Mohon tunggu...
salman imaduddin
salman imaduddin Mohon Tunggu... Sales - Komunitas Ranggon Sastra

Control by eros

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pagar Pembatas

20 Oktober 2020   00:40 Diperbarui: 20 Oktober 2020   00:53 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

saat itu, sinarnya berduka, namun masih setia memantikan api di setiap langkah yang memukul tanah
matanya berkabung penuh dengki dan kecewa entah dengan cara apa;
mereka berteriak di depan pagar ratapan yang menjadi batasan dengan pengayom bayaran bersenjata lengkap.
mata pengayom yang terjaga menentang kawan dan tetangganya yang siap mati berdiri di hadapannya

sementara itu juga, bertopi langit bersandal tanah menatap tajam menuntut nyawa!
bersenjata botol dan batu-batu keyakinan
menunjuk angin yang bergelimpangan  kabar-kabar pahit setiap harinya
melongok jauh di belakang para pengayom
di dalam kulkas berlistrikkan penderitaan tuannya, tersenyum
tuntutan telah menjelma alunan syahdu pengantar tidur

ya, telinga mereka hanya mendengar satu suara
suara yang mengenyangkan cacing-cacing diperutnya
suara yang menghibur setan-setan di kiri-kanannya. Setan-setan cekikikkan berpesta foya di gedung payudara negara komplotan anak bangsa dalam sejarah darah dan sampah sedang mandi-mandi dan pesta sex di panggung negeri agraris

dan masyarakat apatis sedang menikmati pertunjukan gratis. televisi, internet dan sampah pelastik lainnya berebut tahta di setiap kepala

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun