SOFT POWER GURU: MENGINSPIRASI SISWA MELALUI KETELADANAN DAN NILAI-NILAI
*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Sebuah tulisan Prof. Pitoyo Peter Hartono tentang tim kesebelasan Jepang menelan kekalahan yang menyesakan di Piala Dunia di babak 16 besar. Target mereka adalah delapan besar, namun targetnya tak tercapai. Setelah mengalahkan dua tim raksasa, Jerman dan Spanyol, mereka dikalahkan oleh Kroasia dalam pertandingan yang fair. Meski menelan kekalahan. Jepang tidak mengeluarkan satu patah kata pun untuk beralasan.
Yang pertama keluar dari mulut para pemain dan pelatih mereka, Hajime Moriasu adalah terima kasih untuk pendukung mereka dan penyelenggara. Moriasu membungkuk dalam-dalam di hadapan pendukungnya. Yang tidak banyak diketahui orang, dia kembali ke lapangan sejam setelah pertandingan berakhir. Waktu hampir tidak ada media peliput, dia sekali lagi membungkuk dalam-dalam di dalam stadion yang hampir kosong. Kali ini untuk menunjukkan rasa terima kasihnya dan kerendahan hatinya pada tempat pertandingan tersebut.
Tim Jepang memang kalah, tapi mereka tetap melakukan rutinitas mereka Membersihkan kamar ganti sebersih-bersihnya Melipat origami berbentuk suruh, semacam burung bangau yang dipercaya membawa keberuntungan. Bagi mereka melakukan sesuatu yang baik dalam kondisi senang itu gampang. Semua orang bisa. Melakukannya dalam kondisi jatuh amat sulit. Ini perlu penguasaan diri dan disiplin yang ditanamkan sepanjang hidup.
Tim Kesebelasan Jepang bisa melakukan ini bukan karena mereka terlahir demikian, tapi karena dididik demikian. Investasi pendidikan mereka dalam bentuk soft power muncul pada saat mereka terpuruk sekalipun. Mereka menunjukkan pada dunia bahwa kemampuan dan penguasaan diri untuk berlaku lembut, sopan, disiplin, dan beradab itu adalah power meskipun di kritik.
Tanpa banyak mulut dan drama, mereka menunjukkan pada dunia template dan masyarakat yang beradab. Kesebelasan Jepang dan para pendukungnya datang untuk menyuguhkan permainan sepak bola yang baik dan semangat sportifitas Mereka tidak pernah meremehkan lawan, apalagi mengolok-olok lawan yang kalah. Mereka tahu bahwa lawan tanding mereka berusaha sama kerasnya dengan mereka Hanya orang yang telah berusaha keras yang bisa menghargai usaha orang lain.
Ketika membaca petikan tulisan Prof. Pitoyo Peter Hartono tersebut, terasa begitu kuat pancaran nilai-nilai luhur dalam kehidupan yang menginspirasi. Di setiap kalimatnya, terselip muatan budaya luhur yang menggambarkan kekayaan warisan bangsa, dipadu dengan etika mulia yang mengajarkan penghormatan terhadap sesama. Tulisan itu seolah mengajak pembaca untuk merenungi makna budaya tinggi yang menuntun perilaku manusia menuju keadaban. Lebih dari itu, semangat sportivitas total yang diusungnya mengajarkan tentang keberanian menghadapi tantangan dengan hati yang bersih, menghargai proses, dan tetap teguh dalam prinsip.
Petikan tulisan Prof. Pitoyo Peter Hartono, sangatlah menyentuh oleh kedalaman pesan yang terkandung di dalamnya. Tulisan tersebut tidak hanya menghadirkan wawasan, tetapi juga menghidupkan kembali kesadaran akan pentingnya budaya luhur, etika mulia, dan sportivitas dalam kehidupan sehari-hari. Di tengah arus modernisasi yang kerap mengikis nilai-nilai tradisional, karya ini menjadi pengingat akan warisan budaya yang tinggi dan semangat hidup yang penuh integritas. Dengan gaya penulisan yang kuat dan penuh makna, tulisan ini seolah mengajak pembaca untuk merenung, belajar, dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam berbagai aspek kehidupan.
Konsep Soft power dalam pendidikan merujuk pada pendekatan yang mengedepankan pengaruh tanpa paksaan, melainkan melalui keteladanan, inspirasi, dan nilai-nilai. Dalam konteks pendidikan, guru berperan sebagai agen perubahan yang memotivasi siswa dengan cara membangun hubungan emosional yang positif, menanamkan nilai-nilai luhur, dan menjadi panutan. Pendekatan ini menciptakan suasana belajar yang lebih kondusif, di mana siswa terdorong untuk berkembang secara alami tanpa tekanan. Dengan mengandalkan soft power, pendidikan tidak hanya mencetak individu cerdas, tetapi juga membentuk karakter yang beretika dan berdaya saing.
Keteladanan guru menjadi pilar utama dalam penerapan soft power di dunia pendidikan. Sebagai panutan, guru memiliki peran strategis dalam membentuk karakter siswa melalui sikap, perilaku, dan nilai-nilai yang mereka tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari. Keteladanan tidak hanya tercermin dalam penguasaan materi pelajaran, tetapi juga dalam integritas, kejujuran, dan cara mereka menghadapi tantangan. Ketika guru mampu menunjukkan konsistensi antara apa yang diajarkan dan apa yang dilakukan, siswa akan lebih mudah terinspirasi dan termotivasi untuk mengikuti jejak tersebut. Dengan keteladanan, guru menciptakan lingkungan yang mendukung pembelajaran, di mana nilai-nilai positif tertanam secara alami, membangun generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter mulia.
Penanaman nilai-nilai melalui soft power menjadi aspek penting dalam pendidikan untuk membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berkarakter. Dengan pendekatan ini, nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, toleransi, dan kerja keras dapat ditanamkan melalui interaksi yang hangat dan inspiratif antara guru dan siswa. Ketimbang pendekatan yang otoriter, soft power memungkinkan siswa untuk menerima dan memahami nilai-nilai tersebut dengan kesadaran, bukan paksaan.
Hal ini menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif dan bermakna, di mana siswa merasa dihargai dan termotivasi untuk menerapkan nilai-nilai itu dalam kehidupan mereka. Penanaman nilai melalui soft power adalah investasi jangka panjang yang membangun generasi berintegritas dan siap menghadapi tantangan global dengan moral yang kuat.
Penerapan soft power oleh guru membawa banyak manfaat signifikan dalam dunia pendidikan. Guru yang memanfaatkan pendekatan ini dapat menciptakan suasana belajar yang lebih harmonis, meningkatkan motivasi siswa, dan membangun hubungan emosional yang positif. Siswa merasa dihargai, didengar, dan didorong untuk berkembang tanpa tekanan, yang pada akhirnya memperkuat karakter dan kepercayaan diri mereka. Pendidikan berbasis soft power diharapkan mampu membangun generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter dan berintegritas.
Namun, penerapan soft power juga memiliki tantangan. Keberagaman karakter siswa menuntut guru untuk memiliki kesabaran dan kreativitas tinggi dalam menyesuaikan pendekatan mereka. Selain itu, keterbatasan waktu, kurikulum yang padat, serta ekspektasi yang tinggi dari berbagai pihak sering kali menjadi kendala. Meski demikian, manfaat jangka panjang dari pendekatan ini menjadikannya investasi yang layak untuk menciptakan generasi yang beretika dan berprestasi.
Mari kita, sebagai guru, terus mengembangkan pendekatan berbasis nilai dan keteladanan dalam mendidik generasi penerus. Dengan menjadi teladan yang konsisten dalam sikap dan tindakan, kita tidak hanya mengajar, tetapi juga menginspirasi siswa untuk tumbuh menjadi pribadi yang berintegritas. Nilai-nilai luhur kehidupan perlu ditanamkan melalui cara yang tulus dan bermakna, agar siswa merasakannya sebagai bagian dari diri mereka. Bersama, kita bisa menciptakan lingkungan belajar yang tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga membangun karakter yang kuat demi masa depan bangsa yang lebih baik.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H