Tidak terus-menerus berprofesi menjadi seorang Guru, pada tahun 1991, Pak Saidi sempat mengundurkan diri sebagai Guru Honorer selama satu tahun dan mendapatkan tawaran untuk menjadi seorang Satuan Pengamanan atau Satpam yang biasa disebut dengan 'Satpam Bebas' yang artinya Satpam yang tidak menggunakan seragam seperti Satpam pada umumnya, tetapi Satpam yang memakai baju bebas. Pak Saidi bekerja sebagai 'Satpam Bebas' di Toko Baju Ramayana yang berada di daerah Dalam Kaum. Tidak lama menjadi seorang Satpam, hanya selama 3 bulan, Pak Saidi kembali mendapat panggilan untuk menjadi Guru Honorer karena adanya kekurangan Guru pada saat itu, masih di tempat yang sama, yaitu Sekolah Dasar Dwiamanat.
        Ditengah hingar-bingar Pak Saidi dalam berkarir, pada tahun 1992 Pak Saidi memutuskan untuk menikah dengan seorang wanita yang beliau temui pada saat sedang bermain-main di sekitar daerah tempat tinggalnya. Menikah pada tanggal 26 April 1992, Pak Saidi dan istri bertempat tinggal di sebuah rumah kontrakan di daerah Jalan Pagarsih, tepatnya Gang Holili. Satu tahun setelah menikah, Pak Saidi dan istri dikaruniai seorang anak perempuan yang lahir pada tahun 1993. Empat tahun kemudian atau pada tahun 1997, lahirlah seorang anak laki-laki, lalu 5 tahun setelah itu, tahun 2002, seorang anak perempuan lahir sebagai anak terakhir Bapak Saidi dan sang istri.
        Diluar hiruk-pikuk keluarga Pak Saidi, pada tahun 2003, Dinas Pendidikan meluncurkan program Guru Bantu (GB), yang mana bertujuan untuk mengisi kekurangan Guru di sekolah-sekolah. Pak Saidi mengikuti seleksi untuk program Guru Bantu tersebut dan sukses terjaring menjadi bagian dari Guru Bantu hingga tahun 2005. Sebelum itu, pada tahun 2004, Pak Saidi sempat berpindah sekolah tempat beliau mengajar, dari Sekolah Dasar Dwiamanat menjadi Sekolah Dasar Negeri 251 Jamika sebagai Guru kelas 6 (enam).
        Setelah adanya program Guru Bantu, para Guru pun bersatu dan berjuang untuk dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Seolah mimpi jadi kenyataan, perjuangan para Guru pun terkabul dan semua Guru Bantu Kota Bandung diangkat untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan akhirnya berhasil untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) mulai terhitung tanggal 1 Januari 2007. Diangkatnya Pak Saidi menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 2007, menjadi akhir dari perjalanan Pak Saidi sebagai penjual jamu tradisional menggunakan gerobak untuk berkeliling mencari pelanggan di Kota Bandung dan pada tahun 2009, setelah 15 tahun Pak Saidi tinggal di rumah kontrakan di daerah Jalan Pagarsih, akhirnya Pak Saidi dapat membeli sebuah rumah dan kemudian berpindah tempat tinggal ke daerah Terusan Buah Batu hingga saat ini.
Perjalanan Baru Sebagai Seorang Pegawai Negeri Sipil
        Hingga tahun 2007, dikarenakan Pak Saidi berasal dari lulusan Sekolah Pendidikan Guru, Pak Saidi digolongkan sebagai golongan 2A atau sejajar dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Seiring berjalannya waktu, Bapak Pengawas memerintahkan para Guru Honorer untuk menempuh pendidikan Strata 1 atau S1 untuk pendidikan minimal seorang Guru pada saat itu. Pak Saidi memutuskan untuk melanjutkan pendidikan Strata 1 di STKIP Siliwangi dengan jurusan Bahasa Indonesia dan Sastra dan lulus dengan tepat waktu, pada tahun 2014. Setelah lulus di universitas, di tahun 2015, Pak Saidi mengambil tes sertifikasi PPG, sertifikasi Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang dilakukan agar seseorang berkompeten dalam mengajar dan Pak Saidi juga mengambil sertifikasi tersebut sebagai batu loncatan demi penghasilan yang bertambah di dunia pendidikan. Lulus dalam tes sertifikasi PPG tersebut, tahun 2015 akhirnya Pak Saidi mendapatkan tunjangan profesional sebagai Guru. Tiga tahun terakhir, Pak Saidi akhirnya meminta untuk berganti menjadi Guru kelas 4 (empat) tepatnya di tahun 2020 hingga saat ini (tahun 2023). Sebagai 'Guru Kelas', Pak Saidi dituntut untuk bisa menguasai semua mata pelajaran dan itu bukanlah hal mudah untuk dilakukan oleh seorang Guru, namun Pak Saidi membuktikan bahwa beliau bisa bertahan di tengah banyaknya tuntutan pekerjaan tersebut.
Profesi Guru dan Segala Cerita Di BaliknyaÂ
        Terhitung sudah 37 tahun Pak Saidi mengabdikan hidupnya di dunia pendidikan. Mulai dari menjadi Guru Honorer, melaksanakan tes Guru Bantu, menjadi PNS, hingga mendapatkan gelar Strata 1 sehingga Pak Saidi bisa berada di titik ini. Bukan didasarkan oleh cita-cita masa kecil, membuat Pak Saidi tetap menikmati segala proses yang harus dilewati dalam menjalani profesi yang disarankan oleh Sang Ibu yang tentunya disertai dengan dorongan yang tidak pernah berhenti dan doa yang tidak pernah terputus yang datang dari keluarga. "Tidak ada tekanan, tapi ada tantangan" adalah salah satu prinsip yang merupakan kunci utama Pak Saidi untuk bisa terus berjuang dan tidak mudah untuk menyerah dalam menghadapi segala risiko dengan tentunya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
        Menjadi seorang Guru yang selalu menginginkan anak-anak didiknya selalu disiplin, bertanggungjawab terhadap apa yang dikerjakannya, tidak mudah menyerah, membuat Pak Saidi memiliki tantangan tersendiri untuk selalu bisa ceria, gembira, berbaur dengan anak-anak didiknya yang tergolong masih suka untuk bermain-main agar tidak tercipta situasi yang tegang di antara Pak Saidi dan anak-anak didiknya. Sebagai seorang Guru yang juga merupakan seorang Ayah dari ketiga anak, tidak jauh dari harapannya terhadap anak-anak didiknya, Pak Saidi juga selalu menginginkan anak-anaknya untuk bisa patuh terhadap orang tua, bisa menjaga diri sendiri, mandiri, tidak lupa beribadah, selalu ingat terhadap waktu dan bisa menjaga nama baik diri sendiri dan keluarga di manapun dan kapanpun anak-anaknya berada.
        "Tidak ada tekanan, tapi ada tantangan" adalah hal yang selalu diterapkan Pak Saidi dalam mengajar. Salah satu tantangan terbesar Pak Saidi selama menjalani profesi sebagai Guru adalah seorang Guru bisa bijak dalam memberikan tindakan dan perintah terhadap anak-anak didiknya, bahkan sebelum memberikan tindakan dan perintah, seorang Guru harus bisa menjadi contoh bagi anak-anak didiknya. "Digugu dan Ditiru" mulai dari ucapan, tindakan, seorang Guru harus selalu bisa menjadi contoh baik bagi murid-muridnya. Di era sekarang ini, dengan kurikulum yang sudah pasti berbeda dari puluhan tahun yang lalu, membuat Pak Saidi harus menghadapi tantangan lainnya, yaitu teknologi. Berkembangnya teknologi, banyak sekali anak-anak didik Pak Saidi yang sudah sangat melek teknologi dan sudah dikatakan handal dalam mengoperasikan gawai, dibandingkan dengan para Guru yang ada di sekolah, sehingga Pak Saidi akan terus berusaha agar tidak tertinggal oleh teknologi.
        Tidak hanya harus bisa beradaptasi dengan teknologi, menjadi seorang Guru juga harus bisa untuk mengontrol emosi dengan baik, sehingga masalah yang ada di rumah, tidak bisa dibawa ke ruang kelas begitupun sebaliknya, menjadi seorang Guru terutama Guru di Sekolah Dasar, Guru juga dituntut untuk selalu bisa mengikuti minat dan keinginan anak yang juga harus diarahkan, sehingga jika ada hal yang menyimpang, Guru bisa langsung mendeteksi dan mengarahkan anak-anak didik ke jalan yang benar dan seharusnya. Tantangan atau kesulitan lain yang dihadapi oleh Pak Saidi sebagai seorang Guru adalah beragamnya kemampuan anak-anak didik yang membuat terkadang pembelajaran menjadi sedikit memiliki tantangan yang harus Pak Saidi hadapi dengan berbagai cara, Pak Saidi sebagai Guru harus selalu bisa untuk membimbing anak-anak didiknya. Pada era pendidikan saat ini, ada yang dinamakan Asesmen Diagnostik dan Non-Diagnostik, di mana sebelum anak naik ke kelas berikutnya, anak harus mengambil tes yang bertujuan untuk mengenal anak sejak dini, mengenal minat, bakat dan kemauan anak lalu mengklasifikasikan anak-anak didik menjadi beberapa kelompok sesuai dengan minat dan bakat hasil dari tes yang sudah dilakukan sebelumnya, dengan tujuan untuk merancang pembelajaran menjadi lebih baik.