Oleh Salman Fariz
Kontribusi perempuan terhadap pembuatan selendang di Jammu dan Kashmir (J&K), Wilayah Persatuan (UT) India, cukup dinamis karena mereka aktif dalam berbagai kapasitas, mulai dari memintal dan menenun hingga mewarnai serta menyulam syalnya.
"Selama berabad-abad, selendang Pashmina telah ditenun dengan alat tenun tangan dari wol yang dipintal dengan tangan dari bulu kambing yang hidup di ketinggian pegunungan Himalaya di wilayah Ladakh di negara bagian Jammu dan Kashmir. Ribuan orang Kashmir memiliki ikatan dengan perdagangan kuno. Wanita kebanyakan memintal dan pria menenun benang halus menjadi syal dan selendang yang hangat dan lembut, yang biasanya dibordir," kata majalah berita India Today.
Sajak 2019, Ladakh telah menjadi sebuah UT sendiri.
Selama bertahun-tahun, industri selendang di J&K menghadapi banyak masalah. Persaingan dari syal buatan mesin dan penurunan permintaan selendang tenun tangan berdampak negatif pada industri. Terlepas dari masalah ini, wanita memainkan peran penting dalam industri selendang. Wanita di Kashmir yang bekerja di industri selendang telah mengasah keterampilan ini selama beberapa dekade, mewariskannya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
"Prestasi mereka tidak diperhatikan dan diremehkan. Salah satu penjelasan untuk hal ini adalah perbedaan gender yang terus-menerus terjadi di banyak bisnis tradisional, termasuk industri selendang. Perempuan seringkali dibayar lebih rendah daripada laki-laki, dan mereka sering tidak diberikan kesempatan untuk pelatihan dan pengembangan. Ini khususnya berlaku di daerah pedesaan, di mana sebagian besar syal dibuat," ujar Murchana Goswami, seorang peneliti, dalam sebuah artikel di situs Institut Kebijakan Jammu dan Kashmir jkpi.org beberapa waktu lalu.
Pengenalan peralatan tenun dan penurunan gaji kemudian sangat memukul para wanita di J&K. Hal ini menyebabkan banyak wanita keluar dari kerajinan tersebut dan mereka kehilangan kemandirian finansial. Selain itu, ada juga masalah lainnya.
"Masalah besar lainnya adalah kurangnya formalisasi dan regulasi industri, yang membuat pekerja sulit mendapatkan tunjangan dan perlindungan. Kurangnya investasi di industri ini telah menghambat pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu, bisnis syal menghadapi persaingan yang lebih besar dari impor yang lebih murah dan berkualitas rendah, yang telah merusak kualitas dan reputasi syal Kashmir," ungkap Murchana.
Upah rendah dan mesin sangat merugikan wanita di industri syal.