Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru - Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah membawa dunia masuk dalam pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran kepada dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hujan Menjadi Bencana: Refleksi atas Kesiapan Mitigasi dan Adaptasi

3 Februari 2025   05:43 Diperbarui: 3 Februari 2025   05:43 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input gambar: laporan.bitbucket.io

KETIKA HUJAN MENJADI BENCANA: REFLEKSI ATAS KESIAPAN MITIGASI DAN ADAPTASI

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Input gambar: kupang.tribunnews.com
Input gambar: kupang.tribunnews.com
Fenomena Perubahan Iklim

Perubahan iklim telah meningkatkan intensitas curah hujan, yang berdampak pada meningkatnya frekuensi bencana seperti banjir dan tanah longsor. Hujan ekstrem yang terjadi dalam waktu singkat dapat menyebabkan luapan sungai, merusak infrastruktur, menggenangi permukiman, serta mengganggu aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Selain itu, ketidaksiapan dalam mitigasi dan adaptasi memperburuk dampaknya, membuat banyak daerah semakin rentan terhadap bencana yang berulang.

Fenomena curah hujan yang deras sering kali dianggap sebagai anugerah bagi kehidupan, terutama dalam menunjang sektor pertanian, mengisi sumber daya air, dan menjaga keseimbangan ekosistem. Namun, ketika intensitas curah hujan meningkat secara ekstrem dan berlangsung dalam waktu yang lama, berkah tersebut bisa berubah menjadi bencana. Banjir melanda pemukiman, tanah longsor mengancam daerah perbukitan, dan infrastruktur yang tidak siap menghadapi kondisi cuaca ekstrem mengalami kerusakan parah.

Hal ini bukan lagi sekadar peristiwa alam biasa, tetapi juga menjadi cerminan dari persoalan lingkungan, tata kota yang buruk, serta kurangnya mitigasi bencana yang efektif. Selain itu, dampak dari curah hujan tinggi tidak hanya terbatas pada kerugian material, tetapi juga mengganggu aktivitas sosial-ekonomi masyarakat, menimbulkan korban jiwa, serta memicu krisis kemanusiaan seperti kelangkaan pangan dan meningkatnya penyakit pasca-bencana.

Oleh karena itu, penting untuk merefleksikan sejauh mana kesiapan kita dalam menghadapi ancaman ini, baik dari segi mitigasi untuk mengurangi dampak bencana, maupun adaptasi jangka panjang dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin tidak menentu. Artikel ini akan membahas bagaimana hujan yang seharusnya menjadi sumber kehidupan kini berubah menjadi ancaman, serta bagaimana kesiapan mitigasi dan adaptasi dapat menjadi kunci dalam mengurangi risiko bencana akibat hujan ekstrem.

Input gambar: inet.detik.com
Input gambar: inet.detik.com
Dampak Curah Hujan Ekstrem

Hujan ekstrem yang terjadi secara terus-menerus dapat membawa berbagai dampak yang merugikan, baik bagi lingkungan, infrastruktur, maupun kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Salah satu dampak paling nyata adalah meningkatnya risiko banjir dan tanah longsor, terutama di daerah dengan sistem drainase yang buruk dan lahan kritis yang mudah terkikis oleh air.

Banjir tidak hanya menggenangi pemukiman dan merusak rumah warga, tetapi juga melumpuhkan fasilitas umum seperti jalan, jembatan, sekolah, dan rumah sakit. Akibatnya, aktivitas masyarakat terganggu, mobilitas menjadi terbatas, dan pelayanan publik pun terhambat. Selain itu, longsor yang dipicu oleh curah hujan tinggi dapat mengakibatkan hilangnya nyawa, menghancurkan lahan pertanian, serta memutus akses ke daerah-daerah tertentu, membuat evakuasi dan bantuan menjadi sulit dilakukan.

Tidak hanya secara fisik, hujan ekstrem juga berdampak besar pada sektor ekonomi. Di bidang pertanian, curah hujan berlebihan dapat menyebabkan gagal panen, terutama pada tanaman yang tidak tahan terhadap genangan air. Para petani mengalami kerugian besar, yang pada akhirnya berdampak pada ketahanan pangan di suatu wilayah. Di sektor industri dan perdagangan, banjir dapat menghambat distribusi barang dan bahan baku, meningkatkan biaya logistik, dan menyebabkan keterlambatan produksi.

Dampak sosial juga tidak bisa diabaikan. Hujan ekstrem yang menyebabkan bencana sering kali memaksa ribuan orang mengungsi ke tempat yang lebih aman. Di pengungsian, mereka harus menghadapi kondisi yang tidak nyaman, keterbatasan logistik, serta risiko penyebaran penyakit seperti diare, infeksi saluran pernapasan, dan demam berdarah. Selain itu, anak-anak yang tinggal di daerah terdampak mengalami gangguan dalam pendidikan karena sekolah yang tergenang air atau akses ke pendidikan yang terputus. Masyarakat yang kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian pun mengalami tekanan psikologis, seperti stres dan trauma akibat kehilangan anggota keluarga serta ketidakpastian masa depan.

Input gambar: regional.inews.com
Input gambar: regional.inews.com
Kesiapan Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim

Menghadapi meningkatnya intensitas hujan ekstrem dan dampak yang ditimbulkannya, kesiapan dalam mitigasi dan adaptasi menjadi kunci utama untuk mengurangi risiko bencana serta menjaga stabilitas sosial dan ekonomi. Mitigasi adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi faktor penyebab atau dampak dari perubahan iklim, sementara adaptasi adalah langkah penyesuaian terhadap kondisi lingkungan yang berubah. Salah satu langkah mitigasi yang sangat diperlukan adalah perbaikan sistem drainase di perkotaan dan daerah rawan banjir. Banyak kota di Indonesia yang masih menghadapi masalah drainase buruk, sehingga air hujan tidak dapat mengalir dengan baik dan menyebabkan genangan yang berujung pada banjir. Selain itu, normalisasi sungai dan pengerukan sedimen di waduk serta saluran air harus dilakukan secara rutin untuk memastikan aliran air tetap lancar dan tidak meluap saat curah hujan tinggi. Pembangunan tanggul dan sistem pengelolaan air terpadu juga menjadi langkah penting dalam mengantisipasi banjir.

Di sisi lain, adaptasi terhadap perubahan iklim juga harus ditingkatkan, terutama dalam perencanaan tata ruang wilayah. Pembangunan yang tidak mempertimbangkan aspek lingkungan sering kali memperburuk dampak hujan ekstrem, seperti alih fungsi lahan hijau menjadi kawasan permukiman tanpa sistem drainase yang memadai. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan harus lebih ramah lingkungan, dengan mempertahankan daerah resapan air dan mengembangkan konsep kota berkelanjutan. Masyarakat juga harus didorong untuk berpartisipasi dalam upaya adaptasi, seperti dengan melakukan penghijauan, menggunakan teknologi ramah lingkungan, dan tidak membuang sampah sembarangan yang dapat menyumbat saluran air.

Selain itu, sistem peringatan dini terhadap potensi bencana akibat hujan ekstrem perlu diperkuat. Penggunaan teknologi dalam mendeteksi cuaca dan curah hujan tinggi dapat membantu memberikan informasi lebih cepat kepada masyarakat, sehingga mereka dapat melakukan langkah antisipasi lebih awal. Pemerintah dan lembaga terkait harus bekerja sama dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang cara menghadapi bencana, seperti evakuasi mandiri, penyediaan cadangan logistik, serta pemanfaatan teknologi dalam monitoring kondisi cuaca. Sosialisasi melalui media sosial, aplikasi peringatan bencana, serta pelatihan kesiapsiagaan bencana di tingkat komunitas akan sangat membantu dalam meningkatkan kesadaran dan kesiapan masyarakat.

Lebih jauh, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat dalam menciptakan kebijakan yang mendukung mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Regulasi yang lebih ketat dalam pengelolaan lingkungan, insentif bagi industri yang menerapkan praktik ramah lingkungan, serta penelitian dan inovasi dalam pengelolaan air dan tanah dapat menjadi langkah maju dalam mengurangi risiko bencana akibat hujan ekstrem. Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan masyarakat tidak hanya lebih siap menghadapi dampak perubahan iklim, tetapi juga mampu beradaptasi secara berkelanjutan untuk masa depan yang lebih aman dan stabil.

Butuh Sinergi Bersama

Kesadaran akan risiko bencana akibat hujan ekstrem harus ditingkatkan di semua lapisan masyarakat agar tindakan nyata dapat segera dilakukan untuk mengurangi dampaknya. Setiap individu memiliki peran dalam menjaga lingkungan, seperti tidak membuang sampah sembarangan yang dapat menyumbat drainase, menanam pohon sebagai daerah resapan air, serta ikut serta dalam program mitigasi bencana yang diadakan oleh pemerintah atau komunitas lokal.

Selain itu, penting bagi masyarakat untuk memahami prosedur evakuasi dan kesiapsiagaan menghadapi banjir atau tanah longsor agar dapat bertindak cepat saat bencana terjadi. Pemerintah juga harus lebih aktif dalam mengedukasi warga melalui sosialisasi, simulasi bencana, serta penyebaran informasi cuaca yang lebih akurat dan mudah diakses. Dengan meningkatkan kesadaran dan menerapkan langkah konkret, kita dapat memperkecil risiko bencana dan menciptakan lingkungan yang lebih aman serta berkelanjutan bagi generasi mendatang.

Oleh karena itu, dalam upaya menghadapi hujan ekstrem yang semakin sering terjadi, kesiapsiagaan dan kepedulian bersama menjadi kunci dalam mengurangi dampak bencana. Mitigasi yang baik, adaptasi yang tepat, serta kesadaran individu dan pemerintah dalam menjaga lingkungan akan membantu mencegah risiko yang lebih besar. Dengan tindakan nyata dan kerja sama, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih aman dan berkelanjutan bagi semua.(*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun