Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru - Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah membawa dunia masuk dalam pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran kepada dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Kebenaran Dibungkam: Orang Bijak Merenung, Orang Bebal Tersinggung

9 November 2024   05:15 Diperbarui: 9 November 2024   08:30 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar: gkkamks.org

KETIKA KEBENARAN DI BUNGKAM: ORANG BIJAK MERENUNG, ORANG BEBAL TERSINGGUNG

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Memahami Fondasi Kebenaran

Kebenaran merupakan fondasi penting dalam kehidupan sosial yang berperan dalam membentuk keadilan dan moralitas. Namun, di tengah berbagai dinamika masyarakat, seringkali kebenaran dibungkam oleh berbagai kepentingan. Dalam situasi ini, reaksi individu terhadap kebenaran akan sangat beragam. Orang bijak cenderung merenung, merenungkan makna dan implikasi dari kebenaran yang dihadapi, sementara orang bebal seringkali tersinggung, menolak untuk menerima kenyataan yang mungkin menyakitkan.

Bicara hal kebenaran sering kali membangkitkan berbagai reaksi di kalangan masyarakat. Dalam konteks ini, kita dapat melihat dua sikap yang berbeda: orang bijak yang merenung dan orang bebal yang tersinggung. Ajaran kebenaran, dengan kekuatannya, dapat membawa perubahan signifikan dalam hidup seseorang, tergantung pada sikap dan kesiapan mereka untuk menerima pesan tersebut. Ketika dihadapkan pada kebenaran, orang yang bijak cenderung mengambil waktu tenang untuk merenungkan makna di balik ajaran tersebut. Mereka bertanya pada diri sendiri: "Apa yang bisa saya pelajari dari ini?" atau "Bagaimana hal ini dapat membantu saya tumbuh sebagai pribadi?"

Proses refleksi ini tidak hanya memperkaya pengetahuan, tetapi juga mengubah cara pandang dan tindakan seseorang. Sebaliknya, bagi orang yang tidak siap menerima kebenaran, ajaran tersebut sering kali dianggap sebagai serangan terhadap keyakinan atau pandangan hidup mereka. Orang bebal, dalam konteks ini, merujuk pada mereka yang keras kepala dan enggan untuk merenungkan atau mempertimbangkan sesuatu hal dari sudut pandang lain.

Kebenaran dalam Konteks Menghadapi Paradigma Baru Pendidikan

Kebenaran sering kali menjadi konsep yang terdistorsi oleh berbagai perspektif dan kepentingan yang saling bertentangan. Di era informasi yang cepat dan melimpah, kebenaran bukan hanya sekadar fakta objektif, tetapi juga dipengaruhi oleh opini, bias, dan narasi yang dibangun oleh media dan individu. Ketika paradigma baru muncul misalnya melalui kemajuan teknologi atau perubahan sosial maka terkadang cara orang memahami dan menafsirkan kebenaran pun ikut berubah.

Dalam konteks pendidikan, konsep kebenaran mengalami transformasi yang signifikan seiring dengan munculnya paradigma baru yang menekankan pada pembelajaran yang lebih holistik dan berbasis teknologi. Pendidikan kini tidak hanya berfokus pada penguasaan fakta dan pengetahuan, tetapi juga pada kemampuan untuk berpikir kritis dan menganalisis informasi yang kompleks. Di era digital, akses terhadap informasi yang melimpah memunculkan tantangan baru: bagaimana menyaring dan memahami kebenaran di tengah berbagai sumber yang kadang bertentangan dan tidak terverifikasi.

Dalam situasi ini, kebenaran bukan lagi sesuatu yang absolut, tetapi lebih bersifat kontekstual dan dinamis. Hal ini menuntut pendidik untuk membekali siswa dengan keterampilan literasi informasi, di mana mereka diajarkan untuk mengevaluasi kredibilitas sumber, mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda, dan memahami bahwa kebenaran sering kali bisa berbeda tergantung pada konteks sosial dan budaya.

Dengan pendekatan ini, pendidikan tidak hanya bertujuan untuk menghasilkan individu yang terampil dalam bidang akademis, tetapi juga menciptakan generasi yang mampu menghadapi dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Melalui pengajaran yang menekankan pada pemahaman kebenaran dalam konteks yang lebih luas, siswa diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang kritis dan bertanggung jawab, siap menghadapi tantangan global yang kompleks dan terus berkembang.

Input sumber gambar: pinterest
Input sumber gambar: pinterest
Bagaimana Reaksi Orang Bijak dan Orang Bebal terhadap Regulasi Pendidikan

Reaksi terhadap regulasi perubahan pendidikan sering kali menunjukkan perbedaan mencolok antara orang bijak dan orang bebal. Orang bijak, yang memiliki pemahaman mendalam tentang pentingnya pendidikan sebagai alat untuk meningkatkan kualitas hidup, cenderung menyambut perubahan dengan sikap terbuka dan reflektif. Mereka melihat regulasi baru sebagai peluang untuk berinovasi dan memperbaiki sistem pendidikan yang ada. Dalam konteks ini, mereka merenungkan dampak jangka panjang dari perubahan tersebut, mempertimbangkan bagaimana kebijakan baru dapat diterapkan secara efektif, dan berusaha berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik. Mereka juga cenderung mengadvokasi untuk penyempurnaan regulasi berdasarkan hasil evaluasi dan masukan dari berbagai pihak, dengan harapan dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan adaptif.

Namun, orang bebal seringkali bereaksi dengan ketidakpuasan atau penolakan terhadap regulasi perubahan yang diusulkan. Mereka mungkin merasa terancam oleh perubahan tersebut, berpikir bahwa hal itu akan mengganggu kenyamanan atau kebiasaan yang telah ada. Reaksi ini seringkali mengarah pada kritik yang emosional daripada analisis yang rasional, dan mereka cenderung menolak untuk beradaptasi dengan ide-ide baru. Dalam beberapa kasus, mereka mungkin berfokus pada aspek negatif dari regulasi tersebut, seperti kemungkinan meningkatnya beban kerja atau tuntutan yang lebih tinggi tanpa mempertimbangkan manfaat jangka panjang bagi siswa dan sistem pendidikan secara keseluruhan.

Ketidakmampuan mereka untuk melihat gambaran besar dapat menghambat kemajuan dan inovasi dalam pendidikan, serta menciptakan ketegangan antara mereka yang ingin beradaptasi dan mereka yang enggan berubah. Oleh karena itu, perbedaan reaksi ini mencerminkan pentingnya memiliki sikap terbuka dan pemahaman yang mendalam tentang tujuan dan manfaat dari regulasi perubahan pendidikan, serta perlunya membangun komunikasi yang konstruktif antara semua pihak terkait.

Ajakan dan Pesan: Merespons Kebenaran dalam Kehidupan Sehari-hari

Ketika kita dihadapkan pada kebenaran, penting bagi kita untuk melakukan refleksi pribadi tentang bagaimana kita meresponsnya dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa pertanyaan reflektif yang dapat membuka wawasan berpikir kita menghadapi segala bentuk perubahan yang terjadi, bahkan mengganggu zona kenyamanan kita.

Pertama, apakah kita cenderung menerima kebenaran dengan lapang dada dan menggunakannya sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh, ataukah kita sering kali merasa tersinggung, menolak untuk menghadapi kenyataan yang tidak nyaman? Kedua, apa reaksi kita terhadap kebenaran dapat mempengaruhi hubungan kita dengan orang lain, serta bagaimana kita berinteraksi dalam komunitas yang lebih luas? Dengan mempertimbangkan cara kita merespons kebenaran, kita dapat mengevaluasi sikap dan nilai-nilai yang kita pegang.  Ketiga, apakah kita lebih memilih untuk tetap berada dalam zona nyaman, ataukah kita berani menghadapi tantangan dan memperluas perspektif kita?

Mengajak diri kita untuk merenungkan pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu kita menjadi individu yang lebih bijaksana, membuka jalan bagi dialog yang konstruktif dan pemahaman yang lebih dalam terhadap diri sendiri dan orang lain. Di era di mana informasi dan kebenaran sering kali terdistorsi, kesadaran akan respons kita terhadap kebenaran menjadi semakin krusial, baik untuk pengembangan pribadi maupun untuk membangun kekuatan dan semangat diri kita menghadapi musim perubahan.

Pesan moral yang dapat diambil dari perbedaan reaksi terhadap kebenaran adalah pentingnya memilih untuk menjadi orang bijak yang merenung daripada orang bebal yang tersinggung. Ketika kita menghadapi kebenaran, merenung memungkinkan kita untuk melihat situasi dari beragam sudut pandang, membuka diri terhadap pembelajaran, dan meningkatkan pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita. Sebaliknya, sikap tersinggung cenderung menutup pikiran kita, membatasi kemampuan kita untuk tumbuh dan berkembang. Memilih untuk bersikap bijak dalam menghadapi kebenaran adalah langkah penting untuk mengatasi tantangan, meraih potensi diri, dan berkontribusi pada masyarakat yang lebih baik. Dengan demikian, kita dapat menjadi teladan bagi orang lain dan menginspirasi mereka untuk mengadopsi sikap yang sama, menciptakan budaya yang menghargai kebenaran dan pertumbuhan menuju masa depan yang lebih cerah dan harmonis. Mari menjalani hidup menjadi orang bijak, tidak seperti orang bebal.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun