Kedua, berdasarkan standar internasional, seperti yang ditetapkan dalam TRIPs/GATT/WTO, serta dengan memanfaatkan pengalaman negara maju, Indonesia telah berhasil membentuk Undang-Undang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (UU DTLST). UU ini mencakup berbagai aspek penting, seperti definisi, kriteria perlindungan, ruang lingkup hak, kepemilikan hak, jangka waktu perlindungan, pemeriksaan, pengalihan hak dan lisensi, pembatalan pendaftaran, penyelesaian sengketa, serta penyidikan dan ketentuan pidana. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan pengaturan HKI lain, seperti hak cipta, paten, dan desain industri, UU DTLST Indonesia masih memiliki kelemahan.
Ketiga, kelemahan UU DTLST terutama terletak pada materi muatan, kualitas perumusan norma, serta penegakan hukumnya. Kelemahan ini tidak hanya bersumber dari aspek teknis perancangan peraturan perundang-undangan, tetapi juga berkaitan dengan perbedaan landasan filosofis dalam pembentukannya, yang berhadapan dengan budaya hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Budaya hukum Indonesia berbeda dengan budaya hukum negara-negara tempat hukum HKI pertama kali berkembang pesat. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam mengenai berbagai aspek pengaturan dan penegakan hukum HKI, khususnya hukum desain tata letak sirkuit terpadu, agar lebih sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H