Hal ini dapat mereduksi makna demokrasi sebagai mekanisme perwakilan rakyat dan melemahkan legitimasi politik calon terpilih.
Dampaknya bagi pemilih adalah munculnya rasa ketidakberdayaan dan apatisme, karena mereka merasa tidak memiliki suara yang berarti dalam menentukan pemimpin mereka.
Secara keseluruhan, proses demokrasi dapat mengalami kemunduran, dengan berkurangnya partisipasi politik, menurunnya kepercayaan publik terhadap sistem, dan meningkatnya potensi manipulasi atau dominasi politik oleh segelintir pihak yang berkepentingan.
Siapa yang Diuntungkan Ketika Calon Tunggal menjadi Satu-satunya Pilihan?
Ketika calon tunggal menjadi satu-satunya pilihan dalam pemilu, pihak yang paling jelas diuntungkan adalah calon tunggal itu sendiri beserta pendukung utamanya, terutama partai politik atau kelompok kekuasaan yang mendukung pencalonan tersebut.
Dengan tidak adanya pesaing nyata, calon tunggal memiliki peluang kemenangan yang hampir pasti, menghilangkan kebutuhan untuk mengeluarkan sumber daya besar dalam kampanye yang kompetitif.
Mereka juga dapat menghindari kritik tajam atau debat yang biasanya menjadi bagian dari kontestasi demokratis, sehingga mengurangi risiko terungkapnya kelemahan atau kontroversi yang dapat merugikan reputasi atau dukungan publik.
Selain itu, kelompok-kelompok politik yang mendukung calon tunggal dapat memanfaatkan situasi ini untuk memperkuat posisi mereka dalam struktur kekuasaan, mengonsolidasikan pengaruh, dan memastikan kesinambungan kebijakan atau kepentingan mereka tanpa gangguan dari oposisi.
Bagi para elite politik atau pemegang kekuasaan di daerah tertentu, calon tunggal dapat dianggap sebagai solusi praktis untuk menghindari fragmentasi politik dan menjaga stabilitas kekuasaan, terutama di wilayah yang cenderung mendukung satu partai atau kelompok dominan.
Mereka juga dapat lebih mudah mengendalikan proses politik dan mengurangi kemungkinan perubahan drastis yang dapat mengganggu status quo.