Desain tata letak sirkuit terpadu adalah bentuk hak kekayaan intelektual (HKI) yang relatif baru dalam hukum internasional maupun hukum Indonesia, jika dibandingkan dengan jenis-jenis HKI lainnya seperti hak cipta, paten, merek, dan desain industri. Keberadaan regulasi mengenai hal ini muncul sebagai respons terhadap sifat khusus dari desain tata letak sirkuit terpadu yang tidak dapat sepenuhnya diakomodasi oleh sistem hukum HKI yang ada. Kebutuhan akan pengaturan khusus ini juga dipicu oleh pesatnya perkembangan ekonomi, teknologi, dan industri, terutama terkait dengan penggunaan sirkuit terpadu di negara maju maupun negara berkembang. Karena merupakan bidang baru dalam hukum kekayaan intelektual Indonesia, penting untuk memahami garis besar pengaturannya sebelum masuk ke dalam pemahaman yang lebih mendalam.
Pengaturan khusus mengenai desain tata letak sirkuit terpadu sangat diperlukan karena masalah khas yang dihadapi oleh industri semikonduktor, terutama terkait dengan penghargaan ekonomi terhadap kreativitas, inovasi, penelitian, dan investasi. Selain itu, regulasi ini juga bertujuan untuk melindungi kepentingan publik dalam menyelesaikan permasalahan spesifik yang muncul, sebagaimana yang pertama kali dipandang oleh Kongres Amerika Serikat saat RUU mengenai Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diajukan. Perkembangan hukum HKI di negara maju berlangsung dengan cepat seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan perekonomian di sektor terkait, yang menuntut pendekatan khusus untuk mengakomodasi perkembangan tersebut. Hukum HKI yang ada tidak memadai untuk mencakup semua aspek yang dibutuhkan.
Perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu menghadapi kesulitan apabila menggunakan hukum paten, karena desain tersebut sering kali kesulitan memenuhi dua kriteria utama dalam pemberian paten, yaitu kebaruan (novelty) dan langkah inventif (inventive step). Di sisi lain, hak cipta memiliki standar persyaratan keaslian yang lebih rendah, sementara paten mensyaratkan keahlian yang lebih tinggi. Dengan demikian, standar keaslian dalam perlindungan desain industri berada di antara dua persyaratan tersebut, yaitu lebih rendah dari hak cipta dan lebih tinggi daripada paten.
Selain itu, masalah lain terkait jangka waktu perlindungan. Jangka waktu perlindungan paten dan hak cipta dianggap terlalu lama jika diterapkan pada desain tata letak sirkuit terpadu, mengingat nilai ekonomi dari desain ini cenderung cepat berkurang akibat pesatnya perkembangan inovasi di bidang teknologi tersebut. Artikel ini membahas mengenai perkembangan pengaturan desain tata letak sirkuit terpadu dalam konteks hukum internasional dan hukum Indonesia, serta garis besar pengaturan dalam hukum Indonesia. Selanjutnya, artikel ini juga mengulas beberapa kelemahan dalam pengaturan hukum yang ada saat ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan di masa depan.
Dalam hal perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu melalui hukum hak cipta, terdapat masalah karena desain tersebut lebih bersifat utilitarian, yakni hanya melindungi produk industri (industrial products), yang pada umumnya tidak termasuk dalam ruang lingkup perlindungan hukum hak cipta. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan baru dalam pengaturan desain tata letak sirkuit terpadu, yang menggabungkan asas-asas umum dari beberapa model hukum HKI yang ada, khususnya paten dan hak cipta. Contohnya, seperti adanya persyaratan "keaslian (originality)" yang ada dalam hak cipta, untuk mendapatkan perlindungan hukum. Meskipun desain tata letak sirkuit terpadu tidak harus memenuhi langkah inventif yang berat seperti pada paten, namun diperlukan tingkat kreativitas minimal dalam desain tersebut. Para ahli berpendapat bahwa kreativitas yang diperlukan mungkin sedikit lebih tinggi daripada yang disyaratkan dalam hak cipta.
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Pengaturan dalam Hukum Internasional dan Hukum Indonesia
Konvensi internasional pertama mengenai desain tata letak sirkuit terpadu muncul pada tahun 1989, melalui Traktat Washington (Washington Treaty) yang resmi bernama Treaty on Intellectual Property in Respect of Integrated Circuits. Traktat ini menandai desain tata letak sirkuit terpadu sebagai bentuk baru hak kekayaan intelektual (HKI) yang mendapatkan perlindungan hukum secara internasional. Di satu sisi, Traktat Washington memberikan jangka waktu perlindungan selama 8 tahun. Traktat ini juga mengatur mengenai lisensi wajib, yang bertujuan untuk mendukung pencapaian tujuan nasional, persaingan bebas, dan pencegahan penyalahgunaan hak. Namun, di sisi lain, ruang lingkup perlindungannya terbatas dan tidak mencakup hak terkait dengan produk akhir. Selain itu, Traktat Washington tidak mengatur mengenai ganti rugi untuk tindakan pembeli yang bertindak dengan itikad baik.
Pada tahun 1994, desain tata letak sirkuit terpadu dimasukkan ke dalam rezim pengaturan Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPs) yang merupakan bagian dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO). TRIPs/GATT/WTO mengatur ketentuan yang lebih ketat dengan mekanisme penegakan hukum yang jelas, serupa dengan pengaturan HKI lainnya. Sebagai bagian dari pengaturan perdagangan internasional di bawah TRIPs/GATT/WTO, desain tata letak sirkuit terpadu memperoleh perhatian besar dari negara maju dan negara berkembang.
TRIPs, yang merupakan lampiran dari GATT, mengatur tentang liberalisasi perdagangan dan memiliki dampak yang luas terhadap hukum HKI, khususnya pada desain tata letak sirkuit terpadu. Hal ini disebabkan oleh kewajiban bagi setiap negara anggota untuk menyesuaikan hukum nasional mereka dengan standar yang ditetapkan dalam TRIPs. Berbeda dengan Traktat Washington, TRIPs memperpanjang jangka waktu perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu menjadi 10 tahun. TRIPs juga mengatur lisensi wajib dengan ketentuan yang lebih ketat, termasuk adanya judicial review dan kewajiban pembayaran ganti rugi. Perlindungan dalam TRIPs juga diperluas untuk mencakup hak terkait produk akhir. Selain itu, meskipun pembeli bertindak dengan itikad baik, mereka tetap bertanggung jawab untuk membayar royalti, asalkan mereka telah diberitahukan dengan cukup mengenai ketidaksahan desain tata letak sirkuit terpadu yang mereka beli.
Negara-negara yang sudah memiliki hukum HKI nasional kemudian mulai menyesuaikan peraturan nasional mereka dengan ketentuan TRIPs/GATT/WTO. Sedangkan negara-negara yang belum memiliki hukum HKI nasional, mulai merancang peraturan perundang-undangan mereka untuk memberikan perlindungan terhadap desain tata letak sirkuit terpadu. Indonesia, sebagai anggota WTO yang menandatangani persetujuan TRIPs, juga berkewajiban untuk merumuskan peraturan perundang-undangan dalam bentuk undang-undang untuk mengatur perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu sesuai dengan kewajiban internasional yang telah disepakati.