MENYATU DALAM IBADAH, BERSATU DALAM PERNIKAHAN: REFLEKSI IBADAH PASUTRI GMIT DI KLASIS LOBALAIN
*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Dalam kehidupan pasangan suami istri (pasutri) Kristen, ibadah dan pernikahan memiliki peran penting sebagai fondasi spiritual dan emosional. Ibadah tidak hanya dianggap sebagai kewajiban rutin kepada Tuhan, tetapi juga sebagai titah yang memelihara hubungan pribadi dengan-Nya.Â
Sementara itu, pernikahan dilihat sebagai perintah ilahi, di mana suami dan istri dipanggil untuk membangun rumah tangga yang harmonis dan berlandaskan iman.Â
Di tengah dinamika kehidupan, banyak pasangan menghadapi berbagai tantangan yang menguji kesetiaan dan komitmen mereka. Di sinilah ibadah memainkan peran vital, memberi kekuatan rohani yang menopang kehidupan pernikahan.
 Refleksi ini sangat relevan bagi pasutri GMIT di Klasis Lobalain, yang menghadirkan perenungan mendalam tentang bagaimana menyatukan nilai-nilai ibadah dalam kehidupan pernikahan untuk menciptakan hubungan yang selaras dengan kehendak Tuhan.Â
Ulasan ini hendak menggali keterkaitan antara ibadah sebagai titah dan pernikahan sebagai perintah, serta bagaimana keduanya saling melengkapi dalam memperkuat hubungan pasutri.
Makna Ibadah sebagai Titah Tuhan dalam Kehidupan Pasutri
Ibadah sebagai titah Tuhan memiliki makna mendalam dalam kehidupan pasutri, terutama di kalangan umat Kristen GMIT. Sebagai wujud ketaatan terhadap perintah Tuhan, ibadah bukan hanya sekadar rutinitas keagamaan, tetapi merupakan cara bagi pasangan suami istri untuk menjaga hubungan mereka dengan Sang Pencipta.
 Dalam konteks pernikahan, ibadah berfungsi sebagai fondasi spiritual yang memperkuat ikatan cinta dan komitmen antara suami dan istri.Â
Melalui ibadah, pasutri diajak untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, mendapatkan bimbingan, serta menemukan kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan yang muncul dalam kehidupan pernikahan.