Aku pernah merasakan diri sendiri sejak teman-temanku masih bersama orangtuanya. Aku memilih diam untuk merasakan apa yang terjadi di sekitarku. Aku hanya melihat, belum tahu namanya. Namun bentuk itu indah, apa yang kurasakan juga sederhana. Berbeda denganku yang terkadang kata orang harus sederhana.
Dari dulu aku hanya bersama bentuk-bentuk yang kata orang nyaman. Tempat akhir menyelesaikan kesibukan. Orangtua mungkin tanpa diketahui ada bersamaku. Paginya, mungkin harus terlihat atau aku hanya membayangkan.
Hari ke hari, bertambahnya waktu, umurku bertambah. Aku mulai mengetahui ketika orangtuaku terlalu lelah menjalani aktivitas. Aku ingin bertanya namun masih kecil. Itu pun masih sangat ingin tahu kasih sayang.
Waktu semakin menemani, akhirnya tubuh ini mampu mengenal apa yang ada di sekitarku sebenarnya. Tanganku dipegang oleh ibu untuk berjalan. Aku mengenal bahwa apa yang ku pijak adalah ubin. Ketika ibu bilang ingin duduk, beliau mendudukkanku. Ubinnya dingin, ibu seperti merasa bahwa mengajariku mengeluarkan peluh. Aku melihat lebih dalam benda di sekitar.
Ganti, kini ayah yang mengajariku. Perkataannya sedikit emosi, namun aku mencoba untuk membawa diriku senyaman mungkin. Ayah mengajariku jalan sama seperti ibu, bedanya, aku dikenalkan benda di sekitar rumah. Ayah, kurasa hawa tangannya tak sama dengan pikirannya.
"Nih!" ibu memberiku guling yang dapat dipeluk. Oh, aku lupa, cara menghadapku kini berbeda. Apa itu? "Temboknya sudah kusam!" , "Mungkin dindingnya harus diperbaiki." oh, mungkin ada bahasa yang bisa menjelaskan perbedaan apa yang ku lihat?
Umur menunjukkan bahwa aku dapat berteriak untuk mulai berbicara. Aku diajarkan untuk melihat dan mendengar, aku disuruh berteriak sekeras mungkin oleh ibu. Ada rasa sakit sedikit usai berteriak. Mungkin, ini pelajaran menghargai diri. Umur ini aku kadang menghabiskan waktu untuk tidur. Banyak hal yang akan ku ketahui.
Dari masa laluku, aku mulai berbicara untuk mengetahui benda tersebut. Menghabiskan waktu yang ternyata bernama tempat tidur. Aku nyatanya sendiri menunggu ayah dan ibu pulang bekerja. Aku coba berjalan sambil memegang benda yang mudah kusentuh.
Waktu luang dengan umur yang cukup, ibu membelikanku buku mengenai abjad. Sambil membaca, ibu menonton film animasi di laptop. Suasana mulai ramai, walau hanya bertiga. Abjad yang selama ini menjadi bahan pembicaraan. Aku iseng melihat apa yang ibu tonton, sekaligus belajar pula.
Masalah dunia luar, umur yang masih belia, aku belum memiliki teman. Aku terus menyendiri di rumah. Hingga lambat laun, ayah dan ibu berbicara di hadapanku. Berharap aku paham.
Aku kembali belajar dari banyak hal, seiring bertambah umur, aku mulai dikenalkan VCD dan laptop ketika ibu ada waktu. Ibu membelikan VCD anak-anak. Aku mulai belajar memahami diri sendiri. Terutama tentang pribadi di usia kini.
Semakin hari dan bertambahnya bulan, aku banyak belajar kembali, mempelajari dasar seperti melihat, mendengar, dan merasakan. Hingga ke hal yang sedangnya yaitu memahami bahasa yang dikenal oleh dunia pendidikan di luar sana. Berlanjut dengan hal yang terdengar sulit yaitu melakukannya. Semangat membara dari kisah masa kecil.
Aku melihat dengan benar mengenai dunia di dalam rumah. Nyatanya aku sedang berada di rumah yang merupakan tempat tinggal. Bukan malas, belum waktunya menelusuri isi rumah. Untuk istirahat, hahaha, aku betul-betul paham bentuk tempat tidur dan isinya.
Aku mendengar bahwa suara selama itu adalah dari orangtuaku. Orangtua yang selama ini menemani sejak kecil. Orangtua yang dapat membagi waktu untukku dan mereka. Orangtua yang masih sempat mengelus kepalaku dan mengobrol denganku.
Aku merasakan bahwa selama ini di hadapanku adalah sosok malaikat tanpa sayap. Aku yang tahu bahwa saraf selama ini dapat berjalan baik. Apa yang kurasakan ku kenal dengan hawa.
Memasuki masa sedang, aku mulai membuka buku dari ayah. Ayah membeli setidaknya dua buku. Aku berusaha untuk paham sampai selesai. Buku yang sepaham dengan pikiranku. Ajaran yang diajarkan berangsur-angsur. Usai membaca, ayah, memberiku buku kembali. Terus sampai aku tahu itu adalah ilmu.
Memasuki masa yang kata orang sulit dan umur yang bertambah, aku mulai berjalan menelusuri rumah, mengenal dan mungkin berbicara sendiri sebagai cara belajar berkomunikasi. Latihan keberanian mungkin salah satunya. Belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan mandiri.
SELESAI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H