Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru - Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah membawa dunia masuk dalam pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran kepada dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Suara dan Kritik Tajam, Siapa yang Diuntungkan dan Siapa yang Dikambinghitamkan?

3 Oktober 2024   05:03 Diperbarui: 3 Oktober 2024   05:03 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

POLITIK SUARA DAN KRITIK TAJAM: SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DAN SIAPA YANG DIKAMBINGHITAMKAN?

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Dalam dinamika politik, pemilu sering kali menjadi ajang yang tidak lepas dari praktik curang, termasuk penggelembungan suara. Penggelembungan suara merupakan manipulasi perolehan suara untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu, yang sering kali terjadi dalam sistem politik yang belum sepenuhnya transparan. 

Di sisi lain, kritik tajam terhadap praktik politik tidak etis seperti ini sering kali direspons dengan represif, di mana pengkritik dianggap sebagai ancaman dan bahkan dikambinghitamkan.

Dalam ulasan ini, akan dibahas bagaimana penggelembungan suara menguntungkan segelintir elit politik, sementara kritik yang seharusnya menjadi kontrol sosial justru menjebak pengkritik dalam stigma dan risiko pemecatan. Fenomena ini menunjukkan adanya ketegangan antara upaya mempertahankan kekuasaan dan kebutuhan akan transparansi dalam politik modern.

Fenomena ini terjadi ketika Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melakukan pemecatan terhadap Tia Rahmania dari calon legislatif  Dewan Perwakilan Rakyat daerah pemilihan Banten I, karena melanggar kode etik dan  melontarkan sindiran kepada Nurul Ghufron selaku pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Mahkamah Partai PDI Perjuangan telah menyidangkan kasus Tia Rahmania pada 14 Agustus 2024, yang memutus Tia Rahmania terbukti melakukan penggelembungan suara dan melanggar kode etik dan disiplin partai. Selanjutnya pada 30 Agustus 2024, DPP PDI Perjuangan mengirimkan surat beserta hasil persidangan Mahkamah Partai ke KPU.

Sumber gambar: homecare24.id
Sumber gambar: homecare24.id
Politik Suara dan Penggelembungan Suara

Penggelembungan suara merupakan salah satu praktik curang yang kerap muncul dalam kontestasi politik, terutama dalam sistem pemilu yang belum sepenuhnya transparan. Fenomena ini biasanya melibatkan manipulasi jumlah suara yang diberikan kepada kandidat atau partai tertentu dengan tujuan memastikan kemenangan mereka secara tidak sah. 

Penggelembungan suara dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti memalsukan data pemilih, menambah suara di daerah tertentu, hingga menghilangkan suara untuk mengurangi perolehan lawan politik. 

Dalam praktiknya, tindakan ini bukan hanya mencederai prinsip-prinsip demokrasi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap proses politik itu sendiri. Penggelembungan suara sering kali terjadi di bawah perlindungan elite politik yang memiliki kekuasaan dan akses ke lembaga-lembaga yang seharusnya menjaga netralitas proses pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun