Mohon tunggu...
Salman Al Fatih
Salman Al Fatih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Politics and History Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi Illiberal, Sebuah Tantangan dan Solusi

17 Juli 2024   23:58 Diperbarui: 18 Juli 2024   00:05 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Demokrasi merupakan salah satu bentuk pemerintahan yang paling diidamkan di seluruh dunia, karena memberikan kebebasan dan kesetaraan bagi warganya. Namun, seiring perkembangan zaman, muncul berbagai pandangan tentang bagaimana seharusnya demokrasi dijalankan. 

Salah satu perdebatan utama adalah apakah demokrasi harus bersifat liberal. Di satu sisi, demokrasi liberal menekankan perlindungan hak asasi manusia, kebebasan individu, dan supremasi hukum. Di sisi lain, ada pandangan yang menilai bahwa demokrasi tidak harus selalu liberal dan dapat diadaptasi sesuai konteks budaya, sosial, dan politik suatu negara.

Dalam konteks global, beberapa negara menganut demokrasi non-liberal yang menekankan stabilitas dan keteraturan sosial di atas kebebasan individu. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah demokrasi harus selalu liberal untuk dianggap sebagai demokrasi yang sejati? Atau, apakah ada ruang bagi bentuk-bentuk demokrasi alternatif yang tetap sah meski tidak sepenuhnya mengadopsi nilai-nilai liberal?

Patrick O'Neil, seorang ilmuwan politik asal Amerika Serikat justru memandang bahwa demokrasi yang tidak liberal adalah salah satu dari model dari rezim non-demokrasi, O'Neil menyebutnya dengan istilah Illiberal democracy, menurut O'Neil dalam sistem ini, meskipun aturan hukum (rule of law) mungkin berlaku, tetapi aturan tersebut lemah. Akibatnya, semua lembaga demokrasi yang berlandaskan pada aturan hukum, dilembagakan secara lemah dan kurang dihormati. 

Eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki wilayah kewenangan masing-masing, terdapat hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih, pemilihan umum berlangsung secara teratur, dan terdapat partai politik yang saling bersaing. N

amun, lembaga dan proses ini dibatasi atau direkayasa sesuai keinginan rezim yang berkuasa. Eksekutif biasanya memegang kekuasaan yang sangat besar. Kekuasaan ini sering kali terpusat pada kepresidenan yang membatasi kemampuan negara untuk menyingkirkan presidennya. Legislatif memiliki peran yang lemah dalam melakukan check and balances dari kekuasaan eksekutif, dan lembaga peradilan seperti pengadilan konstitusi sering kali dipenuhi oleh para pendukung mereka yang berkuasa. 

Selain itu, meskipun persaingan politik mungkin ada di atas kertas, partai dan kelompok dalam praktiknya seringkali dibatasi atau diganggu. Monopoli pemerintah atas media cetak dan elektronik digunakan untuk menghalangi oposisi mendapatkan platform publik. Dapat dikatakan bahwa demokrasi yang dijalankan hanya sebatas prosedural dan tidak substantial.

Sementara itu, Andras Sajo, seorang akademisi dan juga hakim asal Hongaria, memiliki pandangannya tentang demokrasi Illiberal dalam tulisannya yang berjudul "Society, Constitutionalism and Democracy". Dalam paper ini Sajo memaparkan memaparkan pengalaman Hongaria dalam menerapkan demokrasi Illiberal, dalam tulisannya ia menjelaskan bahwa demokrasi illiberal juga memilki kelebihan-kelebihan yang baik bagi pertumbuhan negara yang sedang berkembang.

Beberapa hal yang paling kentara dalam rezim illiberal di Hongaria adalah kepemimpinan yang bersifat Caesaristik, Pemimpin iliberal di Hongaria, seperti Viktor Orbn, mengkonsolidasikan kekuasaan pribadinya yang dikukuhkan melalui dukungan populer yang terus-menerus. 

Caesarisme ini didukung oleh mobilisasi massa berdasarkan narasi bahwa negara bangsa perlu dilindungi dari ancaman eksternal dan internal. Selain itu, parlemen berfungsi lebih sebagai stempel karet daripada badan legislatif yang independen. Perubahan dalam aturan parlemen dan pengawasan ketat terhadap anggota oposisi memastikan bahwa kritik terhadap pemerintah dapat diminimalisir atau diabaikan. 

Sidang parlemen sering kali menjadi ritual formal tanpa diskusi substantif. Rezim iliberal di Hongaria juga berhasil memobilisasi dukungan populer melalui retorika nasionalistik dan anti-Barat. Pemerintah menggunakan isu-isu seperti kemurnian nasional, identitas budaya anti-Barat, dan otoritarianisme untuk menarik dukungan dari mayoritas populasi yang merasa bahwa nilai-nilai ini lebih otentik dan sesuai dengan identitas mereka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun