Mohon tunggu...
Salmiwati Rumadan
Salmiwati Rumadan Mohon Tunggu... Seniman - Cogito Ergo Sum (Aku berpikir maka aku ada)

Iman tanpa ilmu bagaikan lentera di tangan baiy namun ilmu tanpa iman bagaikan lentera ditangan pencuri (Buya Hamka)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perempuan dalam Perspektif Epistemologi Feminis

8 Juni 2024   13:10 Diperbarui: 8 Juni 2024   13:27 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan dalam Prespektif Epistemologi Feminis 

Setiap Manusia wajib memperoleh pengetahuan , dikarenakan manusia adalah animal rational atau  makhluk yang berpikir . manusia sebagai makhlur berpikir karna hanya manusialah yang memiliki akal budi, dimana dia menyadari akan keberadaanya yang memiliki kelebihan diantara makluk lainnya sehingga manusia dituntut harus memperoleh pengetahuan.  manusia mengembangkan pengetahuan karna dua hal:

  • Manusia memiliki bahasa yang mampu untuk mengomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut
  • Manusia memiliki cara berpikir yang sesuai alur yang kemudian disebut sebagai penelaran.

Sementara untuk mengaji tentang Perempuan dalam prespektif Epistemologi Feminis perlu dipahami setiap istilah dalam tema yang dikaji.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia perempuan berarti jenis kelamin yakni orang atau manusia yang memiliki Rahim, mengalami manstruasi, hamil, melahirkan , menyesui .

Epistemologi adalah membahas tentang baiamana proses mendapatkan ilmu pengetahun, hal-hal apakah yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran .

Feminisme adalah perjuangan hak-hak perempuan dalam arti yang sangat luas, atau feminism juga diartikan sebagai komitmen intelektual dan gerakan politik yang berupaya mengakhiri penindasan berbasis gender.

Jadi jika ketika istilah ini digabung maka dapat didefinisikan bahwa perempuan prespektif Epistemologi Feminisme adalah seorang yang memiliki jenis kelamin tertentu , dan sistem reproduksi yang pantas memiliki hak-hak dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan secara benar yang kemudian disebut sebagai kebanaran .

Dalam memperoleh pengetahuan seringali perempuan ditempatkan dalam kondisi subordinasi, dimana perempuan dibatasi bahkan tidak layak memeproleh pengetahuan alhasil yang mendapatkan pengetahuan adalah yang memiliki  lebih superiorlah yang patut dan pantas memeroleh pengetahuan dalam kedaan seperti ini seakan mendiskriminasi hak-hak perempuan. Maka Epistemologi feminis berusaha mmeperjuangan hak perempuan tanpa melibatkan subyektif untuk memperolah pengetahuan , yang mana perempuan juga layak memperoleh pengetahuan setara dengan laki-laki.

Epistemologi feminis adalah hasil dari penteorian feminis tentang masalah gender dan epistemology tradisional. Ia merupakan cara di mana gender mempengaruhi konsep dan sudut pandang kita tentang (a) Konsep pengetahuan, (b) praktik penelitian dan justifikasi. Meluasnya focus kajian gender dalam kebahasaan, telah meniscayakan prespektif gender untuk dimobilisasikan ke dalam semua aspek kehidupan manusia. Konsekuensinya, segala bidang kajian keilmuan tidak boleh mengabaikan prespektif gender, baik dalam ilmu-ilmu sosial, sains teknologi, dan lain-lain .

Karya feminis di bidang epistemology bermula dari kritik terhadap tradisi, termaksuk menyoal kembali tentang apa yang dimaksud dengan tradisi. Epistemologi feminis tidak bisa dipandang sebagai gender yang identik dengan factor ketertindasan, tetapi juga tidak bisa dipisahkan dari aspek penindasan .

Selain dari pada itu epistemology merupakan aliran filosofis yang mengkaji ilmu pengetahuan dalam kontes perjuangan hak-hak perempuan. Disini perlu dibedakan dua pendekatan :

  • Epistemologi feminis sebagai pendekatan sosiologis dan etis
  • Epistemologi feminis sebagai upaya untuk menafsirkan masalah epistemology yang sebenarnya melalui lensa feminism, yang sebelumnya belum pernah ditetapkan pada msalahan tersebut Epistemologi sebagai pendekatan sosiologis dan etis mempelajari fenomena diskriminasi, yaitu menentukan di mana dan bagaimana perempuan didiskriminasi dalam bidang-bidang yang disbeutkan di atas, di sisi lain, ia mengembangkan landasan teoritis dan metode untuk menghilangkan diskriminasi ini

Aktivitas yang muncul dalam konteks pendekatan sosial dan Erika epistemology feminis juga mengarah pada evaluasi ulang terhadap masalah, pertanyaan, konsep, dan metode epistemologis yang sebenarnya. Di sini, titik awalnya adalah apakah jenis kelamin orang yang mengetahui ( dalam istilah epistemologis, seubyek pengetahuan ) mempunyai arti penting dari aspek epistemology, dan jika ya, apa arti penting tersebut. Dalam penelitian terhadap subjek tersebut, konsep-konsep  dasar epistemology serta rasionalitas, objektivitas, universal, kebenaran dan sebagainya dipertanyakan dan dievaluasi kembali.

Epistemologi feminis mulai menjadi penting setelah tahun 1980an. Sampai saat itu, pertanyaan mendasar yang umu dalam epistemology adalah pertanyaan Kant," Apa yang dapat kita ketahui?" " Epistemologi feminis pertama-tama berupaya menentukan yang netral, tanpa gender, dan tak lekang oleh waktu menjadi gen berbasis pengetahuan yang memiliki sisi spesifik, gender, dan realitas sejarah. Epistemologi feminis menyatakan bahwa perubahan ini harus mengarah pada perubahan konsep, praktik, dan metode epistemology dasar.

Salah satu filsuf kontemporer paling signifikan yang berkontribusi terhadap epistemology feminis adalah Patricia Hill Collons. Karya Collins membentuk paradigm epistemology feminis selama tiga puluh tahun terakhir. Dalam Black Feminist Thought, Collins menulis bahwa epistemology "menyelidiki standar yang digunakan untuk menilai pengetahuan atau mengapa kita meyakini apa yang kita yakini sebagai kebenaran. Jauh dari studi kebenaran yang apolitis, epistemology menunjuk pada cara-cara di mana hubungan kekuasaan membentuk siapa yang dipercaya dan mengapa".

Terkadang, pendekatan ini dikritik sebagai " polusi" epistemology yang tidak tepat dengan pertimbangan politik, terutama bila dipraktikan oleh para filsuf berwanarna atau perempuan (atau keduannya). Menanggapi beberapa kritik ini, Linda Martin Alcoff menempatkan epistemology feminis dalam sejarah panjang epistemology yang selaras secara politik. Dia mengidentifiaksi beberapa filsuf laki-laki Eropa yang secara tradisional disorot dalam sejarah epitemologi John Locke, Immanuel Kant , dan Bertrand Russell, yang secara terbuka mengakui manfaat politik dari posisi epitemologi mereka. Pada akhirnya, epitemologi feminis tidak memisahkan epitemologi dari etika atau politik: menyelidisi tentang pengetahuan dianggap berkaitan dengan penyelidikan mengenai benar dan salah, serta kekuasaan dan penindasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun