*Oleh : Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Pilpres tahun 2024 di Indonesia telah menjadi salah satu yang paling kontroversial dalam sejarah demokrasi negara ini. Sengketa Pilpres 2024 terjadi sebagai hasil dari polarisasi politik yang mendalam dan ketegangan yang meningkat selama proses kampanye dan pemungutan suara. Pasangan calon yang bertarung telah menciptakan ketegangan yang intens antara pendukungnya, dengan klaim dan tuduhan kecurangan serta pelanggaran hukum yang menjadi sorotan publik. Hal ini menimbulkan sengketa yang berdampak pada proses hukum, di mana Mahkamah Konstitusi (MK) memegang peran sentral dalam menyelesaikan sengketa ini.
Proses sengketa Pilpres 2024 di Indonesia merupakan perjalanan panjang yang penuh dengan ketegangan dan kontroversi. Seiring dengan berjalannya proses pemilu, terdapat klaim-klaim dan tuduhan kecurangan yang muncul dari berbagai pihak, menimbulkan ketidakpastian dan ketegangan politik yang meningkat di seluruh negeri.
Pasca-pemungutan suara, muncul berbagai permasalahan terkait validitas suara, tata cara penghitungan, dan keberadaan dugaan pelanggaran hukum yang memunculkan sengketa atas hasil pemilu.
Pada titik kritis ini, keputusan MK menjadi penentu utama bagi stabilitas politik dan otoritas demokrasi di Indonesia. Dengan masuknya tahap akhir penyelesaian sengketa, keputusan MK menjadi sorotan nasional dan bahkan internasional, menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan politik dan hukum Indonesia.
Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi perjalanan sengketa Pilpres 2024 dan melihat implikasi inkrahnya putusan MK dalam menegakkan keadilan dan demokrasi.
Melihat Perjalanan dan Putusan Sengketa Pilpres 2024
Proses sidang sengketa Pilpres 2024 telah berlangsung sejak 27 Maret lalu. Kubu pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mengajukan gugatan ke MK usai pengumuman hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilu yang dimenangkan oleh pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Tepatnya tanggal 22 April 2024 menjadi hari yang menegangkan bagi publik dan pihak-pihak yang bersengketa untuk mendengarkan hasil sidang putusan sengketa Pilpres 2024.
Dari delapan Hakim Konstitusi menyidangkan perkara tersebut, ada lima hakim yang sepakat bahwa dalil-dalil soal nepotisme, endorse Joko Widodo (Jokowi), hingga pengerahan bantuan sosial (bansos) tidak beralasan menurut hukum. Sementara itu, tiga hakim lainnya memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion)