Selama Kita Dangkal Memahami Selflove Maka Akan Terpeleset Menjadi Selfish (Adjie Santosoputro)
"Energi orangtua itu harus memberi bukan menuntut" Founder Anak Juga Manusia
Ketika kita menjadi pemberi maka kita akan menemukan orang-orang yang saling memberi dan kita akan menemukan orang-orang yang egois ketika kita menjadi orang egois.
Menikmati peran menjadi orangtua bukan tentang seberapa banyak me-time yang kita punya ataupun mispersepsi “healing” alias pengalihan tapi dari mindset yang benar terlebih dulu. “Be a giver, not a taker.”
Orangtua A mengasuh anaknya dengan mindset giver. Berusaha melakukan yang terbaik karena ia paham bahwa Allah yang mempercayai seorang anak pada dirinya. Bukan hanya supaya Si Anak bertumbuh, tapi juga orangtuanya bertumbuh.
Adakah orang selain anak yang mampu membuat seseorang “ingin menjadi lebih baik”? Tapi di lain tempat, ternyata ada orangtua B mengasuh anaknya dengan mindset taker sehingga seringkali “dipusingkan” dengan hasilnya. “Kamu harusnya begini dong.”, “Kamu kok ngga melakukan...”
Usahanya mungkin sama, tapi lelahnya berbeda. Lebih menikmati yang mana? Lalu pertanyaannya, apa yang menentukan Giver dan Taker?
Pahami dulu : tidak ada seorang manusia pun yang tercipta untuk keburukan. Singkatnya : “fitrahnya tak tumbuh sempurna”
“Luka persepsi akan menimbulkan buruknya persikapan di masa dewasa”- Ust. Harry Santosa Rahimahullah
Maka untuk menjadi Giver itu cukup dirawat fitrahnya, karena yang namanya berempati itu Allah sudah kasih “reward” alaminya kok, yang bisa membuat seseorang menjadi Giver. Ketika seseorang memberi, membantu, melakukan sesuatu untuk orang lain dengan dorongan dari dalam dirinya sendiri maka akan memproduksi hormon kebahagiaan pada otaknya. Itulah sebabnya orang merasa “penuh jiwa”nya ketika setelah berbagi, berbuat sesuatu, dan merasa bermanfaat untuk orang lain.