Yang menganggap remeh coretan dinding kota
Sejarah seni mural di Indonesia sendiri sudah ada sejak zaman mesolitikum (10.000-5.000 SM). Kemunculan seni mural tersebut didapatkan pada gambar-gambar pada dinding gua, yang kemudian berkembang saat memasuki masa revolusi pada 1945-1949. mirrorpontianak.com (2024)
Kemunculan seni mural kala itu kerap digunakan sebagai bentuk media kritik sosial bahkan sampai pada ideologi tertentu.Â
Hal ini bisa dilihat dari munculnya mural-mural yang berisikan tulisan penuh semangat dan amarah, seperti "Merdeka Ataoe Mati" yang menunjukkan bentuk protes kedatangan kembali penjajah kala itu. Bahkan, penggunaan seni mural pun juga tidak bisa dipisahkan dari runtuhnya Orde Baru. kemenparekraf.go.id (2024)
Harry Poeze dalam tulisannya menyebutkan Ahmad Soebardjo meminta nasihat kepada Tan Malaka untuk melakukan propaganda dengan semboyan-semboyan semangat perjuagan. Tan Malaka kemudian melibatkan para pemuda untuk melakukan aksi mural dan coret-coret di jalanan, serta menyebar pamflet di mobil dan kereta yang bergerak ke luar Jakarta. posgar.com (2021)
Pada tahun 1945 Tan Malaka menjadi pionir dengan menjadikan mural sebagai senjata untuk melecutkan semangat perjuangan bangsa Indonesia yang baru merdeka, di sepanjang jalan penuh dengan tulisan moral dan perjuangan. Harry Poeze dalam bukunya berjudul "Tan Malaka. Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia: Agustus 1945-Maret 1946"
Dalam perkembangannya mural di tembok-tembok bangunan di pusat hingga sudut-sudut kota mengalami perluasan fungsi. Tidak lagi berfungsi privat untuk membatasi kebebasan orang tetapi justru menyampaikan pesan-pesan yang membebaskan. Tembok-tembok kota kini juga berfungsi sosial, tidak hanya sekedar graffiti atau tulisan-tulisan dengan cat semprot tetapi ada juga lukisan mural di tembok- tembok kota.Â
Kompas.id (2020) Mural yang dibuat dan diekpresikan seniman akan menghadirkan suatu makna yang telah dikonsepkan, tergantung pemahaman dan cara pandang masyarakat umum dalam memaknai suatu karya, mengingat setiap manusia memiliki pemahaman dan pengalaman estetika yang berbeda-beda, maka perasaan yang ditangkap oleh penikmat seni juga akan berbeda-beda.
Meskipun mural telah berkembang pesat, seni mural di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan, seperti legalitas.Â
Beberapa mural di anggap sebagai bentuk Vandalisme jika di tulis tanpa izin, meskipun banyak seniman mural berargumen bahwa mural adalah bagian penting yang harus hargai dari kebudayaan kontemporer dan seni urban di Indonesia, dengan lebih banyak ruang publik yang menyediakan tempat untuk ekspresi mural secara legal dan terorganisir secara keseluruhan, perkembangan mural di Indonesia mencerminkan dinamika budaya yang terus berubah, serta berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan kritis maupun estetika dalam ruang publik.Â
Adapun mural yang memiliki nilai estetik dengan adanya konsep tertentu yang dimana aspek yang dekat dengan lingkungan merupakan representasi dalam karya mural yang akan dia buat, kritik yang dilakukan melalui pendekatan seni mural tak jarang memberikan dampak positif bagi kebiasaan di lingkungan sekitar, meski stigma seni mural yang menjadikan ruang public kerap dicap negatif, namun sejatinya berkat karya mereka juga kebiasaan berubah.Â