Mohon tunggu...
Salman
Salman Mohon Tunggu... Lainnya - Anak Kampung

Menulis untuk mengasah pikiran dan berdiskusi untuk memahami.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Bulan Kepompong?

20 April 2023   13:06 Diperbarui: 20 April 2023   13:16 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita mulai dengan pertanyaan: jadi seperti apakah kita setelah Ramadhan ini? 

Ramadhan ini bila kita renungkan lagi, bila kita telaah lagi, mungkin dengan sudut pandang berbeda, sudut yang lebih luas atau sudut pandang yang tak biasa yaitu dengan sudut pandang sang Pencipta itu sendiri, bisa jadi kita pahami ini adalah bulan pembuktian siapa kita sebenarnya di hadapan Allah SWT. Ibadah shaum di bulan Ramadhan merupakan ibadah yang tidak bisa diukur setinggi apa pahala yang mungkin bisa dicapai, istilah unlimited tingkat pahalanya karena Allah sendiri yang akan membalasnya, yang kita ketahui hanyalah batas bawahnya yaitu tidak dapat apa-apa, ini adalah puasa orang yang merugi. 

Ramadhan bisa juga bentuk kasih sayang Allah kepada kita. Di dalam bulan Ramadhan Allah melipatgandakan semua pahala ibadah bahkan disediakan malam yang lebih mulia dari 1000 bulan atau 83 tahun, yang mungkin saja umur kita tidak akan mencapai ke sana. 

Jika dilihat dari kegiatan ritual, saya tidak yakin bahwa Ramadhan kali ini akan mampu diri kita menjadi pribadi yang lebih baik bahkan lebih beriman. Bulan Ramadhan ini seperti bulan-bulan sebelumnya shaf tarawih hanya penuh di awal, dan kehilangan jamaah saat di akhirnya, padahal di akhir Ramadhan tadilah terdapat Lailatul qadar sebagai malam yang lebih mulia dari 1000 bulan. 

Yang terlihat, di bulan Ramadhan malah kita lebih menunjukkan sifat kemunafikan kita kepada Allah SWT. Puasa yang hakikatnya untuk belajar menahan diri, kenyataannya lebih konsumtif. Seharusnya makmum tarawih di akhir Ramadhan semakin banyak, yang ada makin ditinggal imannya. Ada juga yang ibadah tarawih dengan 23 rakaat, gerakkannya sudah hampir sama dengan gerakan olahraga. 

Semakin mendekati akhir ramadhan, kebahagiaan semakin terasa, mungkin karena cairnya THR, atau mungkin selesainya ibadah yang mengharuskan menahan lapar dan haus. Tentu saja bulan Ramadhan adalah bulan yang cukup menyiksa bagi hawa nafsu, maka tidak aneh jika setelah saat buka puasa atau lebaran orang-orang akan "membayar" hawa nafsu dengan barang-barang yang bisa memuaskannya. 

Jika membaca prediksi Kemenhub, jumlah orang yang akan melakukan mudik tahun ini akan mencapai 123 juta orang, yang akan menjadi terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Tradisi mudik adalah tradisi khas Indonesia, mungkin orang Indonesia lebih peduli bagaimana melakukan mudik dari pada menjaga kualitas ibadah saat Ramadhan. Mudik bisa jadi kesempatan untuk menunjuk eksestensi kita di hadapan keluarga bahkan sosial di kampung halaman. 

Di Indonesia di akhir Ramadhan ada isu yang sensitif, isu lama yang menunjukkan bahwa negara ini sangat susah untuk maju, yaitu isu penentuan 1 Syawal sebagai perayaan idul Fitri. Sering kali perbedaan antara Muhammadiyah yang menggunakan metode hisab dan pemerintah yang masih bertumpu pada rukyat, tahun ini hampir dipastikan akan berbeda penentuan 1 Syawal itu, dan perkiraan berbeda itu sudah bisa diperhitungkan dengan metode hisab tadi. Sehingga sidang isbat untuk penentuan awal dan akhir Ramadhan tadi terlihat hanya formalitas semata. 

Coba evaluasi sebelum berakhir, Ramadhan kali ini ada tidak ibadah unggulan kita? Apa yang didapatkan selain THR? Apa badan terasa lebih sehat? Atau Berat badan turun? 

Pribadi seperti apa yang ditunjukkan setelah Ramadhan ini? Bisakah Ramadhan ini menjadi kepompong bagi kepribadian dan iman yang lebih baik? Silahkan dijawab sendiri.

Yang pasti kita hanya berharap dan berdoa semoga ibadah puasa kita diterima disisiNya dan mendapatkan balasan yang terbaik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun