Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru - Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah membawa dunia masuk dalam pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran kepada dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Misteri Lautan yang Dipagari: Kedaulatan, Konservasi, atau Eksploitasi?

1 Februari 2025   05:23 Diperbarui: 1 Februari 2025   05:23 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input gambar: viva.co.id

MISTERI LAUTAN YANG DIPAGARI: KEDAULATAN, KONSERVASI, ATAU EKSPLOITASI?

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Laut: Anugerah Tuhan

Laut adalah anugerah Tuhan, sebuah anugerah ilahi yang mencerminkan kebesaran dan kekuasaan-Nya. Bentangan air yang luas ini bukan sekadar sumber kehidupan bagi manusia, tetapi juga rumah bagi jutaan makhluk yang menjaga keseimbangan ekosistem bumi. Keindahan laut dengan ombak yang berirama, angin yang menyejukkan, serta kekayaan hayati di dalamnya adalah bukti kebijaksanaan Tuhan dalam menciptakan dunia. Namun, sebagai titipan ilahi, lautan harus dijaga dan dimanfaatkan dengan bijaksana, bukan dieksploitasi tanpa batas. Jika manusia merusaknya, maka sejatinya mereka sedang mengkhianati anygerha Tuhan yang telah diberikan untuk keberlangsungan hidup generasi mendatang.

Lautan pun telah menjadi ruang terbuka yang menyimpan berbagai misteri, baik dalam hal ekologi, ekonomi, maupun geopolitik. Namun, dalam beberapa waktu terakhir, fenomena "lautan yang dipagari" semakin sering terjadi, menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai motif di baliknya. Apakah ini bentuk perlindungan kedaulatan negara atas wilayah perairannya? Ataukah sebuah langkah konservasi demi menjaga ekosistem laut dari eksploitasi berlebihan? Atau justru ini hanyalah strategi untuk menguasai sumber daya laut demi kepentingan ekonomi dan eksploitasi skala besar? Pemagaran laut bisa berarti pembatasan akses bagi pihak tertentu, baik itu negara, nelayan lokal, atau bahkan masyarakat umum.

Dalam kenyataannya, banyak pihak yang mengklaim perairan sebagai bagian dari kedaulatannya dengan mendirikan batas-batas untuk dikuasai. Di sisi lain, beberapa kawasan laut sengaja dipagari untuk kepentingan konservasi, seperti zona perlindungan laut yang bertujuan menjaga habitat terumbu karang dan populasi ikan dari kepunahan. Namun, tidak jarang terjadi pemagaran laut justru dikendalikan oleh korporasi besar yang ingin menguasai. Dilema ini membuat pemagaran laut menjadi isu kompleks yang mempengaruhi banyak aspek, termasuk kehidupan masyarakat pesisir yang selama ini bergantung pada laut untuk mata pencaharian mereka.

Input gambar: medan.tribunnews.com
Input gambar: medan.tribunnews.com
Laut sebagai Wilayah Kedaulatan yang Harus Dijaga

Laut bukan hanya hamparan air yang luas, tetapi juga merupakan bagian integral dari suatu negara yang harus dijaga kedaulatannya. Dalam konteks hukum internasional, konsep Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan batas maritim memberikan hak bagi suatu negara untuk mengelola sumber daya laut dalam wilayah tertentu, yang sering kali berujung pada kebijakan pemagaran laut untuk mengamankan batas-batas tersebut.

Pemagaran laut dalam konteks kedaulatan sering kali dilakukan untuk mencegah masuknya kapal asing yang berpotensi melakukan pencurian ikan (illegal fishing), penyelundupan barang, hingga pelanggaran batas negara. Beberapa negara bahkan menerapkan sistem patroli ketat dan memasang batas fisik di laut guna menghalangi kapal-kapal asing yang tidak berizin.

Di Indonesia sendiri, pemagaran laut dapat ditemukan dalam bentuk pembatasan wilayah tertentu untuk mencegah eksploitasi ilegal serta memastikan bahwa kekayaan maritim nasional tetap menjadi hak rakyat Indonesia. Namun, dalam beberapa kasus, kebijakan ini juga berimbas pada nelayan lokal yang kesulitan mengakses daerah tangkapan mereka akibat terjadi pegamaran lautan oleh pihak-pihak tertentu.

Sebagai contoh konflik yang terjadi atas perebutan ruang kembali menjadi persoalan yang mengemuka pasca 'ditemukannya' pagar laut yang membentang sepanjang 30 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang. Pembangunan pagar laut dilakukan sejak Agustus 2024, tanpa izin resmi dan melanggar regulasi tata ruang Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun