Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru - Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah membawa dunia masuk dalam pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran kepada dunia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kenaikan PPN 12 Persen: Langkah Strategis atau Beban Baru Bagi Rakyat?

23 Desember 2024   10:14 Diperbarui: 23 Desember 2024   10:14 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input gambar: youtube.com

KENAIKAN PPN 12 PERSEN: LANGKAH STRATEGIS ATAU BEBAN BARU BAGI RAKYAT?

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kenaikan tarif PPN sebenarnya telah diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Menurutnya, pemerintah akan melaksanakan ketentuan dalam UU HPP untuk menerapkan tarif PPN sebesar 12 persen terhitung mulai 1 Januari 2025.

Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen menjadi cukup ramai diperbincangkan di Indonesia. Sebagai salah satu sumber pendapatan negara, PPN memang memainkan peran penting dalam mendukung pembangunan nasional. Pemerintah beralasan bahwa kenaikan tarif ini diperlukan untuk meningkatkan kapasitas fiskal negara, terutama dalam mempercepat pemulihan ekonomi pasca-pandemi dan membiayai berbagai proyek infrastruktur yang krusial.

Namun, di sisi lain, kebijakan ini memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, khususnya bagi golongan berpendapatan menengah ke bawah, yang khawatir akan semakin terbebani dengan harga barang dan jasa yang semakin mahal. Apakah kenaikan PPN ini bisa dianggap sebagai langkah strategis untuk kemajuan ekonomi, atau justru menjadi beban baru bagi rakyat?

Input gambar: lingkar.news
Input gambar: lingkar.news
Tujuan dan Alasan di Balik Kenaikan PPN

Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen diusulkan oleh pemerintah dengan tujuan utama untuk meningkatkan pendapatan negara guna memperkuat ketahanan fiskal. Dalam konteks pemulihan ekonomi, pemerintah menghadapi tantangan besar dalam mengembalikan perekonomian ke jalur yang stabil. Peningkatan PPN dianggap sebagai solusi strategis untuk mengatasi defisit anggaran dan memastikan pembiayaan berkelanjutan, terutama dalam sektor pembangunan infrastruktur yang vital bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Infrastruktur yang lebih baik, seperti jalan, jembatan, dan fasilitas publik lainnya, tidak hanya akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat tetapi juga mendorong efisiensi ekonomi.

Selain itu, kenaikan PPN diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada sumber pendapatan lainnya, seperti penerimaan dari sektor minyak dan gas, yang sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga global. Di tingkat internasional, Indonesia juga perlu menyesuaikan kebijakan perpajakan dengan standar global yang lebih modern, mengingat beberapa negara telah menerapkan tarif PPN lebih tinggi dari 12 persen.

Dengan demikian, langkah ini dipandang sebagai bagian dari upaya untuk memperbaiki sistem perpajakan yang lebih progresif dan menyesuaikan dengan dinamika ekonomi global. Namun, meskipun memiliki tujuan yang jelas, kenaikan PPN ini tetap memunculkan pertanyaan besar mengenai dampaknya terhadap daya beli masyarakat, terutama mereka yang berada di lapisan bawah ekonomi.

Input gambar: mrbfinance.com
Input gambar: mrbfinance.com
Dampak Kenaikan PPN terhadap Masyarakat

Dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen terhadap masyarakat diprediksi akan cukup signifikan, terutama bagi kalangan menengah ke bawah. Sebagai pajak konsumsi, PPN langsung mempengaruhi harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari, seperti makanan, pakaian, obat-obatan, dan transportasi. Kenaikan tarif ini berpotensi membuat harga barang kebutuhan pokok semakin tinggi, yang pada gilirannya akan mengurangi daya beli masyarakat. Bagi keluarga dengan penghasilan terbatas, hal ini tentu akan menjadi beban tambahan, karena mereka harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli barang yang sama.

Selain itu, sektor jasa seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi yang juga dikenakan PPN bisa mengalami lonjakan harga, mengurangi akses masyarakat terhadap layanan yang seharusnya terjangkau. Meskipun pemerintah menjanjikan berbagai bentuk kompensasi seperti subsidi atau bantuan sosial, banyak pihak yang meragukan efektivitas program tersebut dalam mengimbangi dampak negatif dari kenaikan PPN. Oleh karena itu, penting untuk memperhitungkan apakah kebijakan ini justru akan memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional.

Dampak terhadap sektor bisnis, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM), dapat cukup besar. Kenaikan tarif pajak ini berpotensi meningkatkan biaya produksi dan distribusi barang, yang akhirnya mempengaruhi harga jual produk di pasar. Bagi UMKM yang margin keuntungannya tipis, kenaikan biaya ini bisa menekan daya saing mereka, terutama jika konsumen mulai mengurangi pembelian karena harga yang lebih tinggi. Sementara itu, sektor bisnis besar mungkin memiliki kapasitas lebih untuk menyerap kenaikan biaya ini, tetapi tetap saja, hal ini bisa memengaruhi pola konsumsi dan permintaan pasar secara keseluruhan.

Input gambar: mistar.id
Input gambar: mistar.id
Analisis: Langkah Strategis atau Beban Baru?

Kenaikan PPN menjadi 12 persen dapat dilihat dari dua perspektif yang berbeda, yakni sebagai langkah strategis atau justru sebagai beban baru bagi masyarakat. Dari sisi pemerintah, kenaikan PPN dianggap sebagai langkah yang diperlukan untuk memperkuat pendapatan negara, terutama di tengah tantangan fiskal yang ada. Dengan meningkatkan penerimaan negara, pemerintah bisa lebih leluasa membiayai berbagai program pembangunan yang esensial, seperti pembangunan infrastruktur, pemenuhan kebutuhan sosial, dan penguatan sektor publik lainnya.

Namun, dari sisi masyarakat, terutama yang berpendapatan rendah dan menengah, kenaikan PPN bisa dianggap sebagai beban tambahan. Pasalnya, kebijakan ini langsung mempengaruhi harga barang dan jasa yang mereka konsumsi, yang pada akhirnya berpotensi menurunkan daya beli. Masyarakat, terutama kelompok rentan, akan merasakan dampak langsung dalam keseharian mereka, dengan harga barang-barang kebutuhan pokok yang semakin melambung.

Oleh karena itu, meskipun kenaikan PPN ini memiliki tujuan yang strategis dalam memperbaiki perekonomian nasional, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada efektivitas program pendamping yang dapat meringankan beban masyarakat, seperti pemberian subsidi atau bantuan sosial. Tanpa kebijakan penyeimbang yang tepat, wacana kenaikan PPN bisa berisiko menambah ketimpangan sosial yang sudah ada.

Untuk memastikan bahwa kebijakan kenaikan PPN tidak menambah ketimpangan sosial yang lebih besar, pemerintah perlu memperkuat program subsidi dan bantuan sosial yang dapat langsung dirasakan oleh masyarakat berpendapatan rendah dan menengah. Pemerintah juga bisa mempertimbangkan pemberian insentif bagi pelaku UMKM untuk menjaga daya saing mereka dan memastikan harga barang tetap terjangkau.

Dalam menghadapi kenaikan PPN yang mungkin membebani keuangan, masyarakat diharapkan untuk tetap adaptif dan bijak dalam mengelola keuangan pribadi. Menyusun anggaran dengan cermat, mengurangi konsumsi barang-barang non-prioritas, serta memanfaatkan promo atau diskon bisa menjadi langkah-langkah sederhana untuk menjaga kestabilan keuangan. Selain itu, mengedukasi diri tentang alternatif pengelolaan keuangan dan memanfaatkan program bantuan yang ada akan membantu masyarakat untuk bertahan di tengah tantangan ekonomi. Dengan sikap yang bijaksana dan perencanaan yang matang, kita dapat mengurangi dampak negatif dari kebijakan ini.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun