Mohon tunggu...
Salma
Salma Mohon Tunggu... Freelancer - IR Scholar

you're just a microscopic dot in a bunch of universes.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Paradigma Realisme dan Liberalisme dalam Studi Ilmu Hubungan Internasional

11 Maret 2020   18:45 Diperbarui: 12 Maret 2020   07:12 14959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dahulu, sebelum Perang Dingin, kaum liberalis sangat optimis dengan gagasan yang dipercayanya. Hingga akhirnya dibentuk Liga Bangsa-Bangsa untuk mewujudkan gagasan kerjasama yang diusung. Namun saat Perang Dunia II pecah, peristiwa ini mendorong perubahan drastis dari kaum liberalis. Sebab, terjadinya Perang Dunia II disebut sebagai kegagalan dari sistem liberalisme yang mana tujuan awal dibentuknya LBB adalah mencegah terjadinya perang di masa yang akan datang, namun tugasnya tersebut gagal. Kaum Liberalis disebut sebagai kaum utopian oleh para realis sebab terlalu berangan-angan dalam menciptakan perdamaian dengan konsep kerjasama dan mempercayai sifat baik manusia. Realisme menjadi lebih relevan dengan keadaan yang terjadi pada saat itu. Namun setelah Perang Dingin, dibentuk kembali sebuah organisasi berlandaskan kerjasama, untuk meminimalisir terjadinya perang, yaitu Persatuan Bangsa-Bangsa. Yang sampai sekarang masih berdiri dan terus berusaha melaksanakan tujuannya menjaga perdamaian dunia dan sebisa mungkin mencegah timbulnya perang dalam bentuk apapun.

John Locke berpendapat bahwa negara muncul untuk menjamin kebebasan warga negaranya agar dapat hidup dan berbahagia tanpa adanya intervensi dari pihak manpun. Kaum liberalis berpandangan bahwa negara sebagai entitas konstitusional atau rechsstaat, dan rechtstaat, yang membentuk dan menjalankan aturan hukum untuk menghormati hak warga negaranya. Immanuel Kant menyebutkan bahwa dunia dari negara konstitusinal seperti yang disebutkan John Locke itu berbentuk republik dan pada akhirnya negara-negara tersebut dapat membentuk perpetual peace, atau perdamaian abadi di dunia. Dan pada dasarnya memang, konsep liberalisme ini sangat berhubungan erat dengan terciptanya negara konstituasional modern. Kaum liberalis sendiri percaya bahwa modernisasi ini dapat membawa kemajuan di berbagai bidang dan negara akan semakin lebih berprogress bila melakukan kerjasama di berbagai bidang, dan melintasi batas-batas internasional.

Dalam liberalisme, ambil contohnya liberalisme institusional, yang akhirnya menyatukan negara-negara dalam suatu institusi atau organisasi untuk mendorong kepentingan nasionalnya tercapai, seperti dalam interdependensi ekonomi. Tentu saja tidak menutup kemungkinan adanya negara yang akhirnya menjadi dominan atau negara hegemoni. Tetapi melihat bahwa pada akhirnya mereka bekerjasama, dan membuahkan hasil, dapat dikatakan bahwa liberalisme menjadi dasar dari kerjasama tersebut. Justru, interdependensi ekonomi tersebut dapat mengeratkan negara-negara, karena perekonomian pada saat ini bersifat global. Negara yang menutup diri dan bersifat self-help tidak akan maju dan dikucilkan dari mata internasional. Produksi dan konsumsi sangat mahal dalam kesejahteraan bagi negara-negara yang menghindari sistem tersebut. (Holm dan Sorensen, 1995; Cerny, 2010). karena negara-negara tersebut melaksanakan hubungan internasional dengan timbal baliknya secara baru dan kooperatif.

Dan di masalah sistem anarki maupun hierarki, liberalisme tidak berpendapat bahwa anarki telah digantikan oleh hierarki; bahwa adanya eksistensi pemerintah dunia. Tetapi mereka berpendapat bahwa anarki adalah hubungan internasional yang jauh lebih kompleks. Juga, perdamaian bukanlah tentang ada atau tidaknya perang lagi. Perdamaian liberal berpredikat atas nilai-nilai demokratik liberal, tingkat interdependensi ekonomi yang tinggi, serta jaringan institusi padat yang memfasilitasi kerja sama. (Lipson, 2003; Mandelbaum, 2004).

Sumber referensi :

Jackson, Robert., dan Serensen, Georg. 2014. Pengantar Studi Hubungan Internasional : Teori dan Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Reus-Smit, Christian., dan Snidal Duncan. (editor) 2008. The Oxford Handbook of International Relations. New York: Oxford University Press Inc.

Kaufman, Joyce P. 2013. Introduction to International Relations : Theory and Practice. Maryland: Littlefield Publishing Group, Inc.

Antunes, Sandrina., dan Camisão,  Isabel. 2018. “Introducing Realism in International Relations Theory.” [online], dalam https://www.e-ir.info/2018/02/27/introducing-realism-in-international-relations-theory/. [Diakses pada 11 Maret 2020, Jam 16.24]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun