Mohon tunggu...
Tentang Kita dan Anak
Tentang Kita dan Anak Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Karakter Anak

Talk about #parenting #charactereducation #fitrahbasededucation #techeducation #techenthusiast Pemuda Berdampak 2022 | Peringkat II KTI tentang Pendidikan Karakter Anak | Fasilitator Dampak Sosial Indonesia 2022 | Pegiat Pendidikan Karakter Anak | Awardee Beasiswa Zillenial Teacher 2022 | Awardee Beasiswa IMN 2023 | Awardee Beasiswa kitabisa.com 2023 | Awardee Beasiswa Wardah Inspiring Teacher 2023 | Sustainability Enthusiast | Tech Ethusiast | President of @sekolahinspirasi.id | ICT Teacher of @sekolahglobalmandirijakarta | Character Education Activist of @sekolahguruindonesia

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Membangun Percaya Diri Sejak Anak Usia Dini

9 Juli 2023   14:36 Diperbarui: 9 Juli 2023   14:50 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau ngomongin kepercayaan diri, beberapa orang mungkin ada yang mispersepsi dengqn definisi harga diri. Istilah pede yang Bu Elly Risman sampaikan juga untuk mempermudah pemahaman orang banyak.

Lalu apa bedanya percaya diri dan harga diri?

Percaya diri itu dipengaruhi oleh faktor eksternal. bisa berubah sesuai kondisi yang kita hadapi. Misal : ketika kita harus melakukan sesuatu yang kita belum kuasai, atau ketika kita baru pertama kali belajar sesuatu, baru memulai pekerjaan baru atau baru masuk ke lingkungan baru. bisa saja kepercayaan diri itu menurun. Tapi seiring kemampuan bertambah ya akan naik juga kepercayaan dirinya.

Sedangkan harga diri itu melekat, yang berasal dari pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri. Harga diri yang positif tidak tergantung dari baju yg dipakai, rumah yg dimiliki, atau pekerjaan yang dijalani. Harga diri yang positif berarti seseorang merasa berharga, optimis, memiliki self awareness yang baik sehingga mengenali kelebihan dan kekurangannya sebagai satu kesatuan yang utuh dan merasa memiliki peran atau merasa "berguna" dalam kehidupannya. Maka orang dengan harga diri yang positif tidak mudah terpengaruh oleh faktor eksternal seperti pendapat orang lain, ada tidaknya reward atau pujian, bahkan ketika mendapat penolakan atau kegagalan pun tidak akan mempengaruhi pandangannya terhadap dirinya.

Jadi, seseorang memang tidak harus selalu percaya diri terus. Justru insecure pada hal-hal yang belum dikuasai akan mendorong seseorang yang memiliki harga diri positif untuk optimis mencoba dan berlatih ketika ia membutuhkan kemampuan tersebut sehingga kepercayaan dirinya dapat meningkat di bidang tersebut.

Dan fondasi untuk seseorang bisa percaya diri adalah harga diri yang positif. Harga diri ini terbentuk dari penerimaan orang tua, termasuk feedback dari lingkungan utama dan orang-orang yang berpengaruh seperti guru, pengasuh pengganti jika ada, dll.

Apa saja yg dapat kita usahakan untuk membentuk harga diri yg positif pada anak?

- Beri apresiasi yang jelas untuk meningkatkan kesadaran diri anak. Deskripsikan yang kita lihat, bukan hanya "hebat", "pintar". Misal: "MasyaAlah, anak lbu sudah bisa pakai baju sendiri ya", "Terima kasih Nak, sudah mencoba belajar makan sendiri", "Wah kamu bisa menggambar ini ya. coba ceritakan ini apa?"

- Hindari kekerasan pada anak. Bullying (baik di dalam maupun di luar rumah) sangat berpengaruh terhadap harga diri seseorang. Jangan sampai kita adalah pelakunya di rumah. Dan korban kekerasan di dalam rumah, berpotensi menjadi pelaku atau korban bullying. Bentuknya bukan hanya kekerasan fisik, tapi juga kekerasan verbal melalui kata-kata yang mungkin kita tidak sadari, kekerasan psikologis yang membuat anak takut atau cemas berlebihan, merasa tidak berdaya, terlalu sering mengabaikan perasaannya, dan kekerasan seksual.

- Hindari terlalu sering mengkritik apa yang sedang dilakukan anak. Kita bisa contohkan caranya dan jelaskan pada lain kesempatan. Hal-hal seperti pakai baju terbalik, tumpah-tumpah ketika menuang air/makanan, keluar garis ketika mewarnai, sering menjatuhkan barang, dll khas anak usia dini bukanlah kemampuan yang bisa "diperbaiki" dgn kata2 kita tapi melalui aktivitas motorik yang beragam pada anak

- Jeli terhadap bahasa tubuh dan respon anak. Jika anak terlihat tidak nyaman dengan candaan atau sikap kita, berhentilah melakukannya. Beri ruang untuk anak melakukan kemandirian, bereksplorasi dan berekspresi selama tidak melanggar value dalam keluarga Bantu anak menemukan minat dan bakatnya. Ketika seseorang mengerjakan minatnya dan menggali bakatnya, ia akan "berani tampil" dengan sendirinya.

- Responsif terhadap apa yang disampaikan anak. Dimulai dari attachment di usia 0-2 tahun melalui menyusui, gendongan, sentuhan sayang, responsif termasuk pada tangisannya dan bahasa tubuhnya, komunikatif baik melalui kata-kata, senyuman, pandangan mata, dll.

- Buat anak nyaman dengan dirinya sendiri dan hindari labelling. Hati-hati terhadap labelling dan kritikan yg dipercayai anak. Kata-kata kita bisa menjadi inner voice mereka di kemudian hari. Kita juga bisa menetralisir persepsi anak ketika ia melabel dirinya sendiri atau mendapat labelling dari orang lain.

"nakal", "iya, anaknya pemalu", "susah banget dikasih tau", "A sukanya marah-marah nih", "sakit terus sih kamu", "kita tuh ngga punya uang, jangan minta macam-macam", "kamu ngga bisa melakukan ini", "emang ngga bisa rapih ya kamu!", "malas banget sih"

"Bukan ngga bisa, A belum bisa ya? Mau coba sekarang?", "Gpp sekarang A lagi sakit karena.., nanti InsyaAllah sehat. yuk berdoa", "Gpp kalau belum nyaman ngobrol dengan orang yang jarang bertemu, itu namanya bukan pemalu"

- Hindari membanding-bandingkan anak. Masih banyak cara memotivasi anak yang tidak mempengaruhi harga dirinya.

"kayak kakak dong, bisa ngerjain ini itu", "tuh adek aja berani", "Si A aja bisa ranking 1 masa kamu kalah"

- Hindari "melekatkan" materi, penampilan, ataupun pencapaian pada harga diri anak.

"Jangan pakai baju yang itu, nanti malu jelek banget kata orang", "Ini merk ******

keren nih kak, coba deh.. Tuh kan, keren kl pakai ini", "Kamu cantik sebenarnya, tapi wajah kamu kusam tuh dirawat dong", "hebat banget, ini baru anak papa nih juara 1 di kelas"

- Terima kegagalan anak dan tidak reaktif terhadap kesalahan anak. Pesannya harus jelas bahwa:

Terhadap kegagalan > yang kita hargai adalah usahanya, bukan hanya pencapaiannya

Terhadap kesalahan > yang kita tolak adalah perilakunya, bukan dirinya.

- Jika memilih sekolah atau pengasuh, pastikan Sudah mensurvey/mengobservasi cara pengajar/pengasuh berinteraksi dengan anak. Dan masih banyak lagi cara-cara yang bisa kita usahakan untuk mengirim pesan ke anak bahwa "Ayah/lbu mencintaimu tanpa syarat" dan "Kamu bisa jika berusaha dan berdoa"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun