BAD ATTITUDE VS GOOD ATTITUDE: DUEL SENYAP DALAM LINGKUNGAN BELAJAR
*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Lingkungan Belajar Â
Lingkungan belajar yang sehat merupakan fondasi utama dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang efektif dan bermakna. Di dalam lingkungan tersebut, sikap dan perilaku, baik dari siswa maupun guru, memainkan peran yang sangat penting dalam menentukan arah dan kualitas proses pembelajaran. Namun, kenyataannya, tidak semua individu dalam komunitas pendidikan mampu menunjukkan sikap yang mendukung terciptanya suasana belajar yang kondusif.
Di satu sisi, ada individu yang membawa good attitude, seperti rasa hormat, semangat belajar, dan sikap kolaboratif yang mendorong keberhasilan bersama. Di sisi lain, ada pula bad attitude yang seringkali muncul dalam bentuk ketidakdisiplinan, apatisme, dan perilaku merusak yang menghambat perkembangan baik secara akademik maupun sosial. Persaingan diam-diam antara dua jenis sikap ini, yang dapat disebut sebagai "duel senyap," menjadi dinamika yang tak terhindarkan dalam lingkungan belajar.
Meskipun sering tidak disadari, keberadaan bad attitude dan good attitude memiliki dampak besar terhadap kualitas pendidikan, hubungan antarindividu, serta pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, memahami dan mengelola perbedaan sikap ini menjadi tantangan sekaligus peluang besar bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan.
Ciri-Ciri Bad Attitude vs Good Attitude
Dalam ekosistem pendidikan, perbedaan antara bad attitude dan good attitude menciptakan dinamika yang kompleks, sering kali tidak terlihat secara langsung tetapi memiliki dampak besar pada keberhasilan proses pembelajaran. Bad attitude tidak hanya memengaruhi individu yang memilikinya, tetapi juga menyebar seperti virus yang dapat merusak suasana belajar di kelas. Contohnya, seorang siswa yang kurang menghormati guru, enggan bekerja sama dalam kelompok, atau sering melanggar aturan, dapat mengganggu fokus teman-temannya dan menurunkan kualitas pengajaran.
Selain itu, sikap negatif ini sering kali menjadi pemicu konflik, baik antara siswa maupun dengan guru, yang pada akhirnya merusak hubungan interpersonal dalam lingkungan sekolah. Sebaliknya, good attitude memiliki efek domino yang positif. Ketika seorang siswa menunjukkan antusiasme belajar, rasa hormat kepada guru, dan semangat kolaborasi dengan teman-temannya, ia tidak hanya meningkatkan kualitas pembelajaran dirinya sendiri, tetapi juga menginspirasi orang lain untuk berperilaku serupa. Sikap positif ini menciptakan suasana yang mendukung proses pembelajaran, di mana siswa merasa nyaman untuk bertanya, berdiskusi, dan mengeksplorasi potensi diri mereka secara maksimal.
Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap pembentukan bad attitude maupun good attitude. Pertama, lingkungan keluarga. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga dengan nilai-nilai positif cenderung membawa sikap baik ke dalam lingkungan sekolah, sedangkan mereka yang dibesarkan dalam situasi yang penuh konflik atau kurang perhatian sering kali menunjukkan sikap negatif.
Kedua, pengaruh teman sebaya dan budaya sekolah juga memainkan peran penting. Lingkungan sekolah yang tidak menegakkan aturan dengan konsisten atau tidak memberikan ruang bagi pengembangan karakter positif cenderung menjadi lahan subur bagi berkembangnya bad attitude.