Mohon tunggu...
SalmaShofiy
SalmaShofiy Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Bullying terhadap Kesehatan Mental Siswa

9 Oktober 2024   11:16 Diperbarui: 9 Oktober 2024   11:19 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bullying di sekolah merupakan masalah serius yang memengaruhi banyak siswa di seluruh dunia. Praktik ini tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik korban, tetapi juga memiliki dampak jangka panjang terhadap kesehatan mental mereka. Korban bullying sering kali mengalami berbagai masalah psikologis, termasuk kecemasan, depresi, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Rasa takut dan cemas yang terus-menerus dapat mengganggu keseharian mereka, sehingga membuat mereka enggan untuk pergi ke sekolah atau berinteraksi dengan teman sebaya. Akibatnya, tingkat kehadiran siswa dapat menurun, yang selanjutnya berdampak pada prestasi akademik.

Jika tidak segera dihentikan, perilaku bullying bisa menyebabkan berbagai macam gangguan mental maupun fisik bagi korban yang mengalaminya, seperti:

1. Memicu Masalah Mental
Dampak bullying bagi korban yang paling sering terjadi adalah memicu masalah kesehatan mental, seperti gangguan cemas, depresi, hingga post-traumatic stress disorder (PTSD). Pengaruh bullying terhadap kesehatan mental ini biasanya dialami oleh korban dalam jangka waktu panjang.

2. Gangguan Tidur
Insomnia juga menjadi salah satu dampak bullying bagi korban yang tak boleh diremehkan. Pasalnya, korban bullying sering kali mengalami stres berkepanjangan yang bisa menyebabkan hyperarousal, yaitu kondisi ketika tubuh menjadi sangat waspada sehingga mengganggu keseimbangan siklus tidur dan terjaga.

3. Penurunan Prestasi
Anak yang mengalami bullying biasanya akan kesulitan untuk memusatkan fokus dan konsentrasinya saat sedang belajar. Korban bullying juga kerap merasa enggan untuk pergi ke sekolah karena ingin menghindari tindakan penindasan yang dialaminya. Bila dibiarkan terus-menerus, kondisi tersebut bisa berdampak pada penurunan prestasi akademik anak.

4. Trust Issue
Trust issue merupakan kondisi ketika seseorang sulit memercayai orang-orang yang ada di sekitarnya. Kondisi ini rentan dialami oleh korban bullying karena mereka khawatir akan mendapatkan perlakuan buruk kembali bila menaruh kepercayaan terhadap orang lain.
Bahkan, bila tidak segera diatasi, korban bullying yang mengalami trust issue cenderung akan menutup dirinya dan enggan bersosialisasi dengan orang lain.

5. Memiliki Pikiran untuk Balas Dendam
Dampak bullying terhadap psikologi korban berikutnya adalah memiliki pikiran untuk balas dendam. Hal ini perlu diwaspadai karena bisa menyebabkan seseorang melakukan tindakan kekerasan pada orang lain untuk melimpahkan kekesalannya.

6. Memicu Masalah Kesehatan
Selain psikis, tindakan bullying bisa memengaruhi kondisi tubuh terutama bagi korban yang mendapatkan kekerasan secara fisik, seperti luka dan memar.

Bahkan, bullying juga turut memicu stres berkepanjangan sehingga berisiko menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan, di antaranya penurunan daya tahan tubuh, sakit kepala, dan gangguan pencernaan. Perilaku ini pun dapat memperburuk kondisi anak yang telah memiliki riwayat masalah kesehatan sebelumnya, seperti gangguan jantung atau penyakit kulit.

Selain membawa dampak yang serius bagi korban, perundungan juga menciptakan konsekuensi yang kompleks bagi para pelakunya. Ironisnya, banyak dari para pelaku ini tidak menyadari betapa beratnya dampak psikologis yang timbul dari tindakan perundungan yang mereka lakukan. Namun, ketika kita melihat lebih dalam, kita dapat menemukan bahwa perilaku perundungan ini juga memengaruhi kesejahteraan mental dan sosial para pelakunya.

Berikut adalah beberapa dampak yang terkait dengan perilaku perundungan bagi para pelaku:

1. Terbiasa dengan Perilaku Impulsif

Salah satu dampak yang mencolok dari perilaku perundungan, adalah kecenderungan pelaku untuk berperilaku secara impulsif. Mereka seringkali tidak mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari tindakan mereka, lebih memprioritaskan kebutuhan dan emosi sesaat. Misalnya, ketika mereka melakukan perundungan, seringkali mereka tidak memikirkan bagaimana tindakan tersebut akan mempengaruhi kesejahteraan psikologis korban, atau hubungan interpersonal mereka di masa depan.

2. Berkurangnya Kemampuan Empati

Dampak dari perundungan juga termanifestasi dalam penurunan kemampuan empati para pelaku. Perilaku perundungan, terutama yang bersifat verbal, seringkali melibatkan pengurangan sensitivitas terhadap perasaan dan pengalaman emosional korban. Para pelaku cenderung menjadi kurang peduli dengan penderitaan orang lain dan lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan atau kepuasan pribadi mereka sendiri. Hal ini dapat mengarah pada terputusnya hubungan sosial yang sehat dan saling mendukung.

3. Meningkatnya Perilaku Agresif

Para pelaku perundungan yang tidak ditangani dengan baik atau tidak mendapat bimbingan yang tepat dapat mengalami peningkatan perilaku agresif. Mereka mungkin menjadi terbiasa dengan menggunakan kekerasan verbal atau non-verbal sebagai alat untuk mencapai tujuan mereka atau mengekspresikan emosi negatif. Akibatnya, mereka dapat menjadi lebih cenderung untuk menggunakan kekerasan atau intimidasi dalam berbagai situasi, bahkan di luar konteks perundungan.

4. Munculnya Perilaku Antisosial yang Lebih Parah

Seiring berjalannya waktu, dampak perundungan juga dapat memperburuk perilaku antisosial para pelaku. Tanpa intervensi yang tepat, mereka mungkin mulai melibatkan diri dalam perilaku kriminal yang lebih serius, seperti pencurian, kekerasan fisik, atau bahkan tindakan yang melanggar hukum yang lebih ekstrem. Hal ini dapat menyebabkan isolasi sosial dan alienasi dari masyarakat, serta berpotensi membahayakan keselamatan dan kesejahteraan orang lain di sekitar mereka.

5. Mendapat Label Negatif dari Lingkungan

Selain dampak internal yang mereka hadapi, para pelaku perundungan juga seringkali menghadapi stigma sosial dari masyarakat sekitar mereka. Mereka mungkin dianggap sebagai individu yang mengganggu ketertiban sosial, kurangnya empati, atau bahkan berpotensi berbahaya bagi lingkungan mereka. Akibatnya, mereka mungkin sulit untuk membangun hubungan yang sehat dan mendapatkan dukungan sosial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pemulihan. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan strategi yang komprehensif untuk mengatasi masalah ini memerlukan pendekatan yang terintegrasi dan melibatkan semua pihak. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil:

  1. Edukasi dan Kesadaran: Gelar seminar untuk siswa dan pelatihan untuk guru mengenai bullying, dampaknya, dan cara menanganinya. Meningkatkan pemahaman akan pentingnya empati dan saling menghargai.
  2. Kebijakan Anti-Bullying: Buat kebijakan tertulis yang jelas tentang bullying, termasuk konsekuensi dan prosedur pelaporan. Pastikan semua siswa dan staf memahami kebijakan ini.
  3. Lingkungan Aman: Ciptakan ruang aman di sekolah bagi siswa untuk berbicara tentang pengalaman mereka. Fasilitasi kegiatan sosial untuk memperkuat hubungan antar siswa.
  4. Sistem Pelaporan: Sediakan saluran pelaporan yang rahasia agar siswa merasa nyaman melaporkan bullying. Dorong teman sebaya untuk mendukung satu sama lain.
  5. Intervensi Segera: Tindak lanjuti laporan bullying dengan cepat. Berikan dukungan psikologis bagi korban dan pelaku untuk mengatasi masalah yang mendasarinya.
  6. Libatkan Orang Tua: Ajak orang tua berpartisipasi dalam upaya pencegahan dengan mengadakan pertemuan dan program edukasi.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan bullying dapat diminimalkan dan lingkungan belajar menjadi lebih positif. Mengatasi bullying di sekolah adalah tantangan yang memerlukan pendekatan komprehensif dan terintegrasi. Dengan mengedukasi siswa, guru, dan orang tua tentang dampak bullying, serta menerapkan kebijakan yang jelas, sekolah dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung. Pentingnya menyediakan ruang aman untuk berbicara, sistem pelaporan yang efektif, dan intervensi yang cepat tidak dapat diabaikan. Selain itu, melibatkan orang tua dalam proses pencegahan juga sangat krusial.

Program pengembangan karakter yang menekankan empati dan penghargaan terhadap perbedaan dapat membantu membangun budaya sekolah yang positif. Dengan semua elemen ini, diharapkan insiden bullying dapat diminimalkan, dan siswa dapat belajar dan berkembang dalam lingkungan yang lebih sehat secara emosional. Upaya kolaboratif dari seluruh komunitas sekolah adalah kunci untuk menciptakan perubahan yang signifikan dan berkelanjutan dalam mengatasi bullying.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun