Pencemaran lingkungan akibat limbah tambak udang di Trenggalek telah menjadi isu serius yang memicu protes dari masyarakat setempat. Pembekuan izin usaha tambak udang di Kecamatan Munjungan, yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Trenggalek, merupakan langkah penting dalam menangani masalah ini. Pencemaran ini bermula sejak tahun 2016 dimana limbah dari tambak udang di kawasan Munjungan telah mencemari Lingkungan sehingga menyebabkan sungai disekitar tambak yang semula jernih berubah menjadi keruh dan berbau menyengat.Â
Protes dari warga mencerminkan ketidak puasan mereka terhadap kelemahan pemerintah dalam menangani persoalan ini. Dalam aksi protes terbaru, warga membawa air sungai tercemar sebagai bukti nyata dampak limbah tambak. Imbas dari adanya pencemaran ini selain dirasakan oleh masyarakat secara umum juga berdampak pada nelayan jaring yang biasanya mencari ikan di muara sungai. Akibatnya populasi ikan menurun dan ekosistem sungaipun juga terganggu.
Menanggapi protes tersebut, Pemerintah Kabupaten Trenggalek, melalui Pjs Bupati Dyah Ayu Ermawati, mengeluarkan keputusan untuk membekukan sementara operasional tambak udang yang tidak memenuhi standar pengelolaan limbah. Keputusan ini tertuang dalam Surat Pemberhentian Operasional bernomor 500.5.1/1574/406.024/2024 yang diterbitkan pada tanggal 11 Oktober 2024. Penutupan tersebut meliputi area seluas 9,5 hektar dan melibatkan beberapa perusahaan tambak. Langkah ini diambil setelah adanya tindakan pemantauan yang dilakukan tim Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan menemukan bahwa banyak tambak tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang memenuhi syarat.Â
Bahkan terdapat dua tambak yang membuang limbah langsung ke sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu. Hal ini jelas melanggar Peraturan Daerah (Perda) No. 8 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kepala Satpol PP Trenggalek, Habib Solehudin, menjelaskan bahwa mayoritas tambak di Munjungan memiliki IPAL, tetapi banyak yang tidak berfungsi dengan baik. Sebagai contoh, dua dari sebelas tambak yang disegel diketahui membuang limbah langsung ke sungai. Ini menunjukkan adanya ketidakpatuhan terhadap regulasi yang ada dan perlunya tindakan tegas untuk menegakkan hukum.
Dalam UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 53 ayat 1 dijelaskan, setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Dalam konteks persoalan diatas, terfokus pada pencemaran air. Â Hal ini diperjelas dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 8 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 30 ayat 4 yang berbunyi:
Penanggulangan pencemaran air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
- pemberian informasi peringatan pencemaran air kepada masyarakat;
- pengisolasian pencemaran air;
- pembersihan air yang tercemar;
- penghentian sumber pencemaran air untuk efektivitas pelaksanaan penanggulangan pencemaran air; dan/atau
- cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 31 ayat 2, pemulihan kualitas air dapat dilakukan dengan cara penghentian sumber pencemar untuk efektivitas pemulihan kualitas air; pembersihan unsur pencemaran; remediasi; dan/atau cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejalan dengan ketentuan diatas, tindakan pemerintah untuk memberhentikan sementara tembak udang yang tercemar merupakan hal yang sangat tepat karena bermaksud untuk menanggulangi dampak pencemaran dengan memperbaiki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sesuai dengan standar serta pemulihan ekosistem sungai. Prinsip pada pengolahan air limbah tambak udang adalah melakukan perbaikan mutu air agar saat dibuang tidak mencemari lingkungan, khususnya perairan umum. Perbaikan mutu air limbah dilakukan dengan cara memisahkan padatan dari air limbah dan mengurangi polutan dari air limbah, sehingga mutu hasil pengolahan IPAL tidak mencemari lingkungan sekitarnya. Lebih lanjut dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada tambak udang merupakan komponen penting dalam menjaga keberlanjutan budidaya dan melindungi lingkungan dari pencemaran. IPAL berfungsi untuk mengelola limbah yang dihasilkan dari proses budidaya, yang biasanya terdiri dari air tercemar kotoran udang, sisa pakan, dan bahan organik lainnya. Proses pengolahan limbah ini meliputi tiga tahap utama yaitu penyaringan untuk menghilangkan partikel besar, pengolahan biologis menggunakan mikroorganisme untuk mengurai bahan organik, dan penjernihan untuk memastikan air yang dihasilkan memenuhi standar kualitas sebelum dibuang ke lingkungan atau digunakan kembali dalam budidaya. Desain IPAL harus mempertimbangkan faktor seperti volume air limbah, kecepatan aliran, ketersediaan lahan, dan biaya operasional, serta harus mematuhi peraturan yang berlaku dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dengan penerapan sistem IPAL yang efektif, limbah tambak udang dapat dikelola dengan baik, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem sekitar dan mendukung keberlanjutan usaha budidaya udang.
Pembekuan izin usaha dapat dilihat sebagai langkah awal yang positif dalam upaya mengatasi pencemaran lingkungan. Dengan adanya sanksi perbaikan IPAL menjadi indikator keberhasilan penanggulangan pencemaran. Namun, efektivitas langkah ini perlu dievaluasi berdasarkan beberapa faktor kunci apakah pengusaha akan mematuhi peraturan dan melakukan perbaikan pada sistem IPAL mereka. Tanpa adanya sanksi tegas dan pengawasan berkelanjutan, ada risiko bahwa pengusaha akan kembali ke praktik lama setelah pembekuan dicabut. Selain itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan adanya mekanisme pengawasan yang kuat untuk mencegah pelanggaran di masa depan. Tanpa penegakan hukum yang konsisten, pembekuan izin hanya akan menjadi tindakan simbolis. Pemerintah daerah dapat melakukan pengawasan melalui OPD Kecamatan Munjungan untuk memastikan sanksi benar-benar dilaksanakan dan mencegah tindakan serupa di kemudian hari serta pengecekan berkala mengenai baku mutu lingkungan hidup. Tak kalah penting keterlibatan masyarakat dalam proses pemantauan dan pelaporan pencemaran sangatlah dibutuhkan. Masyarakat harus diberikan saluran untuk melaporkan pelanggaran dan mendapatkan informasi tentang tindakan Pemerintah selanjutnya.
Meskipun langkah pemerintah patut diapresiasi, tetap ada tantangan dalam pelaksanaanya. Beberapa pengusaha tambak mengeluhkan dampak ekonomi dari penutupan tersebut dan meminta keringanan. Mereka berargumen bahwa penutupan akan merugikan pendapatan mereka dan berdampak pada lapangan kerja di daerah tersebut. Pengusaha yang terpaksa menghentikan operasional mereka selama periode penutupan akan kehilangan pendapatan dari hasil penjualan udang. Dalam industri perikanan, terutama budidaya udang, waktu panen sangat penting. Penutupan yang berlangsung lama dapat menyebabkan kerugian yang signifikan, terutama jika udang sudah dalam tahap siap panen. Penutupan tambak juga berdampak pada kualitas produk yang dihasilkan. Udang yang dibudidayakan dalam kondisi tidak optimal karena gangguan operasional dapat mengalami penurunan kualitas. Jika pengusaha tidak dapat segera membuka kembali tambaknya setelah perbaikan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), mereka berisiko kehilangan pasar dan reputasi. Kualitas udang yang buruk dapat menyebabkan konsumen beralih ke produk dari daerah lain. Ini menjadi tantangan besar bagi pengusaha yang bergantung pada pasar lokal dan internasional untuk kelangsungan bisnis mereka. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menyediakan solusi alternatif bagi para pekerja dan pengusaha selama masa transisi ini. Disisilain, masyarakat juga harus dilibatkan dalam proses pemantauan pasca-penutupan. Keterlibatan warga dalam mengawasi pelaksanaan perbaikan IPAL dapat menciptakan rasa tanggung jawab bersama terhadap lingkungan. Dengan demikian, harapan untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan dapat terwujud.
Kesimpulannya, pembekuan izin usaha tambak udang di Trenggalek adalah langkah penting dalam upaya mengatasi pencemaran lingkungan akibat limbah tambak udang. Namun, keberhasilan tindakan ini sangat bergantung pada kepatuhan pengusaha, efektivitas pengawasan pemerintah, partisipasi aktif masyarakat, serta pembangunan sistem IPAL yang memadai. Dengan adanya peraturan perundang-undangan seperti Perda No. 8 Tahun 2021 dan berbagai peraturan lainnya sebagai landasan hukum, pemerintah memiliki kekuatan untuk menegakkan hukum dan memastikan bahwa kegiatan usaha dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Ke depan, penting bagi pemerintah, pengusaha, dan masyarakat untuk bekerja sama dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan demi keberlanjutan ekosistem di wilayah Trenggalek. Jika ketiga aspek ini dapat dikelola dengan baik, maka pembekuan izin usaha dapat menjadi solusi efektif untuk mengurangi pencemaran dan melindungi mata pencaharian masyarakat pesisir serta kelestarian lingkungan hidup secara keseluruhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H