Mohon tunggu...
Mulyadi Azwar Sannang
Mulyadi Azwar Sannang Mohon Tunggu... profesional -

Backpacker, Traveller, Adventurer, Climber, Mountaineer fanatics, Street photographer, and also a GEOLOGIST. \r\n\r\nSee more at: hampirgeologist.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ulang Tahun, Hutan, dan Geologist

9 Oktober 2011   02:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:10 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

07.04.2010
Semalam aku sibuk menulisi batu.
Sambil berdebat dengan secangkir teh hangat, tentang cerita apa yang seharusnya tertulis jika besok ku genapi dua puluh empat kali, kutunggangi Bumi mengitari Matahari. Sebenarnya hanya persoalan klasik, karena kami belum sepakat mengenai harga Takdir yang mesti kubeli. Tawar-menawar Waktu yang semakin alot menjelang larut. Diselingi ocehan jangkrik dan kodok yang ikut angkat suara tak mau kalah. Untunglah acapkali angin malam datang menyeka keringatku dan menerbangkan suara-suara mereka jauh entah kemana. Sepertinya tahu, aku tak mau perdebatan malam ini, lantaran hampir habis tenagaku melewati perjalanan siang dengan ekplorasi nikel, dan lagi setelah habis-habisan ku berperang melawan semut dan nyamuk selepas isya di surau desa yang hampir kehilangan semua jama’ahnya.
.
Maka aku ingin tenang beristirahat malam ini. Kalau saja tak ada yang akan cemas bila ku tak punya sejarah yang dapat kupahat disini. Dan jika saja besok bukanlah 8 April. Apalagi waktu sudah tak mau menerima penawaranku.
.
“Dunia bukan tempatmu istirahat” gerutunya.
”Dan esok pagi kau masih harus berlari, berlomba dengan matahari.”

.

Salman@lfarisy. Serambi Hutan Morombo. 07 April 2010


08.04.2010
Berlomba menyusuri hari-hari yang berserakan di lembar Log Book lapanganku. Yang belum sampai setengah terisi catatan titik-titik bor, elevasi, koordinat, serta beberapa puisi dan coretan tak jelas atas nama puncak dan ngarai serta lumpur debunya yang belum lagi kering di sepatu ini. Mungkin begitulah isyarat kehendak-Nya, bahwa aku lebih fasih berceloteh dan bergurau bersama rimba, batu, dan sungai-sungai kecilnya.
.
Fasih pula berdebat dengan secangkir teh ini. Tentang tulisan ini hari. Tentang 8 april. Yang hakikatnya lebih butuhkan tinta tuk menulis takdirnya sendiri dalam lembar-lembar do’a pada-Nya daripada ucapan selamat yang mereka selipkan diantara senyuman. Sebab masih panjang cerita esok pagi. Dan matahari pun masih misteri di fajar nanti. Dan semoga saja keringat ini mampu garami samuderaku ketika senja menjemput.
.
Sayang sekali malam semakin jauh terseret, sedang perdebatan kami belum pula tuntas di hati.
.

Salman@lfarisy. Basecamp-Morombo. Beberapa menit sebelum 08 April 2010 berlalu
The first publication was in my blog: hampirgeologist.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun