Engkau muncul tepat di hadapan seluruhku yang gelisah akan cuaca esok hari
di antara panasnya udara perjalanan dan dinginnya tiupan angin kematian Â
yang selalu menyentuh, memeluk dan mengikat tanpa aba-aba
konon begitulah cerita orang tua selalu sampai memenuhi telinga
menikam gelak tawa yang turut serta dalam tujuan gerak laku manusia. jiwa yang kalut. raga yang hanyut. hasrat membelenggu ke segala arah
teriring guntur dalam ruang gemerlapan. mengalun pada malam-malam yang ramaiÂ
membawa pada candu buaian arsenik manis suguhan khas pusat kota
mabuk dan lelah, kalah. kantuk meredam marah.
ketika pagi hari datang
cahaya muncul di celah jendela memenuhi pandang yang tertutup kelopak mata, redup reda kemudian terbuka
terbangunlah akuÂ
dari tidur yang menenangkanÂ
dari diam yang menguatkan
dari ketetapan yang terus bergerak dalam pikiranÂ
dari jeda akan kerisauan
namun hanya sementaraÂ
sebab langit bisu memantau setiap derap langkah hari-hari kerjaÂ
dan pertanyaan-pertanyaan muncul di sela-sela kebosanan ritual rutinanÂ
semua berujung ke dalam cermin kamar mandi
terpampang seperangkat tubuh titipan yang sering aku
lupa bergerak
lupa bertindak
lupa arah
lupa peta
lupa ini telah menggila
lupa bahkanÂ
lupa
bahwa aku sedang lupa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H