hunting-ground-6292067e53e2c322953cc973.jpg
Film dokumenter yang disutradarai oleh Kirby Dick ini mengikuti kisah segelintir mahasiswa serta kasus kekerasan seksual yang menjerat mereka termasuk dampaknya kepada kehidupan para mahasiswa tersebut. Karya ini juga menggambarkan ketidakadilan bagi para korban di mana pihak universitas malah angkat bicara dan tidak merespon laporan kekerasan seksual yang terjadi di kampus, sehingga memicu para mahasiswa untuk melakukan gerakan perlawanannya sendiri. 

Hal ini nyatanya juga relevan dengan yang terjadi di Indonesia di mana Komnas Perempuan mencatat bahwa dalam kurun waktu empat tahun, yakni 2017-2021 kasus kekerasan seksual paling banyak memakan korban di lingkungan pendidikan di mana perguruan tinggi memiliki 35 kasus yang diikuti oleh pesantren dengan 16 kasus, dan SMA (Sekolah Menengah Atas) dengan 15 kasus. Selain itu, Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor turut mengungkapkan bahwa jumlah korban kekerasan seksual di perguruan tinggi yang mengajukan laporan mengalami peningkatan signifikan setelah Permendikbud tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi disahkan.

Dari pemaparan di atas dapat dilihat bahwa kekerasan seksual masih marak terjadi di sekitar kita. Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan tindakan tidak bermoral tersebut, para seniman juga ikut ambil andil melalui seni berupa lagu maupun film. Dan dengan kehadiran karya-karya tersebut diharapkan publik dapat memahami makna di dalamnya dan tidak lagi memperlakukan wanita dengan cara yang merendahkan serta dengan sebagaimana semestinya.

Sumber

Putri, N. R. R., Hasan, K. N., & Yuningsih, H. (2021). Perspektif Hukum Pidana Terhadap Perilaku Pelecehan Secara Verbal (Catcalling) di Indonesia (Doctoral dissertation Sriwijaya University).

Ismiati, I. (2018). Pengaruh Stereotype Gender terhadap Konsep Diri Perempuan. Takammul: Jurnal Studi Gender dan Islam Serta Perlindungan Anak, 7(1), 33-45.

Guritno, T. (2021, Februari 19). Seorang Perempuan Jadi Tersangka Setelah Bela Diri dari Tindakan Perkosaan, Komnas Perempuan Minta Polisi Adil dalam Proses Hukum. Diakses dari

https://nasional.kompas.com/read/2021/02/19/20175771/seorang-perempuan-jadi-tersangka-setelah-bela-diri-dari-tindakan-perkosaan?page=all

Springster. Maksud Kartika Jahja ketika Dia Bilang, “Tubuhku, Otoritasku”. Diakses dari

https://id.heyspringster.com/en/sections/girl-stories/maksud-kartika-jahja-ketika-dia-bilang-tubuhku-otoritasku/

Jayani, J., H. (2022, Maret 03). Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan Terus Terjadi, Ini Datanya. Diakses dari

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/10/kekerasan-seksual-di-lingkungan-pendidikan-terus-terjadi-ini-datanya

Jawapos.com. (2022, Januari 06). Jumlah Pelapor Kekerasan Seksual di Kampus Meningkat. Diakses dari 

https://www.jawapos.com/nasional/06/01/2022/jumlah-pelapor-kekerasan-seksual-di-kampus-meningkat/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun