Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru - Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah membawa dunia masuk dalam pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran kepada dunia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menimbang Pro dan Kontra: Wacana Amnesti Koruptor dalam Perspektif Hukum dan Moralitas

30 Desember 2024   04:45 Diperbarui: 30 Desember 2024   04:45 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input gambar: gramedia.com

MENIMBANG PRO DAN KONTRA: WACANA AMNESTI KORUPTOR DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN MORALITAS

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Media Tempo merilis sebuah berita judul "Banjir Kritik Rencana Presiden Prabowo Maafkan Koruptor" yang mengulas tentang rencana Presiden Prabowo Subianto memaafkan koruptor yang mengembalikan uang hasil korupsi. Hal ini menyebabkan muncul banjir kritikan. Sejumlah pihak mulai dari pakar hukum hingga aktivis antikorupsi tak sependapat dengan wacana tersebut. Mereka menilai upaya ini bertentangan dengan peraturan dan terkesan melindungi pelaku rasuah.

Hal tersebut disampaikan saat Presiden Prabowo berpidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, pada Rabu 18 Desember 2024,  mengatakan akan memberikan kesempatan kepada koruptor untuk tobat dengan memberikan kesempatan para koruptor untuk mengembalikan hasil curiannya.

Wacana amnesti untuk koruptor telah menjadi topik hangat yang menuai berbagai reaksi di kalangan masyarakat dan pejabat negara. Dalam konteks ini, amnesti berarti pemberian pengampunan atau pembebasan dari hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi, yang tentunya berpotensi memicu perdebatan tentang keadilan dan moralitas. Beberapa pihak mendukung kebijakan ini dengan alasan untuk mempercepat penyelesaian masalah hukum serta memberi kesempatan bagi pelaku untuk berubah, sementara yang lain menentangnya karena dianggap dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum.

 

Input gambar: berita-sulsel.com
Input gambar: berita-sulsel.com
Pro Kontra Wacana Amnesti Koruptor

Wacana amnesti untuk koruptor telah menimbulkan polemik yang cukup tajam, baik di kalangan politisi, pakar hukum, maupun masyarakat umum. Di satu sisi, ada pihak yang mendukung amnesti ini dengan alasan bahwa kebijakan tersebut dapat mempercepat penyelesaian kasus-kasus korupsi yang menggunung, sekaligus mengurangi beban sistem peradilan yang sudah sangat padat. Dengan memberikan amnesti, mereka berargumen bahwa negara bisa menfokuskan sumber daya untuk memberantas kasus-kasus lain yang lebih besar dan lebih kompleks.

Selain itu, ada yang melihat amnesti sebagai cara untuk memberikan kesempatan kepada pelaku korupsi yang sudah menyesali perbuatannya untuk melakukan perbaikan dan berkontribusi positif bagi negara. Mereka beranggapan bahwa sebuah proses rekonsiliasi nasional, yang juga mencakup amnesti, bisa membantu mengembalikan kepercayaan publik pada sistem hukum dan menciptakan iklim politik yang lebih stabil.

Namun, di sisi lain, wacana ini mendapat kritik tajam dari berbagai kalangan, terutama yang berfokus pada aspek keadilan dan moralitas. Kritikus berpendapat bahwa memberikan amnesti kepada koruptor hanya akan merusak prinsip-prinsip dasar keadilan, di mana pelaku kejahatan besar seharusnya dihukum setimpal dengan perbuatannya. Amnesti untuk koruptor dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap masyarakat, terutama mereka yang telah menjadi korban dari praktik korupsi yang merugikan negara dan rakyat. Selain itu, kebijakan ini bisa menurunkan efek jera yang seharusnya menjadi salah satu tujuan utama dari sistem peradilan pidana, terutama dalam menangani kasus korupsi yang telah merusak fondasi negara. Kritikus juga khawatir bahwa langkah tersebut akan semakin memperburuk persepsi negatif masyarakat terhadap integritas aparat penegak hukum dan politik, serta menguatkan kesan bahwa para elit politik dan pengusaha besar bisa bebas dari hukuman jika mereka memiliki kekuasaan atau pengaruh yang cukup.

Input gambar: rappler
Input gambar: rappler
Analisis Perspektif Hukum dan Moralitas

Dalam menganalisis wacana amnesti untuk koruptor, penting untuk melihatnya dari dua perspektif utama, yaitu hukum dan moralitas, yang sering kali saling bertentangan dalam konteks ini. Dari sisi hukum, amnesti untuk koruptor dapat dipandang sebagai langkah yang mempercepat penyelesaian masalah hukum, namun hal ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Hukum pidana dirancang untuk menegakkan keadilan dengan memberikan sanksi yang setimpal kepada pelaku kejahatan.

Korupsi, sebagai salah satu bentuk kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat secara luas, seharusnya mendapatkan hukuman yang berat sebagai bentuk efek jera dan untuk menunjukkan komitmen negara dalam memberantas praktik korupsi. Dalam hal ini, memberikan amnesti justru berisiko melemahkan penegakan hukum, karena akan muncul kesan bahwa koruptor dapat menghindari hukuman dengan cara tertentu, yang pada akhirnya dapat merusak sistem hukum yang ada.

Selain itu, kebijakan amnesti bisa menciptakan ketidaksetaraan di dalam sistem hukum, di mana hanya mereka yang memiliki kekuatan atau akses tertentu yang dapat memanfaatkan kebijakan tersebut untuk menghindari hukuman, sementara rakyat biasa yang tidak memiliki akses tetap dihukum dengan ketat.

Dari sisi moralitas, wacana amnesti ini menyentuh pada nilai-nilai keadilan sosial dan kepercayaan publik. Korupsi adalah kejahatan yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak tatanan sosial dan memperburuk kesenjangan ekonomi. Memberikan pengampunan kepada para pelaku korupsi dapat dianggap sebagai bentuk ketidakpedulian terhadap mereka yang dirugikan akibat tindakan korupsi. Dalam perspektif moral, amnesti untuk koruptor bisa dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap rasa keadilan bagi masyarakat, yang selama ini merasakan dampak langsung dari korupsi dalam berbagai aspek kehidupan.

Selain itu, kebijakan ini dapat menciptakan pesan yang keliru, yaitu bahwa kekuasaan dan uang dapat membeli kebebasan dari hukuman, yang tentunya bertentangan dengan prinsip moralitas dalam masyarakat yang adil dan beradab. Dengan demikian, meskipun amnesti bisa jadi dilihat sebagai upaya untuk mendamaikan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus korupsi, dari perspektif moral, kebijakan ini bisa berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap integritas sistem hukum dan pemerintah.

Terhadap wacana amnesti untuk koruptor menciptakan dilema antara kebutuhan untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat dan efisien dengan menjaga prinsip keadilan dan moralitas yang mendasari negara hukum. Penentuan kebijakan semacam ini memerlukan pertimbangan yang matang dan harus melibatkan dialog terbuka dengan masyarakat serta para pemangku kepentingan hukum, agar kebijakan tersebut tidak justru menambah kerugian sosial dan merusak tatanan yang telah dibangun dengan susah payah.

Input gambar: blog.bintangasik.com
Input gambar: blog.bintangasik.com
Catatan Rekomendasi

Berdasarkan analisis perspektif hukum dan moralitas, langkah yang sebaiknya diambil adalah memperkuat upaya pemberantasan korupsi melalui penegakan hukum yang tegas dan tidak tergoyahkan. Dari sisi hukum, kebijakan amnesti untuk koruptor harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati, karena dapat melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan dan merusak prinsip keadilan yang menjadi dasar negara hukum.

Sebagai gantinya, pemerintah perlu memperkuat mekanisme hukum yang lebih efisien dan transparan dalam menangani kasus korupsi, termasuk mempercepat proses peradilan dan memastikan bahwa pelaku korupsi dihukum sesuai dengan beratnya tindak pidana yang dilakukan. Penegakan hukum yang konsisten dan adil akan memberikan efek jera yang lebih kuat bagi para pelaku kejahatan, sekaligus menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi secara serius.

Dari perspektif moralitas, langkah yang lebih tepat adalah memberikan perhatian lebih besar pada perlindungan terhadap korban korupsi dan memastikan bahwa mereka yang dirugikan oleh tindak pidana ini mendapatkan keadilan yang setimpal. Pemerintah dan lembaga penegak hukum harus menunjukkan bahwa korupsi tidak bisa dibiarkan begitu saja, dan bahwa keadilan akan ditegakkan untuk setiap lapisan masyarakat, tanpa terkecuali. Sebagai alternatif, kebijakan yang lebih mengutamakan reformasi sistemik, seperti peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan yang lebih ketat, akan lebih mendukung terciptanya tata kelola yang bersih dan berintegritas, serta memperkuat moralitas publik. Dengan demikian, langkah-langkah yang diambil harus berfokus pada penguatan hukum dan moralitas, untuk menciptakan sebuah sistem yang adil, transparan, dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penting untuk diingat bahwa pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan negara. Memberikan amnesti kepada koruptor justru dapat melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan menciptakan ketidakadilan. Sebaliknya, dengan memperkuat penegakan hukum yang tegas dan transparan, kita tidak hanya menghukum para pelaku korupsi secara adil, tetapi juga menunjukkan komitmen untuk menciptakan negara yang bersih, berintegritas, dan berkeadilan. Kita harus memastikan bahwa prinsip-prinsip moralitas dan keadilan tetap menjadi dasar dalam setiap langkah yang diambil.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun